FJ - 04

4524 Words
Ghea memegang erat kotak bekal yang berada dipangkuannya. Nasi goreng dengan cabai yang banyak serta gurih dari bumbu penyedap, adalah menu bekal pertama yang Jason minta. Dengan senang hati Ghea memasukan banyak cabai dengan harapan semoga si cowok tengil itu mencret-mencret. Detik ini Ghea kembali kesal karena dengan penuh kebencian dan kemalasan, ia harus menjemput Jason. Sebenarnya bisa saja Ghea berangkat duluan dan meninggalkan Jason, tapi ia sedang malas berdebat. Biarkan. Biar sekali-sekali Jason merasa senang. Besok-besok? Akan Ghea siksa! "Neng, gak turun?" "Saya disini aja. Orang yang terpaksa saya tunggu bisa jalan sendiri kok." Supir taksi itu manggut-manggut. Sebenarnya Ghea belum mau naik taksi, tapi ada rencana jahat yang akan ia lakukan. Ia sengaja menyuruh supir taksinya menaikan harga argo. Ghea akan memeras Jason karena cowok itu yang harus membayar argo-nya. Ghea tertawa setan membayangkan dompet Jason akan kempes. "Morning, Bi." Ghea tersenyum judes kemudian menyuruh Jason langsung masuk taksi. "Bi, duduk dibelakang sama gue, lah." "Ogah." Ghea mengeluarkan novel yang sebentar lagi habis ia baca. "Gue sendirian, nih?" "Udah biasa sendiri juga." "Judesnya..." Ghea menaikan kedua bahunya dan mencoba fokus pada alur novel. Karena suara grasak-grusuk dari kursi belakang berhasil mengganggunya, Ghea melirik ke belakang dengan kesal. "Lo lagi nga----aw! b**o! Ngapain lepas celana disitu!" Ghea menutup wajahnya dengan novel yang ia pegang. "Ya terus dimana, Bi?" Tanya Jason dengan polos. "Ngapain sih dilepas-lepas?!" "Boxer-nya gak enak. Lagi benerin letak boxer. Marah-marah mulu ih." Ghea mengalihkan pandangannya pada jalanan depan. "Dasar gak tahu malu." Sindirnya dengan ketus. "Bi, kalau udah sampe sekolah bangunin ya. Masih ngantuk. Lo gak kira-kira sih jemputnya jam setengah 6." "Hm," Dan semuanya hening. Ketika Ghea ingin kembali membaca novel, supir taksi disebelahnya tertawa pelan. "Kenapa, pak?" "Itu, neng. Sleting Celana pacar neng belum dinaikin." Ghea melirik dari kaca spion depan, dan benar saja, si i***t itu selalu minta ditabok! "Biarin, pak. Dia emang gak punya malu." Ghea menggelengkan kepalanya karena bingung melihat perilaku Jason yang caper. Pasti cowok itu sengaja cari-cari sensasi. Ghea sudah hapal dan itu sama sekali bukan urusannya. "Sudah sampai, Neng." Ghea tersenyum pada supir taksi kemudian membuka pintu dengan pelan. Ia menggedor kaca pintu belakang sehingga Jason yang sedang berlayar ke alam mimpi langsung terbangun. "Bangun, wey!" Jason mengucek matanya sambil mencoba mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya komplit. Ia membuka pintu secara perlahan dan dengan santainya merangkul bahu Ghea. "Apaan sih pegang-pegang?!!" "Orang gue masih sakit. Butuh pegangan." "Macem orang buta. Awas, ah!" Ghea melepaskan rangkulan Jason dengan kasar. "Bayar tuh taksi!" "Lo yang bayar, lah." "Mana bisa!" "Pak, dibayar dia ya." Jason mengangkat jempolnya tinggi-tinggi pada sup-tak kemudian berjalan meninggalkan Ghea menuju gerbang. "Jason! Gue gak ada duit!" Jason membalikan tubuhnya kemudian tertawa sinis. "Makan tuh argo. Pake sok-sokan dinaikin. Wleee!!" Ghea ingin sekali melemparkan bekal yang ia pegang ke kepala Jason jika ia tidak ingat begitu susah memasaknya. s**l karena cowok itu nampaknya tahu rencana jahatnya. Sekarang? Ghea harus bagaimana? "Berapa, pak?" tanya Ghea dengan hati-hati. "Dua ratus ribu, neng. Kan neng sendiri yang minta argo kuda." Matilah guaa!! Ghea mengeluarkan dua lembar uangnya yang sangat berharga dari dalam dompet dengan wajah tidak ikhlas. "Semoga uangnya bermanfaat ya, pak." "Sama-sama, neng. Semoga neng juga langgeng sama si aa-nya ya." Ghea tertawa miris sambil berkata amit-amit didalam hatinya. Setelah menyelesaikan transaksi penuh dengan ketidak-ikhlasan, Ghea berjalan menuju gerbang dengan tampang lesu. Jason menunggunya didekat pos satpam sambil berbincang pelan dengan pak Joko. "Udah, Bi?" Ghea pura-pura tak mendengar dan terus saja melangkah. Merasa ditinggalkan, Jason langsung mensejajarkan langkahnya dengan Ghea. "Bukannya bilang kalau sleting gue belum dinaikin." Bisik Jason dengan pelan. Ghea tak berkomentar dan hanya pura-pura budeg. "Ayo!" Jason menarik tangan gadis itu menuju kelasnya. "Lo doyan banget narik-narik gue!" "Terus, maunya diapain?" Ghea melotot. "Iya, deh." Jaon menggenggam tangan Ghea dengan lembut dan akhirnya Ghea membiarkan Jason melakukannya tanpa berkomentar. Jujur saja, Ghea sudah malas berdebat dan otaknya pusing serasa siap meledak. "Udah sampe, Tuan putri. Gih masuk kelas." Ghea memandang ketus pada Jason yang tengah terkekeh. "Pergi sana lu." Usirnya galak. "Iya, nanti kita makan bekal itu bareng-bareng ditaman ya?" Ghea memberikan kotak bekal itu pada Jason dengan kasar. "Ambil, nih. Anggap aja sumbangan. Dan, gue gak mau makan sama lo!" "Meeeh, jahat banget. Banyak lho yang ngantri pengen makan bareng cogan." "Lo pikir lo ganteng?" Jason mengangguk sambil merapikan poninya. "Banget. Jadi, kita cocok. Gue ganteng lo cantik. Cocok banget gak sih kita?" Ghea memutar kedua bola matanya ke atas. "Gak! Pergi lu sono!" "Pikirin lagi, ih. Cocok tahu kita. Bikin bayi-bayi lucu juga cocok." "Nih, bayi-bayi lucu!" Ghea memberikan bogemnya pada kepala Jason sehingga cowok itu meringis. "Ampun, sayang. Lagi-lagi deh! eh, maksudnya gak lagi-lagi." "k*****t!!" "Ampun, Bi. Jangan pukul gue lagi. Kalau gue hilang ingatan lo sedih." "Bodo amat. Lo hilang dari muka bumi gue lebih bersyukur." "Jahat." "Emang, baru tahu?!" Jason mengelus dadanya. "Sabar, untung cantik..." "Ya emang!" Jason terkekeh pelan. "Iya, cantik. Lebih cantik lagi kalau jadi pacar gue. Mau?" "Pergi sono luuu!!" "Ke hatimu??" Ghea mengepalkan kedua tangannya lalu mencoba mengatur nafas. Sepertinya marah-marah bukan hal yang benar untuk saat ini. Guyonan Jason harus dibalas dengan guyonan juga! "Boleh. Sini masuk ke hati gue." "Serius?" tanya Jason dengan mata berbinar. "Serius dong." Ghea tersenyum Devil kemudian menendang kaki Jason dengan kencang. "Makan nih!" *** Ghea menepuk-nepuk kepalanya yang terasa sangat pusing. Pagi tadi ada ulangan fisika mendadak dan itu sangat menjengkelkan. Semua yang serba mendadak terkadang memang membuat beban bertambah. Kecuali mendadak dapat uang. Itu mujur namanya. Ghea biasanya oke-oke saja kalau ada ulangan mendadak, tapi hari ini ia sama sekali belum belajar karena semalaman tidur dan tadi pagi harus masak bekal untuk Jason. Ah, mengingat cowok itu, Ghea jadi kesal. Bukan rahasia umum lagi kalau Jason memang sangat jahil pada Ghea. Tapi anehnya hanya pada Ghea. Hal itu membuat semua murid cowok berspekulasi kalau Jason itu naksir Ghea walaupun kata-kata suka itu tidak pernah terlontar serius dari mulut Jason. Sedangkan murid cewek, terutama fans setia Jason, berkomentar bahwa Jason hanya tipe-tipe cowok badboy yang penasaran pada Ghea dan nanti lama-lama juga bosan. Pemikiran-pemikiran seperti itu yang membuat Ghea kesal dan benci pada Jason. Cowok semuanya sama saja. Tukang ngibul dan tebar janji-janji recehan. "Ghe, kemaren masalahnya gimana?" tanya Alen. "Selesai, kok. Cuma salah paham aja. Gue gak jadi di DO." Yaiyalah, gue dijadiin pembantu selama seminggu sama si cowok i***t itu! "Baguslah. Jason gak ngancem lo kan?" Boro-boro. "Enggak, kok." "Dia gak minta yang aneh-aneh 'kan?" Dia minta yang lebih dari kata aneh, Len! "Enggak, Len. Semuanya aman." Alen mengangguk mengerti. "Kalau dia gangguin lo, jangan diem aja." "Iya, Alen." "Mau ke kantin gak?" "Duluan, deh. Adina kemana?" Alen mengangkat bahunya. "Katanya sih mau ngurusin masalahnya sama Bian. Gak ngerti. Yaudah, gue ke kantin." Ghea hanya mengangguk dan tersenyum pada Alen. Sebenarnya Ia tahu kalau Adina memang sedang ada masalah dengan Bian karena pasangan itu putus secara tidak baik-baik. Adina yang nakal ketahuan main di club, sedangkan Bian yang notabennya ketua eskul Rohis, tidak mau pacarnya jadi cewek seperti itu. Jadilah, mereka putus walau sepertinya masih saling sayang. "GHE! ADA YANG NYARIIN NIH!!" Suara toa dari Olin membuat Ghea mengalihkan pandangannya. Ia langsung tersentak ketika melihat Jason yang berdiri didepan pintu kelasnya sambil menunjukan tinggi-tinggi kotak bekal yang ia berikan tadi pagi. Mampus, apalagi sekarang? Ghea bangkit dari duduknya sambil mencoba mengontrol emosi agar tidak menendang Jason keluar dari kelasnya sekarang juga. "Apa?" Tanya Ghea dengan ketus. "Makan siang bareng gue, Bi." "Gue gak---" "AAA.... DEMI APA KALIAN MAU MAKAN BARENG? UDAH JADIAN YA? HAYO NGAKU?!!" Olin menepuk-nepuk meja dengan heboh. "Jangan bikin gosip, Lin." Ucap Ghea malas. "Yey! Ghea mah malu-an orangnya. Jujur aja, keles! Iya ya, J? Kalian udah jadian?" Jason mengedipkan sebelah matanya pada Olin. "Lagi usaha." "SO SWEET GILAAAK!!" Ghea menutup telinganya yang hampir pecah mendengar teriakan Olin yang maha dahsyat. Dari mana so sweet-nya? Dari mana?! "Olin jagain Ghea ya kalau Jason lagi dikelas?" "Siap, J!" Ghea memandang ketus pada Jason yang sedang berbincang manja dengan Olin. Mereka berdua seperti anak itik dan induknya yang baru saja reunian. Iew! "Ayo pergi." Sindir Ghea. "Ah, Olin..." Jason memberikan cengirannya pada Olin. "Jason mau makan dulu sama Ghea, ya?" "Iya, J. Silahkan-silahkan." "Lo berdua lama-lama gue nikahin." Mendengar ada sebuah sindiran halus, Jason langsung melirik jahil pada Ghea sambil menaik turunkan alisnya. "Kenapa lo gerakin alis jelek lo kaya gitu?" ucap Ghea dengan galak. "Menjijikan." "Uh, cemburu, Bi? Tenang. Gue Cuma bakalan nikah sama lo doang kok." "Bodo amat." "AMIN!!" "Eh, sembarangan!" Jason terkekeh kemudian dengan seenaknya menarik tangan Ghea keluar kelas. Riuh sorak sorai dari remaja-remaja ABG penghuni kelas menjadi irama pengantar kepergian mereka. Kepergian? Kesannya gue sama Ghea meninggal, Thor. J, berisik lo. Udah syukur gue bikinin cerita! Iya, ampun, Thor... Meninggalkan perdebatan tidak penting antara Jason dan sang Author, kita kembali ke topik. Akhirnya mereka disini sekarang. Jason membawa Ghea ke taman belakang yang super sepi karena sekarang semua makhluk di MIS pasti sedang berhimpit-himpitan dikantin. "Bi, kayanya nasi gorengnya enak 'ya?" Ghea bergumam tidak jelas. Sebenarnya ia masih kesal memikirkan uang yang niatnya akan ia belikan novel keluaran terbaru ditoko buku langganannya harus berpindah tangan pada supir taksi. Jason memang pembawa s**l! "Bi, gue makan nih." "Yaudah sih. Bawel banget kaya bebek." "Manyun dong, gue?" "Emang." Jason terkekeh sambil membuka kotak bekal yang berisi nasi goreng penuh cabai. Belum menyentuh lidah saja Jason tahu kalau ini akan sangat pedas. Kesukaannya! "Jasoooon!! Gue lapar mas broo!!" Jason menutup kembali kotak makan itu ketika Denis datang mengusap-usap perutnya. "Kalau laper pergi ke kantin. Ngapa ngadu ke gua?" Denis memasang wajah lugu seperti sapi yang akan disembelih. "Ya, ampun. Kenapa gue gak nyadar kalau lo itu jelek banget?" "Bisa aja lu, Sat." Tanpa menunggu persetujuan, Denis langsung duduk disebelah Jason sehingga Ghea tergeser sedikit. "Ghea, pinjem mas Jason-nya ya?" "Ih apaan sih? Orang kita lagi mesra-mesraan. Ganggu aja lu, badot!" Jason menepuk kepala Denis dengan sendok yang ia pegang. "Nanti dulu ngapa. Mesra-mesraan lo bisa dilanjut. Kalau masalah perut gak bisa ditahan. Demi tuhan gue lapeeer." Karena tidak tega, Jason akhirnya memberikan kotak bekal itu pada Denis. "Ghea masakinnya pake hati buat gue. Abisin nih." "AH TUHAAAN. KAU BERIKAN AKU ANUGERAH TERINDAH DENGAN MENURUNKAN COWOK SEBAIK AA JASON." "Geli, najis." "Bodo yang penting kenyang." Jason melirik Ghea yang terhalang tubuh tinggi Denis. Ia tersenyum kecil karena melihat Ghea yang memasang wajah geram. "Kenapa, Bi? Kok mukanya cantik-cantik kesel gitu pas nasi gorengnya dimakan Denis?" "Mana ada? Gue gak papa." Ketika Jason siap membalas ucapan Ghea, teriakan Denis yang menggelegar membuatnya menjitak kepala Denis agar cowok itu tidak mengganggu acaranya secara terus-terusan. "SAKIT PERUT GUA ANJING." Jason mengerutkan dahinya mencoba menelaah apa yang terjadi. Setelah tahu akar permasalahannya, Ia kembali melirik Ghea dengan tatapan jahil kemudian bergumam, "Abighea Citra jahat banget. Mau niatnya bikin gue sakit perut, eh, salah sasaran. Kacian." "Enggak!" Bela Ghea. "Gue dari tadi emang ngerasa ada atmosfir kegelapan sih dari nasi gorengnya. Jahat lu, Bi." "Gue gak masukin apa-apa, Jason!" Denis memegangi perutnya. "Jangan berantem, Woy! gue pengen boker!" "Boker lah. Gak ada yang ngelarang." "AH GAK TAHAAAN!!" Jason menendang p****t Denis supaya sahabatnya itu cepat-cepat mencari toilet terdekat daripada harus boker dicelana. "Aduh, Bi. Kalau kayak gini gimana?" Jason memandang nasi goreng yang baru dimakan setengah oleh Denis. "Gue laper, Bi. Dan nasi goreng ini tidak layak dimakan karena sudah menjatuhkan korban jiwa." Ghea mendengus. "Derita lo." Jason mengambil ponselnya kemudian men-dial nomor seseorang. ["Hallo, mas Jason?"] "Pak Dadang? Kantin rame ya, pak?" ["lumayan, mas. Kenapa? Mas mau pesen makanan?"] "Anterin ke taman dua piring siomay sama seplastik es batu kecil-kecil ya, pak." ["Monggo, mas."] "Makasih, pak." Jason kembali menyimpan ponselnya sambil nyengir. "Sip. Kita tetep bisa makan, kok." "Lo ngapain tadi?" "Pesen makan sama pak Dadang." "Siapa elo seenaknya nyuruh-nyuruh orang?" Jason terkekeh. "Gue Jason Argadhika yang gantengnya masya Allah banget." "Najis lu." "sama-sama." Ghea mengangkat bahunya tanda tidak mau melanjutkan perdebatan yang tidak akan ada habisnya. "Jason, Bro!!!" "Remond, Bro!!" Jason bangkit dari duduknya dan langsung berlari menuju tembok belakang. "Ngapain lu, Bro?" "SMA Intel ngajakin anak Garuda tauran. Zaky gak bisa ikut lagi berantem ama ceweknya. Gue butuh bantuan lo, Mas bro." "Ah, anak Intel yang kalau sekolah pada pake alis itu cowok-cowoknya? Meh, sikat langsung!" "Sikat!" Jason hendak menaiki pagar tetapi lengannya langsung ditahan seseorang. Melihat siapa yang menahannya, Jason langsung tersenyum manis. "Eh, Bi-bi..." "Lo mau ngapain?" "Cowok gentle itu Tauran. Gue mau memperkuat ke-gentle-an gue." "Gue bilangin pak Koko!" Jason melepaskan tangan mungil Ghea dari lengannya. "Bi, SMA Garuda butuh gue. Gue jelasin nanti." "Jason!" Jason mengedipkan sebelah matanya pada Ghea. Sebelum pergi ia menarik pelan ikat rambut Ghea. "Jimat keselamatan." Ucapnya. Kemudian ia langsung menaiki tembok. "Jason bakal baik-baik aja kalau itu yang lo takutin." Ucap Remond dengan senyum jahil. Ghea mengangkat bahunya cuek kemudian mundur beberapa langkah. "Jangan lupa undangan kematiannya gue tunggu." Jason terkekeh pelan. "Gue jadiin omongan lo itu semangat gue. Jangan lupa dimakan siomay dari pak Dadang ya, Bi! Gue pergi!" *** Jason melepaskan kancing seragam teratasnya sehingga sekarang udara dari kipas yang berada dihadapannya bisa menembus masuk kedalam kulitnya yang sangat penuh dengan keringat. Ia juga merapikan ikatan diponinya agar udara tidak terhalang. "Mujur lu, Ris. Hampir ke bacok tadi lu." Aris mengangguk. "kalau gak ada Jason, gue selesai." "Ah, Aris bisa aja. Jason gak sehebat itu kok." "Najis ucapan lo, J." Jason terbahak. "iya emang najis. Gue aja geli sama diri gue sendiri." "Bagus kalau lo nyadar." Dan, cowok-cowok yang baru saja mempertaruhkan nyawanya itu sekarang tertawa terbahak-bahak seperti dunia hanya milik mereka saja. "Mau jadi apa ya, kita? Tauran, bolos, main cewek." "Opsi yang ketiga gue gak ngikut, Mon." Ucap Jason. "He-eh lah, aing tahu kamu lagi bogoh-bogohnya sama si dia." "Siapa?" Tanya Aris. "Siapa lagi, Ris. Bi-Bi nya itu." Jason tertawa. "Gak danta lu pada." "Siapa? Ghea?" Remond menoyor kepala Aris yang terkadang lemot. "Ini otak jangan diisi bokep mulu makanya. Pas dibutuhin gak berguna kan!" "LU SENDIRI BANDAR BOKEP, SETAN." "LU JUGA SETAAAAN!" "Ah... berisik lu pada." Jason membuka seluruh kancing seragamnya karena perdebatan tak bermutu antara kedua sahabatnya itu sangat memusingkan. "J, tapi serius, lo beneran sama tuh cewek jutek?" Tanya Aris. Jason langsung tertawa. "Dia enggak jutek sebenernya. Sama gue doang dia gitu." "Dia ada feeling kali kalau lu manusia jahanam." Sindir Remond yang langsung dihadiahi tonjokan pelan dari Jason. "Greget gue sama dia. Beda aja. Sikap dia tuh ke gue gak dibuat-buat. Gak dimanja-manjain kaya cewek-cewek lain. Gue aja di cekek kemaren." "Capek-capek banget ngejar cewek, J? Banyak lho yang demen ama lo." Kata Aris. "Cowok kan kodratnya emang ngejar 'kan? Banci kalau pengen disodor-sodorin cewek." "Gue kesindir." Ucap Remond memasang wajah sok frustasi. "Enggak niat nyindir siapapun, Mon. Gue tahu gue gantengnya kebangetan, tapi gue tetep pengen ngerasain sensasi gimana ngejar cewek." "Kalau ditolak?" "Ya mampus!" Ledek Remond. "Masalah ditolak atau enggak, itu biasa." "Sensasinya yang pengen lo kejar, atau si ceweknya?" Aris kembali bertanya. Jason hanya terkekeh kemudian menjawab, "Buat Ghea kayanya opsi ke dua." "AH GILAK. SEORANG JASON MAU NGEJAR CEWEK SEJUTEK GHEA? BUNUH GUE DIKASUR, JABLAYYY!!" Remond berteriak heboh. "Apa sih yang bikin lo fanatik banget buat ngejar dia? Cantik sih. Tapi yang lain juga banyak yang gak kalah cantik." Jason menepuk bahu Aris. "Beda. Cantiknya Ghea natural. Dia gak usah pake bedak setebel jalan Tol tapi cantik kan?" "Cowok semua sama aja. fisik yang utama. Termasuk gue." Remond mendengus. "Ah udah ah, kenapa jadi ngomongin masalah pribadi gue?" "Uh, sejak kapan Jason punya masalah pribadi?" "Bacot lu k****t fir'aun!" *** Jason : Bi Jason : Bi Jason : Bismillah... Jason : hirahmanirahim... Jason : biii balesss Ghea memijat pelipisnya karena membaca chat panjang beruntun dari Jason. Melihat sahabatnya begitu frustasi, Adina menepuk bahu Ghea dan bertanya apa yang terjadi. "Sepupu lo bikin gue gilak." "Jason? Oh..." ucap Adina santai kemudian kembali memakan buburnya. Mereka lagi nongkrong di BY. Mantap 'kan? Lumayan wifi gratis. Jujur aja sama gua kalian para manusia j*****m seneng kan kalau nongkrong ditempat yang wifinya kenceng kaya p****t Kim kadarshian? "Jadian aja kenapa sih, Ghe? Jason kayanya beneran suka sama lo." Ghea menggeleng. "Ogah." "Lo gak akan mati gaya kali pacaran sama Jason. Malah lo bakal famous. Lo tahu sendiri karir sepupu gue itu begimana di MIS." "Please, dia gak seganteng itu." Adina tertawa. "Coba aja, Ghe. Kali aja kalau lo jadi pacar dia, dia berhenti jailin lo. Cuma bikin dia diem aja. Cowok kaya Jason tuh cepet bosen. Percaya sama gue. Setelah dia udah pacaran sama lo, seminggu dua minggu pasti minta putus." Ghea mencoba memikirkan ucapan Adina. "Gue kepikiran kesitu, sih." "Iya, terus?" "Gue sebenernya emang ada niat bikin dia gak jailin gue lagi. Tapi kalau pacaran kayanya terlalu ekstrim." Adina menggeleng. "Lo ngerasa gak selama lo sekolah di MIS gak ada cowok yang deketin lo? Lo jomblo seumur hidup?" "Gitu banget idup gue." "Haha, tapi serius ya, Ghe. Cowok-cowok disekolah tuh bukannya gak tertarik sama lo, tapi mereka takut karena Jason tuh deketin lo terus. Lo tahu sendiri Jason didewain di MIS. Kalau sampe kelas dua belas Jason terus jailin lo gimana? Selama menjabat jadi anak SMA, lo gak akan pernah punya mantan satu pun, Ghea." Benar juga. "Jangan pake hati. Anggap aja bikin Jason kapok. Kalau bisa lo bikin dia beneran jatuh cinta sama lo. Apa salahnya, Ghe? Coba dulu deh." Ghea mengetuk-ketukan telunjuknya diatas meja. "Yakali gue to the point pengen jadi cewek dia?" "Gak gitu juga. entar gue ngode deh ke Jason supaya dia PDKT-in lo. Mau?" Ghea mengangkat bahu dengan ragu. "Gue gak tahu." "Coba dulu aja deh lo pacarin dia, abis itu lo bebas mau putusin dia atau gimana. Biar lo gak dijailin terus. Kalau udah jadi mantan pasti gengsi mau ngejailin kan? Gue tuh gak mau sahabat gue ini gak dapet cowok sampe lulus. Prihatin." "Jadi?" "Selamat datang calon pacarnya Jason..." "Kok gue geli?" Adina terkekeh. "bales gih chat Jason. Anggap aja latihan karena hari-hari berikutnya lo bakal chat tiap hari sama dia." "Ngeri." "HAHA." *** Remond : Jason manaaaa woiiii Denis : Jason yuhuuu Remond : ngapa lu yg muncul b*****t? Jason : ngapa lu yg muncul b*****t? (2) Zaky : ngapa lu yg muncul b*****t? (3) Denis : tega lu mon Remond : HAH TETE GAK RATA? Denis : kampreeet Aris : ngapa lu yg muncul b*****t? (4) Denis : balesan lu telat anjing -__- Zaky : kocak liat balesan si Aris Remond : tolol Denis : bangsat Zaky : bego Aris : ada apaan? Rame bener? Remond : BODO AMAT LU n*****t AJA SANA Aris : oke Remond : ngajak berantem lu bangsat Zaky : kawin aja sono lu bedua Remond : eh wei ini si Jason mana dah? Zaky : aa jesen... Jason : knp mon? Jason : nama gue Jason bangsat Zaky : lu emg bgst lol Remond : AA JESEN LU SAMA DEDEQ DENIS HOMO YA?!!!! Denis : ANJENG Jason : gue masih normal kunyuk Remond : lirikan matamu adek denissss Denis : ah t*i men... gue difoto itu kemayu banget Zaky : mupeng kek nahan berak Aris : itu poni sadar weeeyyy Jason : poni penomenal ini ris :D Jason : gue ngapa liatin lu bgtu den? Denis : entah Denis : jangan-jangan?? Remond : jangan-jangan???? Jason : jangan-jangan???? (999+) Denis : jangan-jangan kau menolak cintakuuu. Putuskanlah pacarmu lalu bilang aylapyuu Zaky : si t***l malah nyanyi Denis : J sebenarnya kita ini apa? >_ Aris : emot lo kampret Zaky : gak nahan Jason : kita butiran debu Remond : tahan ky awas keluar didalem ntar bunting Remond : untung gue butiran kristal Jason : gue out Jason terkekeh pelan ketika melihat isi grup chat yang tak berguna dan sebenarnya hanya menambah beban ponselnya. Ia memilih meninggalkan para sahabatnya itu kemudian memakai kemeja kotak-kotak dipadukan dengan celana jeans selutut serta sepatu tali berwarna putih. Jason merapikan poninya sebentar dan setelah dirasa cukup, ia langsung menyambar kunci motornya. "Gue harus pilih yang mana?" Jason sekarang sudah ada ditoko buku dan ia bingung ingin membeli yang mana. "Cover buku yang dibaca Ghea mana sih?" "Cari apa, mas?" "Eh," Jason menggaruk kepalanya. "Ini gue mau beli novel. Tapi gak tahu mau beli yang mana." "Penulisnya siapa?" "Mana gue tahu." "Niat beli gak, mas?" Jason memperhatikan mbak-mbak yang nampaknya mulai kesal. "Gak jadi deh, Mbak. Saya mau beli ditoko buku lain aja." "s****n. Buang-buang waktu gue aja lu!" "Aduh, Mbak. Yang sopan sama pembeli." Mbak-mbak itu berteriak memanggil satpam dan Jason langsung mengerti usiran tak halus dari sang mbak-mbak. Jason berlari keluar untuk mencari toko buku lain yang penjaganya lebih manusiawi. "Sekarang tuh zaman edan. Pembeli dibentak-bentak. Gak ada pembeli siapa yang mau beli?" omelnya. Jason melangkah menuju toko buku kedua dan kali ini ia juga tidak bisa menemukan buku yang ia maksud. Merasa kesal, Jason memilih pulang saja atau nanti mampir sebentar kerumah Denis. "Denis!!!" Jason mengetuk-etuk jendela kamar Denis sambil berteriak. Tak lama, Denis membuka jendelanya dengan wajah sok ngambek. "Ngapain lu?" "Jangan pundungan, pamali." "Pergi sono lu." "Lama-lama lu gue santet. Dah ah gue mau masuk." Jason membuka jendela itu lebar-lebar dan dengan sekali loncat ia berhasil masuk kedalam kamar Denis yang berantakannya minta ampun. Maklum anak cowok. "Eh, iya, Den. Kunci mobil lo mana?" "Buat apaan?" Jason mengibaskan sebelah tangannya. "Suntuk. Cepat, ih. Antara hidup dan mati gue, neh." "Sok-sokan punya kehidupan." "Ayolah Denis sayaaaaang. Paling kucinta. Pangeranku, mimpi indahku, taik kucingku..." Denis membuka lemari bajunya kemudian melemparkan kunci pada Jason. "Tuh!" "Sip!" "Buat apaan sebenernya?" "Ah," Jason tertawa kencang. "Gue mau ke pelelangan ilegal ikan cupang." "Kualat lu." "Sok suci." Denis mendengus. "Itu gue yakin pasti cupang-cupang yang dijual tak bersertifikat resmi." "Lu mau ikut kagak?" "Idih," Denis menggeleng pelan. "GILAK LU! GUA IKUT LAAAH!!" *** Ghea memperhatikan Arianna yang sedang terkena omelan mamanya. Adiknya itu ketahuan menyembunyikan kertas ulangan matematikanya yang jeblok. Mamanya tambah marah ketika adiknya itu berkata, "Yang dapet nilai dibawah Rianna lebih banyak, Ma." Sebagai kakak yang baik, Ghea mentertawakan Arianna dengan pelan meski sekarang rasanya ia ingin terbahak. "Kak, kamu berangkat aja. Rianna mau mama hukum dulu." Ghea menyalami mamanya kemudian memeletkan lidahnya pada sang adik yang cemberut. Didepan rumah, sudah ada taksi pesananannya yang setia menunggu. Ghea langsung masuk dan memberi tahu pada sup-tak agar menjemput seseorang dulu sebelum ke MIS. Kalian tahu siapa seseorang itu. "Morning, Bi. Jam 05.55. Kemana dulu?" Ghea mendengus pelan. "Masuk aja kenapa, sih!" "Oke." Ghea melirik Jason dari kaca spion depan. Cowok itu duduk diam sambil membaca sebuah komik. Ghea menghela nafas senang karena Jason tidak berbuat sesuatu yang aneh seperti kemarin. "Hari ini gue yang bayar, Bi." "Hm." "Bekal gue dibikinin kan?" "Hm." "Hm terus? Kebelet?" "Sudah sampai, Mbak-mas." Ghea tersenyum pada sup-tak. "Dibayar sama yang dibelakang, pak." Ghea sudah keluar dari taksi dan ia sempat merapikan seragamnya sebelum melangkah menuju gerbang. "Bi, tunggu." Ghea memutar badannya. "Paan lagi?" "Nih buat lo." Jason memberikan sebuah bingkisan berbentuk kotak sedang berwarna coklat. "Ini apaan?" "Ambil aj---" Bughh!! "Oh ini dewa-nya Mahardika!" Ghea melirik segerombolan cowok tidak kenal yang menghampirinya. Cowok yang barusan bicara adalah orang yang mendorong Jason sehingga tubuhnya oleng dan bingkisan yang dipegang Jason terlempar jauh ke jalan. "Ada urusan apaan nih?" Jason sudah berdiri dan bisa melihat gerombolan banci yang beraninya main keroyokan. Ia melangkah mendekati Ghea lalu menggenggam tangan Ghea agar gadis itu berdiri dibelakangnya. "Lo yang bacok anak Intel kemaren? Lo yang namanya Jason?!" "Gak usah pake urat dong." Ucap Jason dengan santai. "Anak Intel gak ada masalah sama Mahardika. Gak usah sok jago ngelindungin Garuda!" Jason tertawa mengejek. "Sini lawan satu-satu kalau berani." "J," Jason melirik Ghea kemudian tersenyum. "Mundur sebentar ya, cantik? Enggak lama kok." Ghea mempererat genggaman tangannya pada Jason sehingga cowok itu kembali meliriknya. "Banci, segitu nyali lu? Cowok apaan lu takluk sama cewek?!" Jason menatap tajam ke arah cowok beranting dua ditelinganya. "Masa dewa Mahardika kalah sama makhluk lemah macem cewek?" "Kont*l mana kont*l!!" Bugh!! "Jason!" Ghea mencoba menarik tangan Jason yang kembali siap memberikan bogemannya. "Wah b*****t lu!" "Sini maju!" tantang Jason. Bugh! Bugh! "Cukup, J." "Mereka harus dikasih pelajaran!" Ghea mundur beberapa langkah karena bingung ingin melakukan apa. Ini masih terlalu pagi sehingga belum ada guru ataupun siswa yang lain. Ghea menggigit bibir bawahnya karena melihat Jason yang mulai kewalahan. Satu lawan lima. Tentu saja itu bukan lawan seimbang walaupun Jason jago berkelahi. Bugh! "Mati lu setan!" "Cukup!" Ghea langsung berlari menghampiri Jason yang tersungkur jatuh karena mendapat bogeman diwajahnya. Ghea memandang gerombolan cowok banci itu dengan wajah ketus lalu membentaknya dengan galak. "Pergi lo semua! Pergi!! Atau gue laporin ke polisi!" "Ayo cabut. Inget ya, Jason, urusan kita belum selesai!" "Gue tunggu!"Jason mengacungkan jari tengahnya ke atas. "Stop," Ghea menurunkan jari Jason dengan tatapan marah. Jason terkekeh kecil kemudian mengedipkan sebelah matanya. "Ketahuan deh, gue badung..." Ghea bangkit berdiri tanpa membangunkan Jason. "Syukurin. Enak muka lo bonyok?" "Bantuin gue, Bi. Sakit nih." "Bangun aja sendiri!" Jason menyentuh sudut bibirnya kemudian meringis pelan. "Adaw!" "Sini bangun!" Jason terkekeh pelan ketika Ghea menarik lengannya dengan tampang jutek. "Ayo gue anter ke UKS." "Makasih ya, calon pacar." Ghea tak menjawab dan ia memilih membantu Jason untuk melangkah. "Bi," Jason melepaskan tangan Ghea dari lengannya. "Bingkisan buat lo, Bi!" "Bingkisan apa?" "Yang tadi gue kasih. I-itu kemana?" Ghea mengedarkan pandangannya untuk mencari sesuatu yang Jason maksud. "Tuh dijalan. Gue ambil dulu." Ghea menahan lengan Jason sambil menggeleng. "Gak usah lah, J." "Enggak. Itu buat lo. Gue ngasih itu buat lo." "Emang itu apaan?" Jason tersenyum kecil. "Tunggu disini." Ia langsung berlari ketengah jalan untuk mengambil bingkisan yang tergeletak menyedihkan. Jason kembali lagi menghampiri Ghea dan sempat membersihkan bingkisan itu sebelum ia berikan pada Ghea. "Ini, Bi. Untung gak rusak." Ghea mengambil bingkisan itu lalu kembali membantu Jason berjalan menuju UKS. "Buka, Bi." "Ya nanti." Setelah mereka sampai di UKS, Ghea langsung menyuruh Jason duduk ditempat tidur dan ia sendiri mengambil kotak P3K. "Pelan-pelan, ya?" Ghea mengangguk dan dengan perlahan membersihkan darah disudut bibir Jason menggunakan kapas dan alkohol. "Pelanin dong, aduh!" "Mampus. Enak kan?" Jason meringis. "Perih, Bi." "Suruh siapa berantem?!" "Mereka yang mulai. Cowok gentle jangan mau ditindas. Cowok gentle harus bisa berantem." "Cowok gentle tuh gemar ibadah, bukan bikin mukanya bonyok!" "Ugh, ayo ibadah bareng." "Nih, ibadah!" Ghea menekan luka disudut bibir Jason dengan kencang sehingga cowok itu meringis kesakitan. "Dah ah gue mau ke kelas! silahkan menikmati ke-bonyokan anda, Tuan belagu!" "Bi," Jason menahan lengan Ghea agar gadis itu tidak beranjak dari hadapannya. "Buka dulu bingkisannya, Bi." "Penting bangt?" Jason mengangguk. "Antara hidup dan mati gue." Ghea mendengus kemudian mulai membuka bingkisan yang sebenarnya sudah agak acak-acakan karena terlempar jauh ke jalan sewaktu tadi Jason adu jotos. "J," Ghea menatap Jason dengan wajah tidak percaya. "Ini, lo?" "Iya, Novel. Gilak harganya mahal banget." "Tahu dari mana gue ngincer novel ini?" "Suka?" Tanya Jason mengalihkan pembicaraan. "Gue gak mau. Ini mahal banget. Nih, ambil lagi." "Apaan sih. Itu buat lo. Gue ikhlas. Walau sebenernya cupang gue harus begadang buat balapan semaleman." Jason terkekeh pelan karena sudut bibirnya masih perih. "Seriusan?" Jason mengangguk lagi. "Ambil. Anggap aja ngegantiin uang taksi kemaren." Ghea memandang novel cetakan kedua yang memang sudah ia incar dari kemarin-kemarin. Tapi ia tidak pernah menyangka bahwa Jason yang akan memberikannya. "Cover-nya lucu ya, Bi. Warnanya sama kaya k****t lu waktu naik tembok belakang."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD