Chapter Bestfriends

1146 Words
"Stella, kami berhasil nemuin Karen di dekat sungai harapan. But ... she's gone. Karen is dead, Stella." *** ujuh hari setelah kematian Karen. SMA Nusantara, Jakarta. SMA Nusantara telah dihebohkan dengan berita hilangnya Karenina Wijaya--siswa berprestasi yang selalu menduduki peringkat tertinggi seantero sekolah--selama dua hari. Keributan di sekolah yang identik dengan siswa siswi berprestasinya itu semakin menjadi-jadi setelah kabar hilangnya Karen itu naik statusnya menjadi berita duka. Karenina Wijaya dinyatakan telah meninggal dunia saat ditemukan oleh polisi di dekat sungai harapan yang letaknya cukup jauh dari sekolah. Samuel Anggada Putra--sepupu Karen--bersama Antoni--ayah Karen--dan kepolisian setempat berhasil menemukan gadis malang itu pada pukul sembilan malam setelah melakukan pencarian selama belasan jam sebelumnya. Samuel mungkin syok karena pertama kali melihat mayat dengan kedua matanya sendiri dan meminta izin untuk tidak masuk ke sekolah selama beberapa hari setelah kematian sepupunya. Hari ini, cowok paling popular di SMA Nusantara itu akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Ia pergi ke sekolah dan menghebohkan siswa-siswi di SMA Nusantara karena kemunculannya. Samuel berjalan melewati gerbang tanpa ekspresi apapun, berusaha menghindari tatapan penasaran dan bisik-bisik siswa lain di sekitarnya yang ingin tahu tentang alasan di balik kematian Karen. Ada rumor yang mengatakan bahwa Karen bunuh diri karena dirisak oleh senior di hari sebelumnya. Namun rumor tetaplah rumor, belum terbukti kebenarannya. Samuel kemudian sampai di depan kelasnya. Sebelas IPA 1;kelas terfavorit di SMA Nusantara. Matanya menatap papan panjang bertuliskan nama kelas yang menempel di pintu dengan ragu sembari menghela napas panjang sebelum akhirnya memasuki ruangan. Samuel langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari sahabat-sahabatnya yang juga berada di kelas itu, tapi sesuatu mengganggunya. Ia pun segera masuk dan mengabaikan tatapan penasaran dari siswa lain untuk segera duduk di sebelah Stella;gadis popular di sekolah sekaligus salah satu sahabat Samuel. "Stell?" Gadis yang sedang asyik membaca novel dengan kedua telinga yang ditutup headset itupun menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya dan menoleh. "Samuel?" Stella buru-buru melepaskan headset dan mematikan musik dari ponselnya. "Lo sekolah hari ini?" Samuel tersenyum dan mengangguk. "Tapi, kenapa lo sendirian? Yang lain mana?" Stella menarik napas dan mengangkat kedua bahunya. "Everything's changed, Sam," katanya sedih. Cowok itu mengerutkan kedua alis tebalnya karena tak mengerti. "Maksudnya?" "Kita ngobrol di taman aja ya pas istirahat." *** Samuel dan Stella duduk bersama pada sebuah kursi kayu di sudut taman sekolah. Terdapat beberapa pohon besar yang rindang di belakangnya, sementara bunga warna warni yang sengaja ditanam para siswa pada pot plastik berjajar di sisi-sisi taman, melengkapi suasana teduh yang diciptakan tumbuh-tumbuhan hijau di taman itu sendiri. Stella menyedot teh kotak di tangannya dan menatap jauh ke arah lapangan di sebrang taman sebelum akhirnya berbicara. "Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi semuanya berubah setelah mereka tahu Karen meninggal, Sam." Samuel meletakkan teh kotak miliknya ke samping dan menatap Stella penasaran. "Maksudnya berubah?" Cewek yang membiarkan rambut panjangnya terurai ke punggung itu pun mengangkat kedua bahunya dan menoleh ke arah Samuel. "Seperti yang lo tahu, gue jadi sendirian semenjak Karen meninggal," katanya sedih. "Clara memangnya kemana?" tanya Sam ingin tahu. "Bukannya kalian berdua selalu kemana-mana bareng, ya?" Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Samuel. Lagipula siapa yang tidak tahu? Stella dikenal selalu dekat dengan Clara dan Karen. Mereka pergi ke toilet bersama, makan di meja yang sama bahkan punya jadwal menginap setiap akhir pekannya. Aneh rasanya jika melihat Stella sendirian sekarang. "Clara tiba-tiba jadi dekat sama Ganisa dan menjauh gitu." Stella mengalihkan pandangannya ke lapangan lagi. Menatap siswa-siswa yang tengah bermain basket di sana dengan pandangan sendu. "Setiap kali ditanya, dia selalu menghindar. Mungkin dia udah nggak mau temenan sama gue." "Ganisa? Kok bisa? Kalian bukannya musuhan sama Ganisa?" cecar Samuel tak puas. "Ini benar-benar nggak masuk akal." "I don't know, Sam. I really don't know," kata Stella yang kembali menyedot minumannya tersebut. "Lala berubah, so with Juna and Dimas." Selain Clara, Stella dan Samuel bersahabat dengan Juna Aditya--bad boy nya sekolah--dan Barata Dimas--si kutu buku yang kemana-mana selalu baca komik. Mereka berenam dikenal sebagai siswa terpopular di SMA Nusantara karena visual yang cantik dan tampan. Namun siapa sangka salah satu dari mereka akhirnya meninggal dan yang lainnya telah berubah. Sam menatap Stella tak percaya. "Juna juga? Bahkan si kutu buku Dimas pun melakukan hal yang sama, begitu?" Stella menggeleng lemah dan meletakkan teh kotak yang dibeli Samuel dari kafetaria sekolah ke sisinya, dekat dengan teh kotak milik sahabatnya itu. "Juna diskors karena mukulin senior sedangkan Dimas sibuk dengan persiapan lomba. Mereka kaya hilang di telan bumi aja gitu, mereka udah nggak pernah nyari gue," tukasnya. "Tapi anehnya mereka semua berubah setelah tahu kalau Karen meninggal." Samuel memicingkan matanya curiga. "Apa jangan-jangan mereka tahu sesuatu?" Kali ini giliran Stella yang mengerutkan dahinya. "Maksudnya tahu sesuatu?" "Alasan di balik kematian Karen. Gimana kalau mereka tahu sesuatu dan mencoba menghindar karena nggak mau bikin lo curiga?" tebak Samuel. Membuat kening cewek yang duduk di sebelahnya justru semakin berkerut dalam. "Bisa jadi, 'kan?" "Bukannya Karen meninggal karena bunuh diri?" "Kayaknya lo harus tahu sesuatu, deh." Stella terkesiap. "Gue nggak ngerti, asli. Sebenarnya apa yang mereka sembunyiin dari gue dan apa yang harus gue tahu dari lo, Sam?" Samuel melihat ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada siapapun selain mereka berdua di sana. Ia kemudian mendekatkan diri kepada Stella dan berbisik, "Gue nggak percaya kalau Karen meninggal karena bunuh diri, Stell." Cewek itu melebarkan matanya terkejut. "Maksud lo, Karen mungkin meninggal karena dibunuh?" tanya Stella dengan suara yang tak kalah pelan. "You must be careful with your mouth, Sam!" Samuel menggeleng kuat-kuat. Ia menatap Stella dalam dan penuh percaya diri. "Gue nemuin kertas ini di tangan Karen malam itu," ungkapnya seraya menunjukkan secarik kertas yang telah lusuh kepada Stella. "Dia pegang kertas ini erat-erat sampai kukunya sendiri hampir masuk ke dalam kulitnya." Stella yang penasaran pun akhirnya menarik kertas tersebut dari tangan Sam dan membacanya perlahan, "Someone please help me, Karen." Mata hitamnya yang bulat refleks melebar karena terkejut. "Lo harusnya jangan simpan ini, Sam. Lo harus kasih kertas ini ke polisi!" pekiknya dengan suara tertahan, berusaha agar siapapun tidak mendengar suaranya meski Stella benar-benar ingin memaki Samuel karena kebodohannya itu sekarang. Sam mendesah dan menarik kembali kertas tersebut untuk kemudian menyimpannya kembali ke dalam saku celananya. "Gue nggak bisa ngasih tahu ini ke Om Antoni, Stell. Gue nggak bisa lihat dia lebih sedih lagi," katanya beralasan. "Jangan kasih tahu siapapun tentang ini, cukup gue dan lo yang tahu." Stella menoleh ke arah lain, ke tempat siswa-siswa lain bermain basket. Ia mendesah frustrasi dan menggaruk tengkuk lehernya canggung. "Now, what? Kita nggak punya petunjuk atas kematian Karen dan kita nggak mungkin nuduh sahabat-sahabat kita juga, bukan?" "Karen selalu tertutup sama kita," tandas Samuel. "Tapi mungkin ada sesuatu yang dia coba bilang sama kita, tapi kitanya aja yang nggak sadar selama ini. Iya, 'kan?" Stella menggumam. "Gue jadi bertanya-tanya, sebenarnya kita ini sahabat Karen atau bukan, sih? Dia meninggal pun, kita nggak tahu karena apa." Ia lantas menatap Samuel prihatin. "Bukankah kita ini sahabat yang menyedihkan, Sam?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD