FJ - 05

4529 Words
"Gimana, Ghe?" Ghea menghela nafasnya kemudian menggeleng. "Bersyukur karena gue gak jadi di DO." "Jadi mamanya Jason nerima permintaan maaf lo?" Ghea mengangguk. "Iya. Itu Cuma salah paham aja." "Ghea, gak ada yang lo sembunyiin 'kan?" Ghea menggeleng lagi. "Kak Rey tenang aja. gue sama Jason aman." "Oke." Reyhan menghela nafasnya. "Gue gak tahu apa yang diomongin lo sama mereka kemaren, yang pasti, kepsek seneng karena lo sama Jason akur. Kalian sekarang jadi temen kan?" Temen? Gue juga gak ngerti. Ghea mengangkat bahunya. "Mungkin." "Kemaren pak Koko bilang kalau Jason gak telat, dan itu gara-gara lo. Bagus, Ghe." Ghea melirik Reyhan dengan dahi berkerut. "Bagus?" "Iya. Lo bisa bikin murid terbadung kaya Jason mau dateng pagi." "Oh, iya." "Dan gue bener-bener seneng karena kemaren, gak ada ribut-ribut sama sekali. Ghe, hal ini bagus buat lo. Kalau lo bisa rubah Jason, guru-guru bakal ngecap lo baik." "..." "Bayangin, kalau Jason berubah, lo gak akan dijailin, lo gak akan ganti kaca mading lagi, hidup lo akan tenang. Jadi, gue minta dengan amat sangat, kalian baikan dan temenan." Ghea menganggguk entah untuk apa. Temenan? Gak bikin ribut? Malah, rencananya Ghea akan buat ribut dengan Jason setelah keluar dari ruangan Reyhan. Ini dikarenakan perdebatan di UKS yang belum selesai. "Cover-nya lucu ya, Bi. Warnanya sama kaya k****t lu waktu naik tembok belakang." Ghea melirik Jason dengan tatapan membunuh. "Lo," jari telunjuknya sudah berada didepan wajah Jason."Lo ngintipin gue!" "Aih, keceplosan." "b******n!" Jason berlari kesudut ruangan sambil nyengir. "Dikit doang kok liatnya." "Gue bunuh lo! Sini lo!" "Enggak liat isinya, kok. Beneran deh." Jason menunjukan jari tanda berdamai pada Ghea. "m***m lo! s****n! b******n!" "Yang m***m itu si Remond, Bi. Gue enggak." Ghea terus mencoba mengejar Jason yang berlari dengan lincahnya. Teriakan-teriakan Ghea mendominasi ruang UKS yang sepi. "Sini lo---" 'Panggilan kepada Abighea citra, ditunggu diruang ketos. Terima kasih.' Dan jadilah, sekarang Ghea tengah berhadapan dengan Reyhan untuk menjelaskan semuanya kecuali deal-deal-annya membuat sarapan dan antar jemput Jason. "Lo dengerin gue kan, Ghe? Kalau lo berdamai sama Jason, bayangin tentang hidup damai lo, dan juga perhatian guru-guru ke lo." Ghea mengangguk pelan sambil memikirkan ucapan Reyhan dan juga Adina waktu di BY. "Mereka berdua bener, kalau gue sama si caper itu akur, minimal gue gak akan dijailin lagi kan? Bener gak ya?" Ghea mulai berdebat dengan hati dan pikirannya sendiri. "Ghe, mading kok masih kosong? Ini udah hari Jum'at, lho." Ah, anjrit. Gue lupa! (*) "Ghea, cintakuuu!!" Adina melambai-lambaikan tangannya pada Ghea seolah-olah menyuruh sahabatnya itu berlari ke arahnya. Setelah Ghea berada dihadapan Adina, Ghea bertanya dengan malas. "Apa?" "Kok apa sih? Lo mau ganti baju olahraga, gak?" Ghea menepuk jidatnya. "Ah, gue lupa." Kenapa akhir-akhir ini Ghea jadi pikun? "Ayo ke kelas, si Olin lagi perang sama anak-anak cowok. Biasa, pengusiran masal." Ghea mengangguk dan langsung berlari menuju kelasnya. Ketika ia sudah sampai didepan pintu, teriakan-teriakan sang ratu alay, siapa lagi kalau bukan Olin, mendominasi seluruh sudut kelas. "Ghea! Adina! Bantuin gue ngusir b*****h-b*****h ini!!" Teriak Olin. "Pergi kalian! Kita mau ganti baju!" Adina mengusir beberapa anak cowok yang masih duduk santai dikursinya. "Kenapa sih kita harus keluar? Masing-masing aja." itu suara Amung. Playboy cap selokan yang hobinya nonton bokep dikelas kalau guru sedang kosong. Olin, dengan kekuatan barbar-nya, langsung meninju hidung Amung sehingga cowok itu mendelik sebal. "Dasar cewek aneh! Pantes lu jomblo!" "Dasar lu idung babi!" Maki Olin tidak mau kalah. "Weyy! Apa susahnya sih keluar dulu? Kalian kan juga mau ganti baju!" Ghea menggebrak pintu. "keluar dulu, dong!!" "Yaudah, barengan." Celetuk Ujang. "Ketua kelas otaknya sama aja. Segede tempe! Keluar lo!" Adina siap memukul Ujang dengan sapu jika cowok itu tidak langsung lari keluar seperti sekarang. Anak cowok yang lain juga berhamburan keluar kelas karena Ujang sang provokator sudah kalah amunisi sebelum perang. "Amung, lo masih mau disini atau disate Olin?!" Amung mendengus sambil bangkit dari duduknya. "Dasar lu semua pengikut Dijah Yellow!" "Ayo tutup pintunya, temen-temen!" Olin berulah seperti mandor galak ketika pintu kelas itu ia tutup dengan suara 'Brak!' yang cukup kencang. Jika difilm-film Vampire, gebrakan Olin mungkin mampu membuat kelelawar yang sedang asyik ngaso langsung terbang berhamburan keluar gua. Jangan dibayangin, atuh. "Kenapa sih anak cowok selalu gak mau keluar kelas kalau anak cewek pengen ganti baju?" tanya Ghea heran. "Mau ngintip kali. Mending sekarang ganti baju aja. Pak Slamet udah nunggu dilapangan." "Ayo-ayo." Anak-anak cewek kelas 11-2 sudah mulai sibuk dengan sesi ganti baju mereka. Ada yang mengambil lapak dipojokan, ada yang ganti-gantian sama temannya dengan cara ditutupi pakai baju, ada juga yang cuek dan membuka pakaiannya dihadapan teman-temannya dengan alasan 'sama-sama cewek ini ah', sampai tiba-tiba Olin menyeletuk, "Wey, ukuran ** kalian berapa?" Dan semua kompak menjawab, "GEDE, DONG. EMANGNYA ELU RATA!" "Yang rata mah Adina." "Olin! Pulang lewat mana lu?!!!" (*) Materi olahraga hari ini adalah basket. Demi tuhan, Ghea sangat-sangat bodoh soal permainan yang memasukan bola sebanyak-banyaknya ke ring itu. Sebenarnya Ghea payah dalam semua cabang olahraga. Ia hanya bisa berenang, itu pun jika pakai pelampung. Sama aja sih bodoh... Sebelum masuk materi, semua murid disuruh lari sebanyak sepuluh kali memutari lapangan basket yang luasnya nauzubilah. Banyak siswi yang tumbang duluan sebelum menyelesaikan putaran kesepuluh. Begitu pula Ghea, ia bengek diputaran ke empat, sehingga pak Slamet-sang guru penjas- menyuruhnya istirahat. Hanya diberi waktu tiga menit untuk menetralkan jantung mereka, sekarang Ghea dan teman-temannya harus berdiri berjajar untuk mendapatkan giliran mencoba memasukan bola kedalam ring. Ghea memperhatikan dengan serius karena ia malas jika nilai penjasnya pas KKM terus. Waktunya bagi Ghea untuk melempar. Dilemparan pertama ia meleset, tidak apa-apa karena masih percobaan. Dilemparan kedua masih meleset, Ghea masih cukup tenang. Ketika ia siap melemparkan bola ketiganya, disaat itu juga Ghea melihat Jason yang berjalan santai dikoridor tepat didepan ring. Merasa masih kesal karena Jason mengintipnya, Ghea punya rencana jahat. "Kyaaa!!" Ghea melemparkan bola basket itu kearah Jason dengan penuh emosi. Dengan cepat, tanpa melirik, Jason menangkap bola itu sehingga tidak ada bagian tubuhnya yang terkena bola. Gerak reflek yang terlalu keren dari Jason mampu membuat anak cewek yang mellihat aksinya langsung bereriak histeris. Ghea makin kesal ketika Jason menyeringai padanya seolah berkata, "Abighea, dirimu gagal, Nak. Rasakan..." Dasar badboy caper! "Ghea, kalau kamu tidak bisa, jangan lampiaskan pada orang lain." Ghea menundukan kepalanya ketika mendapatkan teguran dari pak Slamet. "Saya gak sengaja, Pak." "Hari ini cukup. Silahkan bubar." Semua murid bersorak senang sambil berteriak, "Terima kasih, Pak!!" Ghea menghela nafasnya dengan gusar. Tepukan Adina dibahunya membuat Ghea melirik. "Lo kesambet si Valak sampai tuh bola melenceng ke arah Jason?" Ghea menggeleng."Gue sengaja. Gue dendam." "Lo tuh, ya. Gak pengen dijailin tapi malah mancing." Ghea mengangkat bahunya cuek-cuek bebek. Ia memilih menyeret Adina menuju kantin daripada mengobrolkan soal si badboy caper itu. Hanya menambah panas dihati. Ghea duduk dibangku pojok sambil menunggu Adina