#23 : Bayangan dan Ingatan

1032 Words
MEMEJAMKAN mata adalah salah satu hal yang cukup sulit kulakukan. Sepertinya hal ini mulai terjadi setelah Ethan menunjukkan sikap yang berbeda dalam rumah tangga kami. Malam itu, dia kembali dalam keadaan mabuk. Untuk pertama kalinya dalam satu tahun pernikahan kami, Ethan menyentuhku, membiarkan tubuhnya menyatu denganku tanpa sedikitpun mengucapkan kata cinta. Sihir ajaib yang selalu membuatku luluh dengan pria itu mendadak sirna bak lenyap terbawa udara malam dan entah pergi kemana. Pula dengan hari-hari selanjutnya, Ethan kembali ke rumah saat hari sudah gelap, mencium keningku, tapi tak ada gairah di dalam matanya. Sorot mata penuh cinta dan kerinduan itu tak lagi terlihat di matanya setiap kali kami bertemu pandang. Ethan benar-benar sudah berubah. Waktu itu kesibukanku hanyalah menulis novel, lalu sisanya mengurus rumah. Berkebun, menghias rumah, menyiapkan makanan untuk suami saat ia pulang bekerja. Hidupku berjalan baik-baik saja sampai akhirnya malam itu datang. Beberapa pekan setelahnya, ia bukan lagi tak menatapku dengan perasaan cinta. Ia juga memperlakukanku seperti hewan peliharaannya. Memerintah, memaki, berbicara dengan kasar serta kekerasan fisik mulai kudapatkan setiap harinya. Dengan susah payah aku menutupi memar dan lebam yang menghias di area wajah hanya agar tak terlihat oleh orang lain. Mengingat bagaimana aku mati-matian menutupi kebusukan mantan suamiku hanya membuatku semakin merasa menyesal sekarang. Mengapa aku tak melawannya, atau menjadi sedikit lebih berani dengan bergerak atau bertindak untuk melaporkannya saat itu. Pikiran semacam itu terus menganggu, jujur saja. Takut, aku terlalu takut. Mungkin itulah alasan sebenarnya kenapa aku tak berani berdiri, mengangkat tanganku, menggunakan sisa tenaga yang kumiliki untuk balas mendorongnya, membuatnya menjauh dari jangkauan atau setidaknya untuk melindungi diriku sendiri dari pukulan atau tamparan yang berikutnya. Bahkan rasa takut itu menguasai hidupku sampai sekarang, sampai detik ini. Aku beranjak dari ranjang dan duduk di tepi. Menatap jendela yang sudah tertutup rapat oleh tirai keemasan dan kemudian menyalakan lampu utama. Sebelumnya aku berusaha tidur hanya dengan menyalakan lampu tidur yang diberikan oleh Louis. Namun sepertinya, insomnia kembali menyerang malam ini. Aku menghela napas untuk kemudian membuka laci nakas. Mengeluarkan botol yang berisi obat tidur dan menggenggamnya dengan erat. Aku benci melihat benda ini. Bagaimana bisa aku harus hidup dan bergantung dengan bantuan selama ini. Aku hanya ingin terlelap dan bermimpi indah, rasa-rasanya sudah lama sekali aku tak mendapatkan semua hal menyenangkan yang dimiliki oleh orang lain itu. Kulirik ponsel yang tergeletak di atas nakas, di samping lampu tidur berbentuk mawar yang masih menyala meski lampu tidur utamanya dalam keadaan menyala. Tak ada tanda-tanda dari Dante. Ia sama sekali tidak menghubungiku atau mengirimiku pesan. Mungkinkah aku merasa resah karena pria yang membuatku tertarik tak lagi berani mendekat? Mungkinkah aku khawatir dia akan berhenti mencoba dan meninggalkanku seperti yang terjadi seperti orang-orang lainnya? "Apa yang kau pikirkan, Ivana," desahku. Aku meneguk obat tidur kali ini. Sepertinya anti depresan dan obat tidur menjadi paket sempurna untuk hidupku yang menyedihkan. Oh, juga kesepian. Padahal sebelumnya, kurasa semua ini akan berjalan dengan baik. Pernikahanku di usia 24 tahun menjadi sesuatu yang membuat gadis-gadis lain iri. Aku bisa bertemu dan menjadi seorang istri dari sosok Ethan yang sempurna. Langkah kakiku bergerak menuju ke jendela. Kubuka sedikit tirai itu untuk bisa mengintip ke luar halaman. Hanya lampu taman dan bintang-bintang yang menyinari kebun bunga yang dirawat Mom selama aku pergi. Tidak banyak yang berubah. Beberapa bulan aku tinggal di sini, sendiri, menyepi setelah tiba-tiba Ethan datang dengan surat pemanggilan untuk sebuah sidang perceraian yang tak pernah kuharapkan. Orang tuaku bersedih. Namun juga tak bisa melakukan apapun terhadap hancurnya rumah tangga kami. Sampai kemudian lamunanku tersadar oleh suara ponsel yang bergetar. Ada satu pesan masuk yang sepertinya baru saja kuterima. Membuatku segera memeriksa benda pintar yang tak banyak kusentuh hari ini. Kedua dahiku sontak berkerut. "Dante?" Dante : Aku meninggalkan sesuatu di depan rumah. Periksalah. Pastikan kau mengunci kembali rumahmu begitu kau selesai. Siapa sangka, satu pesan singkat dari pria itu berhasil membuat sesuatu di dalam perutku tergelitik. Aku pun bergegas menuju ke lantai dua, untuk memeriksa apapun yang dikatakan Dante dalam pesannya. Tidak peduli malam sudah menyapa dan aku seharusnya tidur. Namun aku sangat bersemangat sekarang. Langkah kakiku terhenti begitu sampai di depan pintu utama rumah. Aku membuka kunci dengan segera dan menemukan kotak kecil dengan pita merah di atasnya. Cantik, apakah ini adalah hadiah? Aku meraihnya, mengambilnya dari lantai. Apakah Dante datang kemari hanya untuk meletakkan kotak kecil ini di sini, untukku? Tanpa sadar aku tersenyum saat membayangkannya. Dan seperti permintaan Dante dalam pesannya, aku pun segera masuk kembali ke dalam rumah dan mengunci pintu sebagai bentuk keamanan. Selanjutnya, aku pun kembali ke kamar dan duduk di tepi ranjang setelah mengunci pintu kamar. Kubuka secara perlahan pita yang menghias di bagian atas kotak. Lalu penutup kotak yang terbuat dari kardus ini pun terbuka. Ada sebuah cokelat dan sepucuk surat di dalamnya. Dan suratnya bertuliskan, Maaf karena meninggalkanmu tadi siang. -Dante. Aku mengambil sebatang cokelat dengan bungkusan emas yang disimpan dalam kardus. Dan tanpa sadar lagi-lagi senyumku mengembang. Ia tidak berpaling hanya karena aku bilang akan berhenti dalam penyelidikan ini. Setidaknya aku tahu bahwa kami masih dapat menjadi teman baik setelah ini. Lalu sebuah pesan masuk kembali muncul di ponselku. Membuatku segera mengambilnya dengan satu tangan dan memeriksa. Itu pesan dari Dante. Dante : Mari bertemu di Chocolate Kafe besok siang. Aku mendapatkan informasi baru terkait kasus ini. Mungkinkah kau tertarik untuk datang, Ivana? Sebenarnya, aku bisa saja benar-benar mengatakan bahwa aku akan berhenti menyelidiki kasus ini. Namun sepertinya, informasi yang dibawa dari Kristen pun tak bisa kuabaikan begitu saja. Andai saja aku dapat membuktikan bahwa mungkin salah satu anggota keluarga Brown lah yang bersalah, namaku bukan hanya akan kembali menjadi baik, tetapi mereka akan menanggung penderitaan yang selama ini kuterima. Ini bukan lagi soal memecahkan kasus kematian seseorang, kurasa aku akan merubahnya menjadi aksi untuk memperbaiki nama baik dan balas dendam. Untuk kedua alasan itu, aku tak akan berhenti sebelum benar-benar mendapatkannya. Jadi, mari kita lakukan dengan baik kali ini. Aku akan menemukan siapa pelakunya dan mengubah nama baikku kembali. Ethan harus melihatku bahagia sehingga semuanya menjadi adil untukku. Untuk : Dante Tentu. Aku akan datang. Aku juga memiliki informasi yang bagus. Sampai bertemu besok. Dan tak lama setelahnya, sebuah pesan pun kembali kuterima. Dante : Kali ini, jangan berhenti di tengah jalan. Sampai besok, Ivana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD