ENAM

1530 Words
To : Juan Cih! Ternyata sifatmu benar-benar menyebalkan, pak Juan....   From : Juan Saya sekarang hampir sampai di gedung apartemenmu, cepat masakanlah sesuatu untuk saya!     "Apa?!" Pekik Dona setelah membaca pesan yang terakhir Juan kirim padanya. "Apa-apaan pria itu?! Datang seenaknya saja!" Rutuk Dona. Ia pun beranjak dari sofa yang didudukinya karena bel apartemennya sudah berbunyi sejak tadi dan dalam hatinya ia sudah menyiapkan banyak sekali u*****n dan sumpah serapah yang akan ia berikan pada Juan. Tepat ketika ia membuka pintu dan hendak bersumpah serapah, cepat-cepat ia tahan mulut nya yang hendak bercerocos ria karena ternyata yang berdiri di hadapannya bukanlah Juan, tetapi seorang pria berseragam karyawan yang berdiri dengan tangannya yang membawa bunga. "Dengan siapa?" Tanya Dona bingung melihat bukan Juan yang ada di hadapannya. "Anda Dona Agustina?" Dona mengangguk. "Ini ada kiriman bunga untuk anda dari seseorang." Pria itu menyerahkan bunga itu pada Dona lalu hendak pergi namun Dona mencegahnya. "Bunga dari siapa?" "Saya tidak tahu, seseorang menyuruh saya untuk memberikan buket bunga tersebut pada penghuni apartemen ini. Saya permisi." "Iya, terimakasih." Ia kemudian melepaskan tangannya untuk membiarkan pria berseragam karyawan itu pergi dengan meninggalkan tanda tanya besar untuk dirinya yang tidak tahu 'seseorang' siapa yang baru saja mengirimminya bunga. "Ck! Tau ah!" Tetapi pada Akhirnya ia menyerah untuk berpikir keras untuk menebak siapa pengirim bungat itu. Ia pun masuk ke dalam apartemennya kemudian menutup pintu yang akan otomatis terkunci. Namun baru beberapa langkah ia menjauh dari pintu. Bel apartemennya kembali berbunyi. Ia pun menjadi bertanya-tanya siapa lagi yang datang? Apakah kali ini benar-benar Juan atau orang lain? Tanya Dona dalam hati. Tetapi lagi-lagi ia tak mau berpikir terlalu keras untuk ini. Segera saja ia buka pintu apartemennya dan matanya yang bulat itu seketika membulat melihat siapa yang berdiri di hadapannya. "Kamu!" "Hi!" Dona mengehela nafas kesal. Lupakan tentang sumpah serapah yang sudah ikut tertelan bersama air liurnya ke dalam kerongkongan. Karena tiba-tiba saja yang naik ke dalam otaknya adalah emosi yang meluap-luap melihat pria di hadapannya ini. Tetapi pada akhirnya ia hanya mengehela nafasnya keras. "Kenapa?" Tanya Juan bingung melihat ekspresi Dona.   "Tidak." Jawab Dona singkat. Lalu dirinya beranjak pergi dari pintu meninggalkan Juan yang terdiam dengan seribu pertanyaan di dalam kepalanya. Tetapi kemudian ia tersadar... "Hei! Jadi apakah saya boleh masuk?" Tanya Juan. "Terserah!" Teriak Dona Kini Juan menggaruk-garuk kepalanya karena bingung dengan sikap Dona. Apa yang terjadi pada gadis itu? Batinnya bertanya. Ia memasuki apartemen Dona lagi untuk yang kedua kalinya. Jujur, ia nyaman untuk berlama-lama di dalam sini. Entah mengapa. Padahal ia hanya akan nyaman berada di rumah atau di kantor saja karena kedua tempat itu sudah terbiasa untuknya. Begitu juga dengan urusan berakrab-akrab ria dengan orang lain. Ia yang dingin dan kaku namun tersenyum pada orang lain. Kepribadian yang aneh. Tetapi Dona sekarang membuat sebuah pengecualian untuknya. Gadis itu seperti punya sisi yang sama sepertinya. Yaitu sisi dingin dan hangat dalam satu tubuh. Dan beberapa sisi yang bertolak belakang namun membuatnya nyaman. Belum pernah Juan bertemu dengan gadis yang seperti ini, membuat ia penasaran dengan Dona. Dihampirinya Dona yang saat ini sedang merapikan sebuket bunga ke dalam vas bunga. "Kamu baru saja beli bunga?" Kepala Dona menoleh dengan alis tertaut bingung. Dan itu juga yang membuat Juan juga bingung. Apa lagi sekarang Dona menatapnya penuh selidik. "Ke—kenapa?" Tanya Juan gugup dan waspada dipadandangi seperti demikian oleh Dona. Dona maju selangkah mendekat pada Juan. "Bukankah bunga ini darimu?" "Hah?" "Benar 'kan?" "Kalau bunga itu dari saya, kenapa bunganya bisa sampai lebih dulu dari saya, Dona." Jelas Juan. "Beneran?" Tanya Dona mendesak. Ia hanya bingung, jika bukan Juan lalu siapa? Juan menganggukan kepalanya. "Kapan kamu mendapatkan bunga itu?" "Baru saja, beberapa menit yang lalu sebelum kamu datang dan membuatku kesal." Ujar Dona ketus. "Eyy... sebenarnya apa salah saya sampai jadi tamu yang tidak disambut baik seperti ini?" Keluh Juan. "Karena kamu tamu yang tidak di undang!" Tandas Jesisca. "Aish..." Gerutu Juan. Tapi kemudian ia diam.   Dona melanjutkan perkerjaannya tadi memasukan bunga yang diterimanya entah dari siapa ke dalam vas yang sudah berminggu-minggu tidak pernah ia isi dengan bunga seperti biasanya karena sibuk. "Ngomong-ngomong, apa saya akan mendapatkan jatah makan saya?" Tanya Juan hati-hati, karena Dona yang terlihat serius dengan pekerjaannya, ia pun ragu untuk menggangggu kegiatan gadis itu. Dona menghentikan kegiatannya yang kini sudah selesai kemudian membalikan badannya berhadapan dengan Juan yang berdiri didekat meja makan. Ia menatap tajam pria itu. "Ck! Apa yang kamu maksud dengan jatah makan?" "Tentu saja bagian makan saya, bukannya saya meminta kamu memasakan sesuatu untuk saya?" Tagih Juan. "Hey! Bapak Juan! Saya bukan pembantumu!" Pekik Dona kesal. Juan mengedikan bahunya tidak peduli. "Saya tidak mengatakan kamu pembantu saya." Ucap Juan polos. "Aishh... Kamu sungguh menyebalkan!" Dona menghentakan kakinya lalu berjalan melewati Juan, sengaja menabrak bahu pria itu hingga Juan sedikit terhuyung namun berhasil menyeimbangan diri. Satu yang baru saja disadari oleh Juan adalah, Dona yang begitu menggemaskan ketika kesal. Ditaruhnya vas bunga yang barus saja selesai diutak-utik oleh Dona itu di atas meja ruang tamu. Lalu ia kembali lagi masuk ke dapur, berjalan tanpa melihat ada Juan yang menatapnya bingung. Dona membuka lemari pendingin yang berukuran sedang di hadapannya, dan melihat-lihat beberapa bahan makanan yang ada di sana. Menimbang-nimbang apa yang akan ia masak untuk makan malam kali ini. "Juan." Panggil Dona. Juan yang sedang berdiri memandangi apa yang sedang Dona lakukan sembari melamun pun tersentak kaget. "Ada apa?" "Kamu ingin makan apa?" Tanya Dona mengintip dari balik pintu lemari pendingin. Juan tersenyum penuh arti. Tadi saja gadis itu marah-marah, sekarang? Lihat kan' bagaimana anehnya gadis itu? sama anehnya dengannya. "Terserah, saya suka apa saja. Apa lagi jika itu dimasakan olehmu." "Jangan merayu saya, bapak Juan!" Juan kemudian tertawa karena beberapa kali dipanggil bapak oleh Dona saat gadis itu marah.   ///   Juan duduk di atas singasananya dalam ruangan super besar untuk ditempati oleh seorang diri. Ruangan yang diperuntukan untuk presiden direktur, berada di lantai 15 dari 30 lantai yang ada. Perusahaan Juan bergerak dalam bidang produksi pangan yang cabangnya tersebar di  di Asia Tenggara dan Asia Timur dimana di bawahnya banyak sekali orang yang bergantung padanya sebagai pemempin perusahaan. Dan perusahaan yang baru saja diwariskan oleh ayahnya ini adalah salah satu yang terbesar di Indonesia, memiliki cabang yang sama besarnya di Hongkong. Dan di sanalah sebelumnya ia berada, maka dari itu tidak ada yang tahu jika ternyata Jayadarma Prambudi—ayahnya—mempunyai putra yang sudah mapan menggantikan posisinya. Karena semua orang hanya tahu  putra keluarga Prambudi masih bersekolah di salah satu universitas ternama di Inggris. Namun memang belum pernah ada yang memastikannya. Bukannya belum, hanya tidak berani untuk mengusik keluarga Prambudi. Karena Jayadarma Prambudi tidak akan pernah menyukai keluarganya diekspos wartawan dan kamera. Tetapi nampaknya Juan sudah lupa mengenai itu. Nasihat ayahnya yang mengatakan demikian, ia lupakan seiring kepergian ayahnya beberapa tahun lalu. Ia memang tidak pernah akrab dengan kedua orang tuanya karena sejak kecil sudah hidup di Hongkong bersama kakek dari ibunya sedangkan kedua orang tuanya berada di Indonesia. Sudah pernah dijelaskan bukan, tentang sosok Juan yang dingin dan kaku? Itu karena didikan ayahnya. Sedangkan sisi Juan yang lembut adalah ajaran dari nenek dan kakeknya. Semua itu bertolak belakang dengan niat Juan yang sekarang ingin terus berada di dekat seorang mantan wartawan walaupun kini gadis itu juga masih berkarir dalam lingkup kerja yang pernah ditinggalkannya, hanya berbeda tempat saja. Dan namanya adalah Dona Dyra Calandra, gadis cantik dan juga pintar, serta berkrakter. Dari pertama kali ia melihat gadis itu, yaitu ketika ia melihat Dona tengah putus asa di pinggir jalan dengan sebuah mobil di sebelahnya yang sepertinya menjadi biang masalah dari gadis itu, dari situ ia langsung jatuh hati. Cinta pada pandangan pertama? Mungkin hal ini terlalu konyol, untuk orang sepertinya. Orang yang menyimpan sejuta rahasia di dalam kepalanya, rahasia yang sudah turun-temurun ada dalam darah keluarganya, menjadikan keluarga Prambudi terpandang sekaligus disegani, namun kemudian terpincut pada pandangan pertama dengan seorang gadis berprofesi wartawan, penulis artikel mahir, kritikus pemerintah dan jeli terhadap masalah korupsi dan hal-hal ilegal. Setidaknya itulah yang Juan tahu mengenai segala hal tentang Dona, dari data yang diberikan tangan kanannya, Yogi. TOK TOK TOK Juan mendongakkan kepalanya dari laptop yang sedari tadi ia pandangai saja, bahan ia biarkan saja sejak ia menyalakannya beberapa jam yang lalu. Gila! Ia melamunkan Dona hingga waktu hampir mendekati jam makan siang?! Tentang makan, kini membuatnya kembali mengingat makan malamnya kemarin dengan gadis itu. Seketika Juan tersenyum. Namun ia kembali teringat dengan pintu ruangannya yang terketuk. “Masuk!” Ucapnya lalu merapikan Jas dan dasinya. Juan mendongak melihat siapa yang berjalan menghampiri meja kerjanya. Dan itu ternyata Yogi,  tangan kanannya. Pria yang begitu teliti mencarikannya profil dari Dona kemarin. “Kenapa?” Tanya Juan, namun kini ia sibuk dengan berkas-berkas yang terbengkalai di mejanya karena melamunkan Dona tadi. “Jordi berulah lagi, pak.” Ujar Yogi. Seketika Juan memejamkan matanya, ia menahan emosinya ketika ia nama ’Jordi’ disebut oleh Yogi. “Dia? Apa lagi masalah yang dibuat olehnya?” Tanya Juan dengan gigi yang saling bergemelatuk karena geram. “Ia membuat perjanjian dengan pihak lain tanpa persetujuan kita dan kini pihak yang membuat perjanjian dengan Jordi menuntut pada kita.” Juan menghela nafasnya kasar. Lagi-lagi seperti ini. “Hubungi dia, katakan aku ingin bertemu dengannya.” Perintah Juan. Ia menyenderkan kepalanya pada sandaran kursi, merasa pening mengingat nama ‘Jordi’ yang selalu membuatnya frustasi dengan segala kelakuannya yang tidak bisa di atur. Yogi sudah berlalu dari ruangan itu sejak Juan selesai memberikan perintah pria itu untuk menghubungi Jordi dan menyuruh pria itu untuk bertemu dengan dirinya. Meninggalkan Juan yang masih frustasi dengan berita yang baru saja disampaikan olehnya.  “Sejak ayah meninggal, pria itu menjadi semakin berulah.” /// . Instagram: @gorjesso Purwokerto, 6 Juli 2020 Tertanda, . Orang yang sedang ngunyah permen karet Oh iya, misal ada typo nama yang tiba-tiba berubah, tolong kasi tahu ya.. ini cerita yang dulunya dalah fanfiction artis korea makanya kalo ada kesalahan nama dan tempat berarti aku editnya kurang teliti. dan cerita ini bukan jiplakan, ini cerita ku sendiri yang aku buat tahun 2016. . . .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD