#25 : Seseorang Untuk Dicari

1738 Words
BERBEDA mungkin adalah kata yang sangat tepat jika kusematkan kepada pria yang kini berdiri di hadapanku dengan senyumannya yang khas. Entah berasal dari negeri dongeng atau dunia yang tak kutahu sebenarnya ada dimana, Dante hadir bak makhluk sempurna yang menawarkan berbagai harapan yang sudah lama kunantikan. Caranya berjalan, berbicara bahkan desah napasnya yang hangat, seolah melekat kuat dalam ingatanku. Pertanda macam apa ini, ilusi apa yang muncul sampai senyata ini? "Kau mau minum kopi?" Suaranya yang rendah membuatku mengerjap beberapa kali. Aku tersadar dan mengedarkan pandanganku sekeliling. Tanpa sadar kami sudah sampai di ruangannya. Dan kuharap pria ini tak tahu bahwa aku mengabaikan semua cerita-cerita ringan yang diceritakannya selama perjalanan tadi hanya karena aku terlalu sibuk menikmati keindahan yang dimiliki olehnya. Aku pasti sudah gila. Well, secara teknis aku memang pernah menjadi pasien di salah satu rumah sakit jiwa. Namun kali ini, aku memiliki konotasi yang berbeda untuk kata 'gila'. Aku gila karena tak bisa menyingkirkan fantasi-fantasi gilaku dari Dante. Seorang detektif muda dengan tubuh proposional dan wajah yang tampan. Ini mungkin saja efek samping dari terlalu lama menjadi janda, atau terlalu sering mengonsumsi obat penenang, dan bisa saja gabungan antar keduanya. Aku pun kembali kepada Dante yang berdiri di sebuah meja kayu dengan permukaan kaca yang tampak berdebu. Ini jelas meja seorang pria. "Kurasa itu tidak baik untuk pencernaanku," kataku. Yang kemudian ditimpali satu jentikan jari di udara oleh Dante. Ia tersenyum dan berkata, "Aku akan memesankan ayam goreng untuk kita berdua. Setuju?" "Ayam goreng?" Dante menganggukkan kepalanya. "Kau tidak suka juga?" "Ah, maksudku, terserah kau saja," ucapku terbata-bata. Aku malu untuk menolak, meski sebenarnya aku sedikit mengharapkan pizza untuk kami alih-alih makanan yang digoreng. Kurasa tenggorokanku sedang mengalami sedikit radang, ia terasa kering sejak pagi. Namun aku tak berani mengucapkannya. Terlalu segan untuk membuatnya tak nyaman. "Bisakah kau memberiku minuman dengan lemon?" Ia pun mengangguk dengan yakin sembari mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya. "Tentu." Dante mempersilakanku duduk setelah selesai menelpon sebuah restoran makanan terdekat. Ia memesan beberapa jenis makanan yang kupikir akan terlalu banyak jika hanya untuk kami berdua. Namun tampaknya pria ini sama sekali tak merasa hal tersebut akan menjadi masalah karena raut wajahnya terlihat biasa saja. Ia pun duduk di balik meja kerjanya. Tak banyak yang dapat kutemukan di hadapan kami selain sebuah meja berbentuk segi panjang dengan beberapa map cokelat di sudut meja. Ada asbak berbentuk lingkaran yang tampaknya sudah dibersihkan. Beberapa alat tulis seperti pena, pensil, gunting dan lem kertas dalam wadah kotak berbahan plastik di sisi lain. Sepertinya Dante bukan tipikal pekerja yang menyimpan atau membawa banyak barang ke tempat kerjanya. Atau debu-debu yang menempel di permukaan meja dapat menjelaskan hal lain;bahwa Dante mungkin jarang berada di meja kerjanya akhir-akhir ini. "Kau tidak memiliki barang-barang di meja kerjamu," pungkasku. Abaikan basa-basi yang buruk ini, setidaknya aku sudah mencoba. Dan beruntungnya, Dante tidak membuat arah pembicaraan ini menjadi hal yang canggung dan memalukan untukku. Ia melihat mejanya, lalu kembali memandangku. "Kurasa debu ini sudah menjelaskan semuanya kepadamu." Tiba-tiba ia terkekeh dan mengambil sapu tangan dari saku celananya dan mulai mengelap permukaan meja dengan benda berwarna biru gelap tersebut. "Aku lebih sering berada di lapangan, mengejar sekelompok pencuri atau ...," Kedua alisku sontak mengernyit. Ikut penasaran dengan kelanjutan cerita yang sempat terjeda oleh Dante. "Atau?" "Atau aku lebih suka berada di tempat lain di bandingkan tempat kerjaku." Aku pun mengangguk dan tersenyum kecil saat akhirnya memberanikan diri untuk bertanya, "Dan, dimanakah itu?" "Maaf?" "Tempat yang lebih kau sukai. Dimanakah tempat yang lebih kau sukai dibandingkan tempat kerjamu sendiri?" tanyaku memperjelas. Ada jeda untuk beberapa saat. Sampai akhirnya kedua sudut bibir yang abu-abu itu