yang memesan baso dan membeli air dingin untuknya. Btw, hari ini Alen tidak masuk karena tanding karate. "Kalau abis olahraga itu kakinya dilurusin." Ghea melirik ke arah sumber suara kemudian langsung mendengus. "Bodo amat. Kaki-kaki gue." "Lurusin, Bi." Ghea menggebrak meja kemudian melotot pada Jason. "Kenapa sih lo ada dimana-mana? Pergi sono!" "Lurusin kakinya, Bi. Lo baru lari muterin lapangan." "Apa urusan lo sih? Gak usah sok baik, deh." "Kaki lo nanti kram. Gue bakal sedih dan gak akan nafsu makan." "Apa hubungannya, setan?" Ghea menujukan tinggi-tinggi jari tengahnya dihadapan wajah Jason. "Pergi sono lu! Males gue liat muka lo yang madesu itu!" "Masih ngambek karena k****t?" Ghea mendelik marah. Jason sepertinya memang diciptakan menjadi cowok terbodoh, ter-tidak peka, dan ternyebelin sepanjang daratan di dunia ini. "Lo tuh cowok paling gak sopan, ya. Nyokap lo ngidam apa sih pas lo hamil?!" Jason mengangkat kedua bahunya. "Enggak tahu, tuh. Coba gue telepon mama? Lo mau ngomong sama calon mertua ya??" Ghea memutar kedua bola matanya karena benar-benar kehabisan akal jika menghadapi Jason. Nampaknya Reyhan harus kembali menyuruh Ghea menemuinya dan memberikannya petuah-petuah baik, karena saat ini Ghea benar-benar ingin kembali mencekik Jason. "Lurusin kakinya, Bi. Atau gue yang lurusin." Ghea memilih menyomot baso Adina yang baru saja diletakan dimeja. "Ghe! Itu baso gue." "Bagi satu pelit banget lo." "Bi, lo yang maksa gue ya." Ucap Jason dengan ambigu. Merasa akan tenang-tenang saja, Ghea tidak menghiraukan perkataan Jason. Tapi, didetik berikutnya, Ghea dibuat berteriak karena Jason membopong tubuhnya sehingga ia terduduk dilantai. "Mau apa lo, i***t?!" "Lo yang maksa gue. Dibilangin kakinya lurusin." Jason menekan kedua kaki Ghea dengan pelan sehingga gadis itu memberontak karena sekarang mereka sudah menjadi tontonan semua murid yang sedang berada dikantin. "Den, talinya siniin!" "Ini, J." Denis memberikan satu golong tali rafia pada Jason. "Wey! Lo pada mau nganiyaya sahabat gue, ya?!" Adina langsung bangkit dari duduknya karena sekarang ia melihat Jason yang sedang mengikat kedua kaki Ghea dimeja. "Eh, Babi, b*****t! Lepasin iketannya!" teriak Ghea dengan wajah marah. Jason menggeleng. "Kaki lo harus dilurusin, Bi. Nyeyel sih. Yaudah gue lurusin." "Engga begini juga, Bego." Adina mendorong tubuh Jason yang berjongkok dihadapan Ghea dan dengan cekatan ia membuka ikatan tali dikaki Ghea. "Udah puas bikin gue malu?!" Ghea berhasil berdiri dan langsung melabrak Jason yang malah nyengir tidak jelas. "Kalau gue gak ngelurusin kaki lo, percaya sama gue, pulang sekolah kaki lo bakalan kram. Sama-sama, Bi. Jangan malu-malu gitu." "Lo," Ghea meremas baju olahraganya karena benar-benar kesal. "Otak lo dimana, sih?!!!" "Disini." Jason menunjuk kepalanya. "Kalau lo, disini." Kemudian ia menyentuh dadanya sambil tersenyum manis. "Ah, satu lagi." Jason mengambil langkah mendekati Ghea dan langsung mengambil botol air putih dingin itu lalu menggantinya dengan botol air yang biasa. "Gak baik minum air es kalau abis olahraga." Jason menepuk lembut kepala Ghea sebanyak dua kali kemudian mengedipkan matanya. "Istirahat gue jemput dikelas. See you, Bi." Hening. Ghea benar-benar diam. Ia menyentuh kepalanya kemudian melirik botol air yang tadi sempat ditukar Jason. "Hal yang barusan adalah so sweet yang sebenarnya." Ghea melirik Bina, teman sekelasnya yang terobsesi pada seluruh qoutes cinta. "Maksud lo apaan?" Tanya Ghea dengan dahi mengkerut. "Yang barusan Jason lakukin itu langsung aksi, Ghea. Bukan cuma kata-kata manis yang nyuruh lo ngelurusin kaki terus udah deh ngomong doang. Kalau tadi, Jason bener- bener gentle dan romantis. Aaaaa ngiri sama Ghea!" Komentar Olin sambil senyum-senyum. "Airnya jangan lupa diminum, Ghe. Pasti lebih enak kalau dikasihnya sama orang yang care sama lo." Ledek Bina. Ghea mengibaskan tanganya ke udara. "Apaan sih kalian? Kemakan capernya si Jason, ya? Idih, enggak banget." "Kalau capernya kaya Jason sih gue maooo!!!" Ledek Bina lagi yang langsung disetujui oleh teman-teman cewek sekelasnya. "Bubar sana bubar. Jangan norak deh, ah. Baru liat adegan romantis lo pada?" Sindir Adina. "Ayo ke kelas, Ghe." Adina menarik tangan Ghea dan tak lupa ia membawa basonya yang mulai bengkak. "Airnya bawa, Ghe." "Monyet lu." Adina terkekeh pelan sambil memeluk leher Ghea karena kebetulan ia lebih tinggi dari tubuh sahabatnya itu. "Awas gak bisa tidur karena di sweet-in sama Jason, Dewanya Mahardika!" "Please, ya. Yang tadi itu memalukan, bukan sweet!" "Masa? Kok sampe bllushing sih pas Jason nepuk kepala lo?" "..." "Jujur aja, Ghea. Lo baper 'kan?" Ghea menggeleng. "Never. Ngapain gue baper Cuma diginiin? gue mau ke kelas. Ngomong sama lo gak ada gunanya. Lo sama Jason kan sama aja!" "CIYEEE... BAPER CIYEE!!" Ghea mengangkat jari tengahnya tanpa melirik Adina sama sekali. Lo gak baper, Ghe. Yang tadi itu biasa aja. biasa banget 'kan? Drtt.... Jason : cuci muka gih. Merah bgt mukanya aww Abighea : ketemu sama gue abis lo!! Jason : enggak sabar *** Angin sepoi-sepoi yang lewat diwajah Jason membuatnya keenakan. Sambil merokok diatas atap ditemani lagu EDM, hidup Jason terasa tanpa beban sama sekali. Amat sangat nikmat, Coy... "AA JASON SUKA JAHAT DEH. BIKIN ANAK ORANG SAMPE BLLUSHING GITU!!" Teriak Denis yang baru saja naik ke atap membawa banyak makanan ringan yang Jason yakini hasil dari malak. "Emang iya, ya? Dia sampe bllushing?" "Iya, ganteeeeng." Ledek Denis. "Menarik." Jason mengepulkan asap rokok keudara sehingga membentuk sebuah gumpalan karena tertiup angin. "Gue kira tuh cewek jutek kagak bisa gue gombalin." Ucapnya sambil kembali membayangkan wajah Ghea yang bengong ketika ia menepuk kepala gadis itu dengan lembut. Lucu. "Bisa lah, Oon. Sejutek apapun cewek, kalau dimanisin yang tunduk." Jason terkekeh pelan. "Mau dibikin baper?" Jason melirik Denis sambil terus menikmati rokoknya. "Enggak tahu. Liat aja nanti. Lagian dia oke sih kalau dijadiin pacar beneran." "Ah... otak lu." "Haha. Udah istirahat ya? Gue mau ke kelas Ghea, nih." Jason membuang rokoknya yang tersisa setengah kemudian ia matikan dengan cara diinjak-injak. Jason menepuk bahu Denis kemudian pamit turun duluan. Ia bersiul-siul disepanjang koridor dengan hati yang entah kenapa terasa lebih menyenangkan dari hari-hari kemarin. Ketika tulisan 11-2 sudah ada didepan matanya, Jason menambahkan kecepatan berjalannya dan tanpa permisi langsung melenggang masuk. "Bi?" Panggilnya sambil menengok kekanan dan kekiri tetapi gadis itu tidak ada. "Sepupu, Ghea kemana?" "Diruang mading!" Jawab Adina tanpa mengalihkan matanya pada tab yang ia pegang. Ia sedang belanja di ol-shop. Tanpa menunggu lama, Jason langsung membawa langkahnya menuju ruangan mading. Ia ketuk pintu itu dan membukanya dengan pelan. "Bi?" Panggilnya dengan menyembulkan kepala pada pintu. Jason bisa melihat kalau ruangan mading kosong tanpa ada tanda-tanda kehidupan sama sekali. Jangan-jangan gue dikibulin Adina? Awas saja! "Kak Jason nyari anak-anak mading? Mereka di taman belakang. Lagi pada ngambil mangga." Jason melirik pada seorang gadis yang memakai kacamata melorot. Ia mengucapkan terima kasih kemudian langsung melangkah menuju tempat yang gadis kacamata itu informasikan. Setelah sampai, Jason bisa melihat beberapa anak cowok anggota eskul mading sedang sibuk mengambil mangga, sedangkan para ceweknya sedang mengetik sesuatu dilaptop. Ada juga yang mengumpulkan mangga dan ada juga yang sedang makan mangga. Jason melihat Ghea yang duduk sendirian dikursi panjang taman. Ada yang berbeda dari Ghea karena gadis itu tampak menjadi lebih pendiam dari biasanya dan wajahnya pucat. Sakit, eh? "Bi?" Jason langsung duduk disebelah Ghea dan gadis itu hanya melirik ogah-ogahan. "Kenapa diem aja, Bi?" "Gak papa." Jawab Ghea dengan suara pelan. Itu sedikit aneh karena biasanya ia selalu marah-marah jika bertemu dengan Jason. "Ah, bekal lo. Dikelas." Ucap Ghea sambil berdiri. "Gue ambilin." Baru saja ia melangkah, ia langsung memegangi pelipisnya. "Bi, lo kenapa? Muka lo pucet banget." Ghea menggeleng. "Gue baik-baik aja. Gak usah sok care." Jason melangkah mendekati Ghea yang terus saja memegangi pelipisnya. "Pusing?" tanyanya. Dan Ghea lagi-lagi hanya menggeleng. "Apa yang enggak sih, Bi? Jelas-jelas lo sakit." "Gue gak papa." "Heran sama cewek. Kalian selalu bilang gak papa padahal kenapa-kenapa. Ditanya malah sewot, gak ditanya dibilang gak peka. Cewek maunya apa? Gue bingung." Ghea memijat pelipisnya yang tambah pusing karena ocehan tidak berguna dari Jason. "Gue pusing." Ucap Ghea akhirnya. "Nah, bilang. Kalau gitu kan gue ngerti." Ghea kembali duduk dikursi taman sambil terus memijat pelipisnya. "Gue ambil bekalnya, ya? Lo tunggu sini." Ghea mengangguk pelan. Jason langsung berlari menuju kelas Ghea dan meminta bekalnya pada Adina karena Jason masih punya sopan santun untuk tidak mengacak-acak tas orang lain. "Ghea kenapa, J?" Tanya Adina. "Ngeluhnya sih pusing." "Dia keliatan sakit sih sejak jam olahraga." Jason mendengus pelan. "Dasar cewek. Biar apa sih sok kuat gitu?" "Bacot lo. Pokoknya lo bawa Ghea ke UKS kalau pusing dia nambah." Jason mengangguk dan pamit untuk kembali menghampiri Ghea ditaman. Tetapi, ketika ia kembali ke taman, para anggota mading sibuk menggerumuti kursi taman yang diduduki Ghea. "Bi, lo kenapa?" Jason mendorong beberapa murid sehingga ia bisa melihat wajah Ghea yang tampak makin pucat. "Lo semua kenapa diem aja ngeliat ketua kalian hampir pingsan begini?!" teriak Jason sambil memandangi satu-persatu anggota mading yang tertunduk merasa serba salah. "Enggak ada gunanya banget jadi anggota!" "J, mereka gak salah. Mereka lagi buat materi buat mading minggu ini." Ucap Ghea dengan suara yang menurut Jason sangat menyedihkan. Jason langsung membawa Ghea kedalam gendongannya dan ia bawa tubuh lemah itu ke UKS. "J, bekalnya. Lo tinggalin bekalnya dikursi." "Persetan sama bekal. Gue bisa makan itu lain kali. Tapi kalau yang bikinnya sakit, gue gak bisa makan bekal itu lagi kan?" "Tapi, lo belum makan." "Diem. Lo lebih penting dari bekalnya." Ghea tak menjawab. Ia hanya melingkarkan tangannya dengan lemah dileher Jason sambil bergumam terima kasih. Sampai lingkaran dileher Jason terasa melonggar, saat itu juga Jason panik. "Bi, lo gak pingsan kan?" Melihat mata Ghea yang tertutup, Jason menambah kecepatan langkahnya. s**l, karena mengapa UKS terasa lima kali lipat lebih jauh dari biasanya?! "PMR! Ada yang pingsan! Cepet!" Jason berteriak sambil membuka pintu UKS dengan tergesa-gesa. Ia langsung membaringkan tubuh Ghea diatas tempat tidur dengan lembut. "Kak Jason, ka-kak Ghea kenapa?" Tanya seorang petugas PMR. "Gue gak tahu. Dia ngeluh pusing terus pingsan. Bikin dia bangun! Cepet!" "I-iya," Jason mundur beberapa langkah kemudian mengacak rambutnya. "J, Ghea kenapa?" Denis masuk kedalam UKS diikuti Khairul dibelakangnya. Mereka dua tampak kaget karena ketika niatnya ingin malak, mereka malah melihat Jason yang menggendong Ghea ke UKS dengan ekpresi khawatir diwajah Jason yang biasanya santai. Takut terjadi apa-apa, jadilah, Denis dan Khairul langsun berlari menyusul Jason. "Gue bolos pelajaran kimia ya. Bilangin bu Aulia." Denis mengangguk sambil menepuk bahu Jason. "Iya, gue sama Khairul nanti izinin lo." "Kalian berdua balik aja ke kelas." Denis mengangguk lagi kemudian menyeret Khairul keluar dari UKS. Ketika sudah sampai diluar, Denis menepuk-nepuk bahu Khairul dengan tampang bingung. "Lul, sejak kapan Jason peduli sama cewek?" *** "Gue enggak apa-apa, setan." "Gak peduli. Minum!" Ghea memutar bola matanya karena jengah melihat perlakuan Jason yang menurutnya berlebihan. Semenjak ia siuman dari pingsan, cowok itu terus saja menyuruhnya minum dengan alasan, "Lo butuh cairan yang banyak, Bi. Lo gak tahu sih, muka lo itu sangat menyedihkan pas tadi pingsan. Untuk gue langsung bawa lo ke UKS. Kalau enggak? Lo lewat." Berisik sekali 'kan? Menyesal. Ghea merasa menyesal karena sudah mengucapkan terima kasih pada Jason. "Lo kenapa sih sampe pingsan gitu?" Ghea melirik Jason dan tiba-tiba otaknya yang cantik itu mempunyai ide yang jenius. "Gue kecapean bikinin bekal lo yag aneh-aneh itu." Jawabnya sambil memijat pelipis, seakan-akan ia benar-benar kelelahan. "Masa sih? Segitunya?" Ghea mengangguk mantap. "Kalau gitu, mulai besok..." Ghea yakin bahwa Jason akan menyuruhnya berhenti membawa bekal. Ah, indahnya dunia! "Mulai besok, gue ke rumah lo shubuh-shubuh. Kita masak bareng." "WHAT?!" "Katanya tadi capek. Kalau bareng-bareng gak capek kan?" Ghea langsung menggeleng. "Gak usah. Gue masih kuat. Gak usah." "Beneran?" "Bener. Dan, sekarang lo ke kelas aja sana." Jason menggeleng. "Gue udah terlanjur bolos. Ngapain ke kelas?" "Ghea!!" Suara cempreng dari Adina terdengar memasuki UKS. Dengan grasak-grusuk, ia berlari menuju tempat tidur Ghea kemudian membingkai wajah Ghea dengan kedua tangannya. "Lo gak papa kan, darl?" Tanyanya panik. "Gue gak papa, Di. Bisa gak sih lo sedikit normal?" "Ah...syukurlah."Adina mengelus dadanya dengan gaya yang sangat dramatis. "Lo diizinin balik, Ghe. Dan gue diizinin nganterin lo balik. Ahay." "Gue sih yakin lo desek guru supaya lo diizinin nganter Ghea padahal lo yang pen balik. Meeeh..." Sindir Jason. "Tahu aja si, b*****t. HAHA!" Ghea menutup kedua telinganya. "Kalian, makhluk astral, diem deh!" "Sorry, Ghe. Sorry." Adina terkekeh pelan. "Lo belum makan kan, Ghe? Ke BY, yuk? Jason yang tlaktir deh." "Kok Gue?" Tanya Jason dengan wajah tersinggung. "Lo kan cowok. Gentle dong." Jason mendengus. "Yaudah, ayo." (*) Mereka bertiga sedang menunggu bubur pesanannya datang. Ghea sibuk meminum teh hangatnya, Adina sibuk mengaktifkan wifi diponselnya, sedangkan Jason sibuk menghitung uang yang ada didompetnya. Kalau kurang kan malu, man! "Ghe, kenapa sih lo pingsan?" "Pusing karena lari keliling lapangan." Jason mendelik pada Ghea. "Katanya tadi kecapean masakin bekal buat gue." Adina terbahak. "Lo mau aja sih, J. Dikibulin si Ghea. Eh, sejak kapan lo bikinin Jason bekal, Ghe? Ada apaan?" Ghea hanya mengangkat bahunya acuh tak acuh. "PDKT?" "Do'ain aja, sepupu..." ucap Jason sambil menaik turunkan alisnya. "Gue do'ain terus deh buat kalian." "Lo juga kapan move on dari si Bian?" Jason bertanya dengan usil sehingga Adina langsung terbatuk. "Ini lagi usaha." Jawabnya ketus. "Lo PDKT-an aja sama temen-temen gue, mau gak?" Adina menggeleng. "Males, ah. Lo aja bentukannya kek gini, pasti kawan-kawan lo sama buruknya." "Enak aja!" Seru Jason. "Emang bener 'kan? Si Denis playboy, si Zaky alay. Gak ada yang bener." "Si Remond ganteng. Lo belum kenalan sama si Remond 'kan?" Adina mengetukan telunjuknya diatas meja. "Gak tahu ah, males." "Keliatannya si Aris mendingan." "Huh?" Adina dan Jason langsung melirik Ghea. Mendengar ucapan datar Ghea, Jason tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya. "Lo belum tahu aja, Bi. Dia sama aja kek yang lain. Bandar bokep tuh dia." Ghea menggaruk tengkuknya dengan cuek. "Kan Cuma keliatannya. Bodo amat sama aslinya." "Lo mau gak dikenalin sama Remond, Di?" Jeda. "Besok kan Mahardika libur tuh, Garuda juga sama. mau bikin jadwal gak?" Tambah Jason. "Serius gak cowoknya? Lagi males nih sama pacaran yang Cuma bertahan mingguan atau bulan. Pengen langeng kali-kali." Jason mengangkat bahunya. "Taklukin, lah. Remond dewanya Garuda, banyak yang suka. Jadi, lo taklukin sama pesona lo. Tertarik?" Adina melirik Ghea yang terlihat acuh tak acuh. Ia menendang kaki Ghea dari bawah meja sehingga Ghea mendengus kesal. "Menurut lo gimana, Ghe?" "Terserah lo. Lo kan yang jalanin." Jawab Ghea dengan ogah-ogahan. "Oke, besok PDKT-in gue sama temen lo itu, J. Dan lo, Ghe, lo temenin gue!" Ghea langsung menggebrak meja. "HELL NO!!!" *** Apa yang akan kalian lakukan jika sedang hari libur? Malas-malasan dikamar sambil berkencan dengan tempat tidur tersayang, atau menonton TV sampai puas? Apapun itu, pasti sangat menyenangkan. Tapi, apabila, waktu libur kalian dipakai untuk mengantar sahabat kalian PDKT? Itu sangat mengesalkan. Apalagi kalian tahu jika cowok seperti apa yang akan PDKT dengan sahabat kalian itu. Begitulah perasaan Ghea sekarang. Ia ingin sekali berlama-lama dengan tempat tidurnya tetapi Adina mempropagandakan perdebatan yang sangat memusingkan. Jadilah sekarang ia harus duduk disalah satu cafe yang menyediakan menu serba coklat sambil menunggu cowok yang akan PDKT dengan Adina. Ah, Gue malas! I miss my pillow! "Lo udah ketemu Remond, Ghe? Menurut lo gimana?" Ghea mengangkat bahunya. "Sama aja kek cowok badboy yang lainnya. Menyebalkan. Tapi, mereka kan tipe lo." Adina mendengus sebal. "Ada apa sih dengan badboy, Ghe? Lo kayanya anti banget. Mereka gak selalu buruk kok, Ghe. Mungkin mereka emang agak nakal dari cowok yang lain, tapi mereka so sweet sama cewek-cewek mereka. Makanya mantan-mantan gue badboy semua kecuali si Bian." "Udah bagus lo sama kak Bian, malah mau pacaran sama cowok yang gak bener lagi." "PDKT bukan berarti pacaran, Ghe." Koreksi Adina. "Ya-ya terserah. Gue tetep gak suka mereka." "Karena lo belum nemu yang tulus." Ghea memasang wajah sebal pada Adina. "Gue disini buat nemenin lo, bukan jadi ajang pem-bully-an lo." "Oke, gue minta maaf." Adina memilih menutup mulut cemprengnya daripada Ghea pergi meninggalkannya sendirian. Itu bisa brabe nantinya. "Girls, sorry telat. Udah lama nunggu?" Adina melirik pada sumber suara dan ia langsung terpaku melihat Remond yang sialnya hari ini terlihat ganteng dengan kemeja kotak-kotak dan celana jeans selututnya. "Udah lama banget sampe jamuran." Sindir Ghea dengan ketus. Remond tertawa sambil menarik bangku dihadapan Adina kemudian mengedipkan matanya pada Ghea. "That's my girl. Jutek. Hehe." "Siapa my girl lu, Mon?" Jason datang dan langsung mengambil tempat duduk dihadapan Ghea. Remond kembali terkekeh dan meminta maaf pada Jason karena ia hanya ingin menggoda Ghea yang memang jutek luar dalam. "Ini yang namanya Adina Saffa yang mau gue kenalin sama lo, Mon." Jason langsung mengenalkan Sepupunya itu pada Remond. Mereka berdua nampaknya sudah tertarik dalam segi fisik. Terlihat dari Adina yang tersipu sambil mencuri-curi pandang pada Remond, sedangkan Remond mulai menunjukan sisi gombalnya yang begitu menjengkelkan. "Salam kenal, Remond." "Salam kenal, Cantik." Dan, hanya terdengar obrolan-obrolan ringan seputar Adina dan Remond. Melihat Ghea yang diam saja, Jason menendang pelan kaki Ghea dari bawah meja sehingga gadis itu langsung merasa terganggu. "Cek HP," Ucap Jason tanpa suara. Ghea menghela nafasnya dan melakukan hal yang dipinta Jason. Jason : Jalan sama gue? Gk mau kan jd kambing congek disini? Ghea langsung melirik Jason yang sedang tersenyum ke arahnya. Ia menyimpan ponselnya kembali kedalam tas kecil kemudian berbisik pada Adina bahwa ia akan pergi sebentar dengan Jason. "Mau kemana kalian?" Tanya Remond. "Gue mau ke toko buku. Jason, lo mau ikut?" "Ikut, Bi." Remond memandang Jason tidak percaya. "Sejak kapan lo suka ke toko buku, J?" "Sejak sama Ghea. Udah ya kita pergi. Kalian have fun. Gue tunggu kabar baiknya." Jason menarik tangan Ghea dengan lembut menuju pintu keluar. Setelah mereka benar-benar meninggalkan cafe, Ghea langsung menarik tangannya yang digenggam Jason tanpa permisi. "Maaf, reflex." Ucap Jason sambil terkekeh. Ghea tidak ambil pusing dan ia langsung saja melangkahkan kakinya menuju toko buku. Kebetulan sekali Adina dan Remond PDKT di Mall, sehingga Ghea gampang mencari tempat favoritnya itu. Ketika sudah sampai ditoko buku, Ghea langsung mencari letak rak yang menyediakan n****+ romance keluaran terbaru. Ia hanya berniat melihat-lihat saja karena sebenarnya ia tidak membawa uang yang banyak. "n****+ dari gue udah dibaca, Bi?" Ghea berdehem. "Belum." "Kenapa?" "Belum sempet aja. Kenapa? Kalau gak ikhlas nanti gue balikin." "Cuma nanya, Bi." "..." Ghea melirik Jason yang sudah tidak bersuara lagi karena cowok itu sekarang mencoba membaca sinopsis dari beberpa n****+ yang ia anggap menarik. Cover-nya. Haha. "Bi, maaf ya tadi ngiket kaki lo." "Hm," "Maaf juga karena gak sengaja ngintipin k****t lo. Gue gak sengaja. Beneran, deh." Ghea hanya kembali berdehem lalu memperhatikan Jason yang kembali diam. "Lo asli Thailand?" Tanyanya acuh tak acuh. Jason menggeleng sambil melirik Ghea. "Ada Indonesianya kok. Kenapa? Ganteng ya?" "Amit-amit." "Amit-amit apa amat minat?" Ghea mengangkat bahunya sambil pura-pura membaca halaman n****+ yang ia buka dengan asal. Ia melirik Jason yang masih fokus pada buku-buku dihadapannya. Sebenarnya Ghea sedang memperhatikan hidung Jason yang memang sedikit lebih mancung dari rakyat Indonesia yang lain. Kulit Jason yang terlalu putih juga menunjukan bahwa ia benar-benar produk blasteran yang sukses. Ganteng. Ghea langsung menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya ia berpikir bahwa Jason itu ganteng. Tidak. Menurut Ghea, Shawn Mendes dan Cameron Dallas lebih ganteng. Tapi, Jason juga ganteng. Oke, Ghea mulai tidak kompak dengan hati dan pikirannya. Ini salah! "Lo suka baca n****+ sejak kapan, Bi?" "Sejak bisa baca." "Judes banget. Gue kan nanya baik-baik." "Sejak SD." Jawab Ghea dengan cepat. "Lo sendiri? Pasti gak punya hobi ya? Secara, lo badung." Jason terkekeh. "Segitunya ya gue dimata lo? Hobi ya? Gue punya kok. Hobi gue yang terbaru adalah mikirin lo." Sial, kenapa gue make bllushing segala, sih? "Ah, seneng gue kalau liat muka lo merah gitu. Tambah cantik." "Apa sih," Ghea menepuk lengan Jason dengan n****+ yang ia pegang. "Seriusan lo cantik. Lo sadar gak?" Ghea melirik Jason dengan judes. "Gak usah gombal lu!" "Enggak gombal, kok. Gue pernah denger kalau yang cantik itu pasangannya sama yang ganteng, berarti lo cocok sama gue." Ghea memilih meninggalkan Jason yang sudah mulai berbicara ngaur. Ia berjalan menuju rak buku-buku pelajaran dan sialnya Jason malah mengikutinya. "Gue punya hobi kok, Bi. Hobi gue ngasih makan ikan cupang gue dan baca komik." "Oh," Jason mengangguk. "Lo blasteran?" "Enggak. Asli Jakarta." "Tapi, bisa cantik banget gini ya?" Sial karena Ghea merasa wajahnya kembali memanas. Fokus, Ghe. Ini adalah si Jason yang i***t! Jangan kemakan gombalannya! "Dari orok sih gue udah cantik." "Haha. Iya-iya," "Mbak, Mas. Tolong jangan berisik ya." Ghea dan Jason langsung bertatap-tapan sambil menahan tawanya masing-masing. "Bi, kayanya ada yang keganggu." Jason berkata sambil berbisik. "Kayanya." "itungan ketiga kita lari?" Ghea mengangguk. "Oke," Satu, Dua, Tiga, "Lari, Bi!" "Hua!!" Jason langsung menggenggam tangan Ghea untuk keluar dari toko buku. Mereka menghiraukan teriakan para pengunjung yang lain karena perbuatan mereka malah membuat ribut dan mengganggu. Mereka berdua terus berlari. Dan, tanpa mereka sadari bahwa tangan mereka reflek bergandengan tanpa penolakan dari satu sama lainnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD