Awal Mula Masalah
"Sebab setelah hujan selalu ada seseorang yang datang sebagai pelangi, dan memelukmu, aku ingin orang itu selamanya aku. "
― Abdurahman Faiz
.
"b******k! Tutup Mulutmu Sialan!" Tekannya. Menekan setiap kata yang ditunjukan pada seorang gadis yang duduk di hadapannya dengan tangan terikat kuat di kursi.
"Kau atau aku?" Tanya gadis itu menantang.Pria itu maju selangkah menghampiri dimana gadis yang baru saja menantangnya duduk.
"Kau menantangku, Dona?"Gadis itu tersenyum miring.
"Tidak. Hanya saja penggunaan kata 'BRENGSEKMU' itu rasanya belum pas jika itu ditunjukan padaku, tuan Gunawan." Jawab gadis itu sama sekali tak merasakan takut dengan situasi yang berada disekitarnya.
"Ssss...apa kau sedang menguji kesabaranku, Dona?" Desis Gunawan menahan marah.
"Kau tahu aku tak mungkin melakukannya." Balas gadis itu santai.
"DIAM!" Bentak pria itu.
Sekejap membuat gadis itu menutup mulutnya dan terkesiap dalam duduknya. Kini ia mulai merasakan jantungnya yang berdebar kencang.
"Pengalamanmu menjadi seorang wartawan membuatmu mempunyai banyak kosa kata untuk melawan orang tua, huh?" Pria itu menarik dagu gadis itu dengan kasar.Gadis itu menjadi diam matanya mulai berair karena rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya, apalagi pria di hadapannya ini memang terkenal dengan sikap sadisnya.
"Apa yang kamu lihat dengan kedua matamu tadi... aku harap kamu menghilangkannya dari ingatanmu, anggap bahwa kau tidak pernah melihatnya. Bisa?" Tanya pria itu, disertai ringisan yang terdengar dari mulut gadis yang sedang ia remuk rahangnya ini.
"HEY! Gunakan mulutmu untuk menjawab, b******k!" Bentak pria itu lagi di depan wajah gadis itu.
Gadis itu menutup matanya karena merasakan sakit di seluruh wajahnya karena cengkraman tangan pria yang berdiri di hadapannya ini. "Ba-baiklah."
"Kau setuju?" Tanya pria itu.Gadis itu hanya menunduk seraya masih kesakitan. Rahangnya terasa seperti akan remuk saat itu juga.
"Iya. Aku setuju." Jawabnya. Seketika itu juga pria itu melepaskan cengkramannya di rahang gadis itu dengan sedikit menghempasnya.
"Aku pegang janjimu." Pria itu segera pergi setelah mengucapkan kalimat tersebut.Tetapi langkah kakinya terinterupsi ketika gadis itu membuka mulutnya kembali setelah menemukan nyalinya.
"Tunggu.."Pria itu menoleh pada gadis itu. Menunggu apa yang akan dikatakan gadis ini padanya. Gadis itu memberanikan diri menatap pria yang sudah membuat rahangnya sakit."Aku juga ingin kau berjanji padaku."
"Apa?" Tanya pria itu.Gadis itu menghela nafasnya.
"Selama aku menutup mulutku." Ia menaikan dagunya.
"Selama itu juga aku tidak ingin hidupku diganggu."Lalu Pria itu hanya tersenyum misterius menanggapi apa yang dikatakan oleh gadis itu, dan langsung pergi setelah mengerahkan anak buahnya untuk melepaskan ikatan gadis itu.
***
"Selamat pagi."Dona mengangguk sopan kepada para bawahannya. Membalas sapaan mereka hanya dengan tersenyum seadanya, yang sudah menjadi barang umum untuk diketahui oleh seluruh karyawan kantor mereka mengenai sikap dingin gadis ini.
"O! Do-Dona!" Rara mengangakan mulutnya melihat siapa yang baru saja berjalan melewatinya. Ia cepat-cepat berlari mengikuti kemana Dona tadi berjalan melewatinya. Setelah menemukan gadis itu,cepat-cepat ia berjalan untuk menyamakan langkah dengan Dona.
"Hey! Lo Dona?" Tanya Rara. Ia masih melihat kearah Dona sampai tidak sadar ia hampir saja menabrak tembok.
DUK!
Namun ternyata tetap saja menabrak. Ia mengelus kepalanya yang benar-benar terasa sakit sambil terus menggerutu.
"Ish! Dona, tunggu gue!" Umpatnya. Ia berjalan tergesa lalu mencekal lengan seorang gadis yang membuat kesabarannya habis.
"Kenapa?"Sahut Dona santai. Semakin menaikan emosi Rara layaknya roket yang lepas landas.
"Apa yang lo lakuin disini?" Tanya Rara.
"Apa lagi, tentu saja kerja." Jawab Dona.Rara menghela nafasnya kasar.
"Gue tahu! Tapi kemarin lo ngambil cuti 1 minggu. Dan sekarang baru 3 hari lo pergi!" Ujar Rara penuh emosi.
"Memangnya kenapa? Bukannya bagus kalo gue balik cepet?" Dona melirik kertas-kertas yang berserakan di meja Rara.
"Gue juga bisa bantu lo keluar dari lautan kertas itu, kan?"
PLETAK!
"Anjir!" Pekik Dona setelah menerima pukulan dari Rara di kepalanya.
"Apa lo?!" Tantang Rara.
"Apa yang lo makan selama ngambil cuti, huh? Kenapa lo balik dengan keaadaan yang nyebelin kayak gini?"
"Siapa yang lo maksud nyebelin?"
"Lo! Tentu aja elo! Memangnya siapa lagi, huh?" Jawab Rara denganemosi meledak-ledak.
"Aishh... sudahlah." Ujar Dona sembari mengibaskan tangannya di depan Rara.
"Dimana Sonya?" Tanya Dona ketika mendapati sebuah meja kerja yang kosong dan tertata rapi.Rara berjalan menuju meja kerjanya dan duduk dengan terus menggerutu.
"Dia sakit. Kemarin badannya panas." Meskipun sedang kesal Rara tetap menjawab.
"Aishh.. kesel gue! Lo tahu betapa menderitanya gue di dalam ruangan ini sendirian menangani artikel, dan Ervin yang terus nagih artikel-artikel itu?"
"Siapa yang baru saja manggil gue?"
Rara dan Dona serentak menoleh pada suara pria yang kini berdiri di ambang pintu dengan gaya bosy juga ketampanan yang pasti membuat tiap wanita luluh. Tetapi tidak untuk Rara dan Dona yang langsung membuang muka.
"Kenapa?" Tanya Ervin melihat dua bawahannya yang begitu lesu setelah melihatnya."Hey! Kenapa sih?"Teriaknya penuh tuntutan karena tak mendapat jawaban.
"Gue benci lo, Vin. Sanah pergi!" Ujar Dona seraya mengusir atasannya itu.
"Lo pikir losiapa?" ProtesErvin tak terima.
"Sudahlah, Kak. sebaiknya lo keluar, lo bikin mood kitamakin buruk." Ujar Rara sama sekali tak melihat atasannya yang sudah berasap.
"Hah?"
"Ssuh..." Ucap Rara mengulangi dengan tidak bersemangat seraya mengibaskan tangannya menyuruhnya pergi.
"ELO!—" Ucap Ervin penuh emosi. Tetapi langsung menutup mulutnya ketika menemukan sesuatu yang salah. "Hey, Nona dingin! Kenapa lo ada disini?" Tanyanya sambil menunjuk Dona dengan jari telunjuknya.
"Memangnya gue kudu di mana? Bukanya ini ruangan gue?" Jawab Dona dengan sebuah pertanyaan. Dan kembali membuat seorang Ervin berasap. Sedangkan Rara hanya cekikikan melihat atasan mereka yang harus menghadapi sikap menyebalkan seorang Dona.
"Lo..." Ervin menghela nafasnya mengatur emosinya yang sudah berkumpul di ubun-ubun. "Bukankah seharusnya lo lagi cuti?"
"Seharusnya iya. Tetapi kalo kalian berdua mau gue lanjut berlibur, guebisa pergi sekarang."
"NO!" Teriak Rara dan Ervinkompak.
"Nggak usah! Liburan disini aja!" Usul Rara.
"Iya! Kami kekurangan tenaga. Kasihanilah temen lo itu, dia jadi perawan tua karena terus lembur dan nggak ada waktu untuk pacaran." Sambung Ervin menyetujui usul Rara.
Tetapi kemudian mendapat tatapan horor dari Rara karena kalimat terakhirnya.
"Kurang asem!" Umpat Rara setelah menyadarinya.
***
Hari hujan yang begitu dingin. Memberikan sugesti kepada setiap orang untuk menarik selimutnya kembali dan bermalas-malasan di atas ranjang. Gaya gravitasi di atas ranjang memang akan lebih berat dari semua tempat di bumi ini jika dalam cuaca seperti ini. Sama dengan Dona yang masih terus bergelut di ranjang tanpa peduli dengan panggilan Rara di ponselnya.
"Heisss..." Desisnya setelah tidak tahan lagi dengan deringan ponselnya.
"Dona!!"
Dona menjauhkan ponselnya dari telinga begitu mendengar suara Rara yang begitu memekakan telinga."Kenapa?"
Dona menjawab santai dengan nyawanya yang masih melayang-layang dan menggodanya untuk menutup mata kembali.
"JANGAN COBA-COBA UNTUK TIDUR LAGI, DON!"Teriak Rara dari seberang. Memaksa Dona untuk membuka mata karena teriakan yang sudah tak bisa ditolerir lagi.
"Sebenarnya ada apa, hah? Ini masih terlalu pagi buat gue berangkat kerja! lo ganggu waktu tidur gue, stupid!" Umpat Dona.
"Mengumpat saja sesuka elo! Kita ada rapat sama CEO pagi ini!"
"apa lo bilang?!"
Dona langsung terduduk dengan matanya yang terbelalak kaget."Lo lagi nyoba bikin lelucon di pagi hari, Ra?"
Terdengar Rara menghela nafasnya dari seberang sana."Silahkan membuat spekulasi seperti itu, Dona. Gue nggak bertanggungjawab kalo nanti udah ada surat teguran di meja kerja elo siang ini." Ujar Rara lalu tanpa basa-basimenutup panggilannya secara sepihak.
"HEY! HEY! RARA!" teriak Dona mencoba memanggil rekan kerjanya yang begitu kurang ajar itu."Oh s**t!" Ia melemparkan ponselnya asal di ranjang dan langsung masuk ke dalam kamar mandi dengan tergesa.
DALAM 15 MENIT ELO HARUS SAMPE DI KANTOR!!!!
Demikian bunyi pesan yang dikirim oleh Rara pada Dona yang membuat gadis itu langsung menggerutu di sepanjang jalan menuju kantornya yang sialnya begitu padat. Hey! Ini baru jam 7 pagi, dan waktu itu adalah waktu dimana semua orang tumpah ruah di jalanan. Alhasil Dona memilih jalan pintas namun sepi karena memang terkenal berbahaya. Tetapi apa boleh buat, ia tak ingin terlambat sampai ke kantor dan ia juga tak ingin mendapat surat teguran lagi.Tidak untuk yang ke-3 kalinya!
CKITT
"Eh..kenapa nih?"
Dona kebingungan, baru saja mobilnya mendadak berhenti, ia melirik pada tangki bensin dan masih penuh.Lalu apa artinya ia jatuh, sekarangtertimpa tangga pula?
"SHITT!!!!" Teriak Dona.
Ia meremas rambutnya frustasi.Dengan serampangan dia keluar dari mobil dan menutup pintunya keras-keras. Ia berjalan menuju kap mobilnya dan mencoba membuka layaknya profesional dalam bidang tersebut, namun ia dibuat semakin menggerutu dan kesal ketika kap mobil itu terbuka, kepulan asap langsung menyapanya.
"Gimana nih?"Gerutunya ketika melihat pada kaca spion betapa kacaunya ia pagi ini.Oh, tidak! Sudah pasti hari ini akan menjadi hari tersial untuknya.
"Gue nggak mungkin menghubungi mereka bertiga..." Keluhnya.Ervin, Sonya dan Rara tidak mungkin bisa membantunya karena selama rapat dengan CEO tidak pernah ada yang berani untuk sekedar memegang ponsel. Rapat dengan CEO itu sama saja dengan masuk ke dalam neraka.
"Oh..tidak..." Ucap Dona putus asa.Ia sudah tidak tahu harus bagaimana, jalanan ini tidak dilalui oleh bus dan taksi dan jarang ada yang melewatinya. Dia benar-benar tertimpa sial hari ini!
***
"Nona Vani baru saja menghubungi saya tadi pagi jika ia ingin bertemu dengan tuan muda. Apakah tuan muda sedang bertengkar dengan nona Vani?"
Seorang pria yang duduk di kursi belakang sebuah mobil mewah sedari tadi hanya diam tak menanggapi pertanyaan tangan kanannya itu. Mood-nya benar-benar sedang tidak baik sejak semalam. Dan ditambah dengan wanita bernama Vani yang semakin membuat kepalanya pening seketika hanya dengan mendengar namanya saja.
"Tuan?" Tanya Heru, tangan kanan pria itumenyadarkan tuannya.Pria itu menghembuskan nafasnya kasar, ia menatap geram pada tangan kanannya yang langsung terkesiap melihat respon bossnya.
"Maafkan saya." Ujar Heru kemudian.
Suasana dalam mobil itu lalu menjadi sunyi. Pria itu hanya menatap kearah jendela yang menyajikan pemandangan sepi. Mobil ini melaju di jalanan yang tidak banyak dilewati oleh pengguna kendaraan bermotor karena terkenal berbahaya. Tapi tidak untuknya.Merasa tak ada yang menarik, pria itu hendak meraih ponsel pintarnya yang tergeletak di sebelahnya, sebelum ia melihat pemandangan menarik di luar yang langsung membuatnya terhenyak untuk segera memberi tahu Heru untuk menghentikan laju mobil yang dikemudikan pria itu.
"Berhenti!" Perintahnya.Dengan cepat ia keluar dari mobil tanpa menghiraukan suara Heru yang berseru memanggilnya dari dalam mobil. Pria itu berjalan menghampiri serang gadis yang dengan tampilan kacau sedang berdiri di dekat mobilnya.
"Permisi."Ucap pria ini sopan yang seketika membuat gadis itu terkejut.
"Astaga!" Pekik gadis itu karena terkejut mendapati seseorang memegang bahunya.
Hey! Jalanan ini sepi dan kau baru saja mendapati orang menepuk bahumu!
Pria ini tersenyum mendapati respon gadis itu yang entah membuatnya merasa segar kembali.
"Mobilmu mogok?" Tanya pria ini.
"Ahh..itu...emmm...Iya.." Jawab gadis itu.
Tangannya menggaruk rambutnya dan membuatnya semakin kacau untuk dilihat. Tetapi malah terlihat manis di mata pria ini. Pria ini kemudian berjalan menuju kap mobil yang terbuka, menilik ke dalam kap mobil itu.
"Sebentar."Gadis itu hanya diam berdiri sambil menatap pria itu bingung. Ia menunggu pria itu yang sedang berdiri di dekat mobil dimana pria itu keluar tadi.
Dan saat pria itu kembali menghampirinya, pria itu kini bersama dengan seorang priayang berjalan mengekor di belakangnya."Ini asisten saya, dia akan membantumu untuk mengantarkan mobil ini ke bengkel jika kau tidak keberatan." Ujar pria itu menawarkan bantuan.Gadis ini terpaku bingung.
"Hah? Ah, maksud saya.. mobil saya mogok, dan bagaimana asistenmu membawanya?" Tanya gadis ini.
"Dia akan menunggu disini sampai truk derek datang untuk membawa mobilmu menuju bengkel, dia yang akan mengurusnya. Sementara itu aku akan mengantarmu." Jawab pria itu menjelaskan.
"Mmm..oke, tapi apa itu tidak merepotkan? Biar saya saja yang menunggu disini."
"Saya yakin kamu pasti punya urusan yang lebih penting, nona... ketimbang menunggu truk derek di jalan sepi yang berbahaya ini." Bujuk pria itu, entah kenapa ia bersikeras agar gadis itu naik mobilnya.
"Ya, tapi—""Sayabukan orang yang berbahaya, nona. Percayalah." Bujuk pria itu lagi.Gadis itu menatap kesegala arah dengan bingung. Ia bimbang, karena ia baru saja bertemu dengan seseorang yang menawari bantuan di jalan sepi yang berbahaya ini.
"Nona?"
"Baiklah.. tapi maaf jika ini merepotkanmu." Jawab gadis ini akhirnya.
"Tidak sama sekali, mari ikut dengan saya." Ajak pria itu menuju mobil mewah keluaran terbaru yang pastinya harganya selangit.Di dalam mobil, mereka berdua tidak ada yang membuka suara sampai kemudian gadis ini memecah keheningan itu dengan mengucapkan terimakasih.
"Terimakasih." Ucap gadis ini.Kepala pria yang menolongnya itu menoleh sembari tetap menyetir mobil.
"Untuk?""Karena kau sudah membantu sayatadi dan memberiku tumpangan."Pria itu hanya tersenyum, dan itu terlihat manis sekali.
"Sama-sama."Suasana kembali hening setelah percakapan singkat tentang terimaksih. Gadis ini menilik pada ponselnya yang sama sekali tak ada panggilan maupun pesan dari rekan satu tim-nya. Menyakitkan sekali.
"Ngomong-ngomong, apa kamu punya kartu nama?"
"Ya?"
"Supaya saya bisa menghubungimu jika mobilmu sudah selesai diperbaiki." Jelas pria itu.Gadis itu mengangguk mengerti. Lalu merogoh tas hitamnya dan menemukan dompet. Dibukanya dompet itu dan menemukan kartu namanya disana.
"Ini."Pria itu menerimanya dengan satu tangan yang tidak digunakannya untuk menyetir."Dona From Nus Magazine Corporation." Ucap pria itu membaca tulisan yang ada di dalam kartu nama gadis yang duduk di kursi penumpang.
"Iya.. benar" Timpal gadis itu.
"Kamu blasteran?" Tanya pria itu.
"Yeah.. Setengah Amerika."
"Pantas, wajahmu begitu asing untuk ukuran orang Asia.... Terlalu cantik?" Ujar pria itu yang seketika membuat gadis di sebelahnya merona.
.
.
///
.
gimana?
Purwokerto, 2 Juli 2020
Tertanda,
.
Orang yang barusan nyalain kipas angin