kembali terangkat naik. Dante tersenyum tipis dan menatapku lurus-lurus. "Dimanapun, asal bisa melihatmu." Sial! Pria ini membuatku bersemu lagi. Lagi dan lagi, untuk kesekian kalinya. Refleks aku menundukkan wajah untuk menyembunyikan betapa gugupnya aku sekarang. Namun Dante memang ahlinya dalam mempermainkan suasana. Ia tiba-tiba saja menyodorkan sebuah map cokelat berukuran tipis ke arahku, di atas meja. Membuat rasa malu itu mendadak sirna dan berganti menjadi rasa penasaran. Aku memerhatikan benda yang terbuat dari kertas ini, sebelum kemudian mendongak dan mengamati wajah Dante. "Ini adalah latar belakang pendidikan Ethan, rekam jejaknya di sosial media dan beberapa catatan panggilan dan transaksi kartu kreditnya selama enam bulan ke belakang sebelum kematiannya," jelas Dante. "Periksalah. Kurasa ada sesuatu yang aneh dari beberapa data tersebut." Tanpa memberikan reaksi apapun, tanganku bergerak untuk mengikuti perintah sang detektif yang kini duduk di seberangku. Terhalang oleh sebuah meja yang sudah tak lagi berdebu. Aku mengeluarkan isi dari map cokelat tersebut. Ada beberapa kertas dan foto di dalamnya. Kurasa dia sudah berusaha keras untuk mendapatkan semua data-data ini. Ia pantas untuk diapresiasi karena mendapatkan banyak sekali informasi dalam waktu yang sangat singkat. "Kau bisa melihat latar pendidikannya terlebih dahulu," kata Dante menyarankan. Dan dengan cepat, telunjuk kanannya menunjuk salah satu kertas dengan cap khas institusi pendidikan tinggi di Amerika. "Dia berpindah-pindah selama 3 kali berturut-turut." Mataku mengamati setiap tulisan yang tertera di kertas. Ada beberapa perubahan data tentang informasi kepindahan Ethan. Ia mengalami perpindahan sekolah sebanyak tiga kali selama duduk di bangku SMA. Dan saat menemukan alasan kepindahannya, aku membacanya dengan cukup tegas. "Dipindahkan karena melakukan kekerasan terhadap murid lain." Dante menjentikkan jarinya di udara. Seperti menemukan sebuah ide. "Kita bisa menjadikan ini dasar untuk menarik kesimpulan bahwa Ethan memang sosok yang abusif bahkan sejak duduk di bangku sekolah." Baik. Aku setuju dengan yang satu itu. "Pada saat dia pergi ke universitas, Ethan pernah melakukan kekerasan lagi. Dan, korbannya ada di sini." Saat telunjuk Dante mengetuk-ngetuk permukaan kertas, pada sebuah nama yang juga tertulis di bagian bawah, aku menyadari sesuatu. Aku memiliki seseorang untuk dimintai tolong. Ia bisa menjadi saksi untuk memperkuat pernyataanku bahwa Ethan memang sering menyiksaku selama pernikahan kami. Dan orang itu adalah, "Molly Winchester." "Kita akan menemuinya hari ini," tukas Dante tiba-tiba. Aku mendongak dan menatap wajah pria itu terkejut. Sejujurnya aku sedikit tak percaya karena sikap Dante yang sangat tegas dan bertindak cepat. Maksudku, apakah kita sungguh harus pergi menemuinya sekarang? "KIta akan pergi sekarang?" Namun Dante kembali tertawa pelan di kursinya. Ia tersenyum lagi setelah menuntaskan adegan tertawa itu dan mengedikkan kedua bahunya. "Tentu tidak sekarang." "Lalu, kapan kita akan pergi?" "Tentu setelah kita menghabiskan semua makanan kita, Ivana." Dante beranjak dari kursinya, kemudian menggoyang-goyangkan ponselnya di udara. Menunjukkan isi pesan dari sang kurir makanan yang ternyata sudah sampai di area parkir kantor polisi kepadaku. "Aku akan mengambilnya dulu. Kau bisa duduk manis di sini dan menunggu. Okay?" *** MISTERI TIME. Serangan panik (panic attack) adalah munculnya rasa takut atau gelisah berlebihan secara tiba-tiba. Kondisi yang juga disebut dengan serangan kegelisahan ini ditandai dengan detak jantung yang bertambah cepat, napas menjadi pendek, pusing, otot menjadi tegang, atau gemetar. Serangan panik dapat berlangsung selama beberapa menit atau hingga setengah jam. Serangan panik bisa dialami sesekali dalam hidup, yang biasanya menghilang saat keadaan atau situasi pemicunya berakhir. Namun, jika serangan panik terjadi secara berulang dan untuk jangka waktu yang lama, maka kondisi ini disebut gangguan panik. Gejala Serangan Panik Berikut ini adalah beberapa gejala yang menyertai serangan panik: Berkeringat secara berlebihan Merasa gelisah atau berpikir secara irasional Mulut terasa kering Otot menjadi tegang Merasa sangat takut Gemetar Sesak napas Detak jantung meningkat Kram perut Nyeri dada Mual Pusing atau pingsan Serangan panik dapat berlangsung selama 5 hingga 10 menit, namun bisa juga terjadi secara berkesinambungan dalam waktu dua jam. Pasca serangan panik, penderita akan mengalami kelelahan. Selain itu, kondisi ini juga menyisakan rasa takut akan terjadinya serangan kembali hingga membuat penderitanya menghindar dari situasi yang dapat memicu serangan panik. Penyebab Serangan Panik Saat seseorang mengalami serangan panik, otak memerintahkan sistem saraf untuk menimbulkan respons melawan atau menghindar. Tubuh kemudian akan menghasilkan zat kimia yang disebut adrenalin, yang memicu peningkatan detak jantung, frekuensi napas, dan aliran darah ke otot. Kondisi tersebut sebenarnya muncul dalam rangka mempersiapkan tubuh untuk melawan atau menghindar dari situasi tertekan. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami serangan panik: Stres. Perubahan suasana secara tiba-tiba, misalnya masuk ke lingkungan yang ramai dan penuh sesak. Faktor genetik atau memiliki keluarga dengan riwayat serangan panik. Mengalami trauma atau pengalaman yang membuat diri sangat tertekan. Konsumsi kafein, alkohol, dan NAPZA. Kondisi yang membuat penderita cemas dan tidak nyaman, misalnya saat menonton film horor atau mengalami turbulensi di atas pesawat. Diagnosis Serangan Panik Untuk mendiagnosis secara tepat dan membedakan serangan panik dengan gejala penyakit lain, dokter dapat memulai dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh. Selanjutnya, dilakukan juga beberapa tes penunjang untuk menetapkan diagnosis. Tes tersebut dapat berupa: Tes darah, untuk memeriksa tiroid dan risiko terhadap kondisi lain. Elektrokardiogram (EKG), untuk memeriksa kondisi jantung. Bila tidak ada kelainan organ dan fungsi tubuh, akan dilakukan evaluasi psikologis, untuk memahami tingkatan gejala, stres, ketakutan, dan gangguan lain yang dapat berdampak kepada aspek-aspek kehidupan penderita, termasuk konsumsi alkohol. Penanganan Serangan Panik Penanganan serangan panik bertujuan untuk mengurangi intensitas dan frekuensi sarangan agar kualitas hidup bertambah baik. Penanganan dapat dilakukan pemberian obat dan dengan psikoterapi. Keduanya dapat dilaksanakan secara bersamaan atau hanya satu saja, tergantung dari kondisi dan tingkat keparahan yang dialami. Obat-obatan Serangan panik yang hanya terjadi sesekali tidak membutuhkan penanganan. Namun jika terus berulang (mengalami gangguan panik), maka psikiater akan meresepkan obat guna mencegah kemunculannya. Obat yang diresepkan adalah sama dengan obat untuk depresi atau obat penenang, seperti: Fluoxetine Sertraline Venlafaxine Alprazolam Clonazepam Pada penderita gangguan panik, obat perlu dikonsumsi setidaknya selama 1 tahun. Penggunaan obat tidak bisa dihentikan secara tiba-tiba, melainkan dengan mengurangi dosisnya secara perlahan dan di bawah pengawasan dokter. Terapi Jenis terapi yang diterapkan untuk mengobati penderita serangan panik adalah terapi perilaku kognitif. Dalam terapi ini, penderita akan dibimbing untuk memahami dan meyakini bahwa serangan panik tidak membahayakan. Penderita juga akan diajari mengubah respons perasaan dan perilaku terhadap pola pikiran negatif, sehingga nantinya membantu mereka dalam mengatasi serangan panik secara mandiri. Dengan kata lain, penderita diajari untuk mengatasi rasa takut terhadap situasi yang membuat mereka panik. Komplikasi dan Pencegahan Serangan Panik Serangan panik dapat diobati hingga mencapai kesembuhan total asalkan segera ditangani. Jika diabaikan, maka kondisi ini dapat bertambah parah dan sulit diatasi, hingga mengganggu kehidupan penderita. Di samping merasa ketakutan terus-menerus, komplikasi yang dapat timbul dari serangan panik adalah: Munculnya fobia atau takut akan suatu hal Tidak mau bersosialisasi Timbulnya masalah di kantor atau di sekolah Terjerumus ke dalam masalah keuangan Kecanduan minuman keras atau NAPZA Depresi Munculnya keinginan untuk bunuh diri Tidak ada langkah pencegahan khusus terhadap serangan maupun gangguan panik, selain kesadaran diri untuk segera mengatasinya sebelum kondisi ini bertambah buruk.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD