#26 : Memperkenalkan Hendrick Parker

1015 Words
BEBERAPA makanan seperti ayam goreng dengan bubuk lada, pasta dengan daging asap, bawang bombay kering dan beberapa soda tersaji di atas meja. Namun bukan hanya makanan-makanan itu yang membuatku sedikit terkejut. Sesosok pria dengan kemeja hitam dan celana bahan hitamnya yang kebesaran tiba-tiba ikut duduk bersama kami. Memenuhi ruangan yang tak seberapa besar seolah ia juga tamu khusus yang diundang oleh sang empunya ruangan. Setelah Dante selesai menyusun beberapa kaleng soda berwarna merah di atas meja. Ia bahkan bisa meletakkan minuman dengan embun-embun di bagian luar kalengnya itu dengan rapih, tapi tak sempat mengelap tebalnya debu di atas meja kerjanya sendiri. Wajahnya yang terus menampilkan ekspresi bersemangat, kemudian mendongak. Menatapku, lalu beralih kepada pria yang duduk di antara kami. Jika dilihat-lihat, usianya tak berbeda jauh dengan kami, maksudku, aku dan Dante. Meski sebenarnya aku belum tahu berapa pastinya usia Dante tahun ini. "Jadi...," Dante pun membuka obrolan di antara kami. Ia lantas kembali melihatku yang masih duduk menunggu dengan sabar, kemudian tersenyum kecil. "Ini adalah Hendrick Parker." Aku menoleh karena Dante mengangkat tangannya, menunjuk pria yang sejak lima menit lalu, atau lebih tepatnya, berbarengan dengan makanan yang sampai sudah berada di ruangan ini. Dan pria itu tengah balas memandangku, dengan raut percaya diri di sana. "Dia adalah rekanku dalam penyelidikan ini," kata Dante menyelesaikan. Pria itu berkulit terang, tapi tidak seputih Dante. Bibirnya lebih gelap, sepertinya pria ini merupakan perokok berat. Hidungnya mancung dan besar. Dan kedua matanya memiliki kantung mata yang menghitam. Tak ada bedanya dengan Dante, hanya saja pria ini terlihat tidak mencukur bulu-bulu kumisnya yang hitam dan tebal. Kemudian, suara rendah milik pria bernama Hendrick ini pun terdengar. "Perkenalkan." Sembari berdiri, bak baru saja bertemu tamu penting, ia menyapaku. "Aku Hendrick." Dan juga menyodorkan tangannya yang dibalut oleh jam tangan berwarna perak. "Senang bertemu denganmu, Nona Arabelle." Melihatnya memperlakukanku seistimewa ini, aku menjadi sedikit bingung. Mengapa detektif yang bertemu denganku di TKP tak bisa melihatku dengan cara sesopan ini? Kenapa mereka memperlakukanku berbeda? Aku pun menerima jabatan tangan Hendrick sebentar. Sebelum kemudian ia merapikan kemejanya dan kembali berbicara. "Suatu kehormatan bisa membantumu dalam penyelidikan ini," katanya. Yang justru membuatku bingung seketika. Aku mengernyitkan kening, seperti gerakan refleks yang sama setiap kali Dante membuatku merasa kebingungan. "Membantuku?" "Sebenarnya ...," Dante mengeluarkan suara dan membuat atensiku teralih kepadanya. Ia terlihat menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal, sebelum akhirnya melanjutkan, "Aku adalah detektif yang disewa oleh orang tuamu." "Orang tuaku?" Hendrick pun menyela. "Sebenarnya, kami adalah polisi yang akan menyelidiki ulang kasus ini. Sesuai dengan permintaan dari keluarga Ethan." Aku memerhatikan setiap ucapan yang keluar dari mulut Dante maupun rekannya, Hendrick, dengan sangat hati-hati. Khawatir jika saja aku melewatkan satu informasi pun dari kedua orang yang kini berdiri di hadapanku. "Namun kami berdua sepakat untuk bersikap kooperatif dan berusaha untuk tidak mengabaikan setiap kesaksian yang kau katakan, di luar dari catatan medis dan latar belakang yang kami terima dalam persidangan pertama." "Kami juga akan menyelidiki catatan medismu, Ivana," tambah Dante tanpa keraguan sedikitpun. Namun aku menjadi sedikit bingung karena kata-kata mereka berdua. Hingga akhirnya aku pun bersuara, "Ada apa dengan catatan medisku?" "Ini sedikit aneh saat mengetahui kau mengidap bipolar, padahal selama ini, kau tidak memilikinya, bukan?" Dante kemudian melihat Hendrick. "Hendrick dan aku sepakat untuk mengambil kasus ini bersama dan menemukan keadilan untuk siapapun yang menjadi korban dalam kasus ini." "Tapi ... Ethan lah yang terbunuh. Dia jelas korban," ucapku. Setidaknya itulah faktanya. Aku tidak bisa berlari dari kenyataan bahwa pria itu meninggal di ranjangku, di rumahku. Dan tak ada orang lain yang dapat membela kesaksianku di malam kematian Ethan. "Tapi mungkin kau benar," tandas Dante. "Kau bisa saja hanya menjadi saksi kunci dalam kasus kematian Ethan dan pelakunya masih berkeliaran di luar sana." Ini membuat sesuatu di dalam perutku tergelitik. Aku pun terkekeh dan melihat mereka berdua bergantian. "Aku cukup penasaran dengan yang satu ini. Beri aku satu alasan, kenapa kalian sangat yakin bahwa aku bukan pelakunya?" Ada jeda di sana. Beberapa saat, sampai kemudian Dante melirik Hendrick untuk beberapa waktu dan kembali menatapku. Dengan ekspresi yang serius dan terlihat sangat yakin. "Karena kami menemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini." Aku hanya bisa melihat kedua pria yang merupakan bagian dari kepolisian ini dalam diam. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan lain di balik kematian Ethan hanya membuatmu sakit kepala. Sehingga aku memutuskan untuk mengalihkan pandanganku ke arah makanan. Sembari mencairkan suasana, aku pun berkata, "Baiklah. Bagaimana jika kita makan saja dahulu? Kalian pasti sudah merasa lapar juga, bukan?" Dante dan Hendrick pun duduk di kursi mereka. Kami duduk bersama, mengitari makanan yang tersaji di atas meja. Ada kecanggungan yang menyelimuti, karena meski kami sudah berada dalam posisi duduk, tak ada satupun dari kami yang bergerak untuk mengambil makanan terlebih dahulu. Sampai kemudian, suara Dante kembali terdengar di tengah-tengah kami. "Ivana, apakah kau tahu bahwa polisi yang memeriksaku dalam persidangan pertama adalah salah satu keluarga Ethan Brown?" Aku terkesiap. Lantas menatap Dante dengan ekspresi tak percaya. Namun pria dengan rambutnya yang dirapikan dengan jel rambut beraroma buah-buahan itu hanya menatapku segan. Ia sesekali melirik ke arah Hendrick, seolah sedang meminta persetujuan. Sebelum kemudian melanjutkan, "Dari awal, penyelidikannya janggal dan dipaksakan." "Aku dijebak." Satu-satunya yang terlintas dalam pikiranku setelah Dante menjelaskan semuanya, hanyalah bahwa aku telah dijebak oleh Ethan. Mungkin oleh keluarganya yang berengsek. Pasti salah satu di antara mereka. Maksudku, aku tahu mereka semua tak punya hati nurani. Namun aku tak tahu bahwa mereka memiliki otak licik dan jahat hanya untuk membuatku berada di dalam penjara. "Apakah itu juga direncanakan?" tanyaku. "Maaf?" "Kejiwaanku?" Aku mengangkat kedua bahuku dengan cepat. Tidak tahu lagi mana yang harus kupercayai sekarang. Ilusi atau kenyataan yang ada. "Apakah aku benar-benar sakit jiwa, atau ... atau semua ini juga hanya akal-akalan keluarga Ethan?" "Itulah yang hendak kami selidiki, Nona Arabelle," tukas Hendrick. "Orang tuamu meminta bantuan kami untuk dapat menyelesaikan semua ini. Mereka tidak ingin kau dijebak untuk yang kedua kalinya. Mereka tidak ingin melihatmu jatuh karena keluarga yang terus menerus menyakitimu." Dante tiba-tiba saja menarik tangan kananku, menepuk-nepuk pelan bagian punggungnya dan berkata, "Beri kami kesempatan untuk membantumu, menyelamatkanmu. Aku berjanji akan mengeluarkanmu dari masalah ini, Ivana. Bisakah kau mempercayai kami?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD