Chapter 3

1412 Words
“Kenapa celanamu sangat pendek huh? Menantangku?” Mike menyeringai. Sial, aku salah lagi karena aku keluar hanya memakai hotpants. Biasanya aku juga berpakaian seperti ini, kenapa tiba-tiba dia mempermasalahkannya sekarang. “Aku pria normal asal kau tau.” Suaranya yang begitu pelan kenapa membuat otakku semakin lumpuh. Cup, Mike mencuri sesuatu dariku. Yah, Mike mencuri ciuman pertamaku tanpa aba-aba. Mike langsung melumat bibirku dengan ganas. Aku bahkan belum sepenuhnya sadar saat lidah Mike tiba-tiba menerobos masuk ke dalam mulutku. Tunggu, apa yang harus kulakukan saat ini. Berpikirlah Tiara, berpikir. Aku sering menonton film-film romantis dimana pemerannya saling berciuman mesra. Namun, ini pertama kalinya bagiku merasakannya secara langsung. Dan kenapa malah Mike yang mengambil ciuman pertamaku. Apakah aku harus diam, atau aku harus membalasnya, tapi bagaimana caranya. Ah, harusnya aku mendengarkan Nancy yang dulu sibuk menceritakan pengalamannya berciuman dengan pacarnya. Harusnya waktu itu aku memperhatikan Nancy. Kini saat aku mengalaminya secara langsung, aku tak tahu apa-apa. Bodoh, bodoh, sangat bodoh. Tunggu, apakah ini pantas untuk kami lakukan? Bukankah kami bersaudara? Pergolakan di otakku menguap begitu saja saat aku kehabisan nafas. Nafasku sudah hampir habis, namun Mike masih terus menciumku dengan ganas. Kudorong tubuhnya perlahan dan Mike melepaskan ciumannya. Aku terengah-engah sementara dia tampak baik-baik saja. Aku mencoba menetralkan hawa yang tiba-tiba memanas karenanya. Lagi-lagi Mike menciumku. Namun, kali ini ia hanya mengemut bibirku dengan ciuman lembut yang memabukkan. Yah, sangat memabukkan karena aku hampir kehilangan kewarasanku karena ciumannya. Mike tersenyum miring setelah melepas ciumannya. “Kau tidak berpengalaman” ucapnya lalu berjalan menjauh. Wah, luar biasa sekali, dia menciumku tanpa permisi lalu pergi begitu saja setelah mencemoohku karena aku tak berpengalaman. Aku bahkan masih belum sepenuhnya sadar dengan gerakannya yang begitu cepat. Kakiku sampai lemas, seluruh tulangku rasanya menghilang dari tubuhku. Tubuhku jatuh begitu saja di lantai. Kusandarkan kepalaku di pintu kulkas. Wah, aku kepanasan sekarang. Mungkin sebaiknya aku masuk ke freezer untuk mendinginkan diri. Aku masih tak habis pikir dengan kelakuannya yang seenaknya. Setelah lama terdiam, aku akhirnya mengumpulkan tenagaku untuk naik ke kamar. Tidak akan lucu jika ada yang memergokiku terduduk lemas di depan kulkas seperti ini. Setelah Mike menciumku malam itu, otakku tiba-tiba aneh, yah saking anehnya aku selalu memikirkannya. Padahal setelah itu Mike kembali bersikap seperti biasanya. Sementara aku terus-terus curi-curi pandang kepadanya saat kami sarapan. Aku bahkan mulai melakukan hal-hal gila seperti menunggunya pulang dari kantor. Otakku mungkin mengalami pergeseran hebat akibat perbuatan Mike malam itu, karena aku mulai tak mengenal diriku sendiri. Aku bahkan mulai caper kepadanya sementara Mike bersikap biasa saja, ia tetap cuek dan bermasa bodoh. Meskipun aku terang-terangan mendekatinya, seperti menawarkannya makanan atau cemilan saat Papa dan Mama tidak di mansion. Yah, aku hanya beraksi saat Papa dan Mama tidak di mansion. Bisa gawat jika aku melakukannya di depan mereka. Bisa diinterogasi habis-habisan aku. Sesekali aku mengintip Mike jika ia berenang saat weekend. Kami memang memiliki kolam renang di mansion, dan Mike sangat suka berenang. Karena itu aku sering mengambil kesempatan dengan mengintipnya melalui jendela kamarku. Tubuhnya kekar dengan otot yang menggoda ditambah perut kotak-kotaknya. Ah sial, pikiranku mulai kemana-mana ingin menyentuh perut kotak-kotak itu dan bersandar di d**a bidangnya. Lihat kan, sudah kubilang jika otakku mengalami pergeseran. Bagaimanapun aku berusaha mendekatinya, Mike tetap cuek hingga aku frustasi sendiri. Lama-lama aku kesal sendiri. Kenapa dia harus menciumku lalu kembali bersikap semaunya? Dasar b******k. Sudah tak terhitung berapa banyak aku menyumpahinya. Sudah tak terhitung pula berapa kali aku mencoba berpenampilan cantik untuk menggodanya. Namun, sia-sia semuanya. Saat akhir tahun, kami berlibur sekeluarga ke Swiss. Papa dan Mama menyewa sebuah villa mewah untuk kami tempati. Selama berada disana aku tak henti-hentinya berusaha menggoda Mike dengan berpenampilan sexy, namun selalu saja gagal. Ujung-ujungnya Kak Tian ataupun Gio malah mengejekku dan mengatakan aku tak cocok memakai pakaian-pakaian sexy. Saat tiba waktunya makan malam, kami sudah berkumpul di meja makan kecuali Mike. Makanan sudah tersaji, kami hanya tinggal menunggu Mike. Namun, yang ditunggu-tunggu sepertinya belum sadar. Akhirnya aku mengajukan diri untuk memanggilnya. “Hati-hati loh, entar dimakan sama Mike” Gio memperingatiku sambil tertawa. “Emangnya aku makanan.” Aku melenggang ke kamar Mike dengan percaya diri. Aku mengetuk pintunya dan tak ada jawaban. Aku nekat masuk dan kamarnya kosong. Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling dan tetap saja tak ada orang. Aku mendekati arah kamar mandi untuk mengecek keberadaan Mike. “Ouhh…argh…” Jantungku bergemuruh hebat mendengar suara-suara aneh itu. Aku mendekatkan telingaku ke pintu untuk semakin memperjelas pendengaranku. Nafas Mike terdengar memburu di dalam sana. Apa yang sebenarnya dia lakukan? Mike berkali-kali mengerang dan aku gemetaran setengah mati. Tanganku hendak mengetuk pintu kamar mandi namun tanganku terlalu gemetaran. Aku mengkhawatirkannya, kupikir dia mengalami sesuatu yang buruk di dalam sana. Bagaimana jika Mike kesakitan, pikiran buruk menghantuiku. Namun, di saat yang bersamaan aku takut untuk mengganggunya. Terlebih saat beberapa kali aku mendengarnya menyebut namaku. Kutarik nafas dalam-dalam dan kuketuk pintu kamar mandi. “Mike…Mike, apa kau sakit? Apa kau baik-baik saja? Mike…” Panggilanku berlalu begitu saja. Sementara di dalam sana aku masih mendengar suara-suara anehnya bersahut-sahutan. “Mike…” kucoba memanggilnya sekali lagi. Masih tak ada jawaban dan aku makin mengkhawatirkannya. Sepersekian detik aku berpikir untuk memanggil Mama atau Papa di bawah. Mike mungkin kesakitan dan tidak bisa bangkit sama sekali. Bagaimana jika dia sekarat di dalam sana. Ah tidak boleh, dia belum menikahiku. Lihatlah betapa gilanya aku, sempat-sempatnya aku berpikiran gila seperti ini di saat Mike mungkin hampir mati di dalam. Baru satu langkah aku mundur untuk memanggil bantuan dan pintu kamar mandi sudah terbuka. Mike baru keluar dari kamar mandi, rambutnya masih basah. Dia hanya memakai handuk di pinggangnya. Bagian atas tubuhnya terekspos begitu saja. Aku bernafas lega dan langsung memeluknya dengan erat. “Kupikir kau sakit” Air mataku bahkan melonjak turun tanpa permisi. Kusandarkan kepalaku di ceruk lehernya sementara Mike masih mematung. “Kau baik-baik saja? Apa kau kesakitan?” tanyaku sambil menangkup wajahnya. Jika mengingat semua itu, aku benar-benar gila. Entah datang dari mana keberanianku untuk memeluk dan menyentuhnya sana-sini. “Mike” Aku memanggilnya dengan lirih saat menyadari ada benda panjang yang menusuk perutku. Sesuatu membesar dan memanjang di balik handuknya. Jantungku menggila, kurasakan tubuhku berkeringat dingin. Tubuhku memanas dan mendingin di saat yang bersamaan. Aku kembali gemetaran dan semuanya menjadi gelap. Saat aku terbangun semua orang mengelilingiku. Aku celingak-celinguk ke samping kanan dan diri. Ini bukan kamarku, kupejamkan mataku untuk mengingat-ingat apa yang terjadi. Mataku terbuka seketika saat mengingat bahwa aku berada di kamar Mike dan yah karena benda panjang dan besar itu aku shock sampai tidak sadarkan diri. Semua orang terlihat khawatir, kecuali si b******k itu yang tampak baik-baik saja. Setelah membuatku pingsan dia bahkan tak khawatir sama sekali. Mama, Papa, dan Kak Tian sampai heboh menanyakan kondisiku. Mereka bahkan membawa dokter untuk memeriksa kondisiku. Dokter mengatakan bahwa aku hanya shock sehingga tak sadarkan diri. Memang begitulah yang terjadi. Mike sampai-sampai diborongi pertanyaan oleh Papa. Papa mengira Mike melakukan sesuatu yang aneh kepadaku sampai aku pingsan. Yang ditanya hanya mengatakan bahwa dia tidak melakukan apapun padaku. Mike mengatakan saat dia keluar dari kamar mandi aku tiba-tiba pingsan. Bukan hanya Mike yang ditanya, akupun demikian. Jawabanku persis seperti jawaban Mike. Aku menyembunyikan kenyataan bahwa aku mendengar suara-suara anehnya, aku yang tiba-tiba memeluknya sambil menangis karena khawatir, dan benda panjang dan besar itu. Aku mungkin tak berpengalaman soal pria dan hubungan. Namun, aku tak sepolos dan sebodoh itu juga. Aku setidaknya tahu apa benda panjang itu. Yah, dan aku tahu alasan kenapa benda itu tiba-tiba memanjang dan membesar. Karena Mike sedang b*******h. Pertanyaannya adalah apakah dia b*******h karenaku? Oh apa yang harus kulakukan? Haruskah aku melakukan hubungan s*x dengannya? Sadarlah Tiara. Dasar bodoh. Aku kembali ke kamarku sebelum pikiran gilaku semakin menjalar kemana-mana. Sial, otakku benar-benar melenceng karena setan-setan di kepalaku. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, tubuhnya ituloh, seolah memintaku untuk menyentuhnya. Bodoh, kupukul kepalaku untuk mengenyahkan pikiran gilaku. Sepanjang malam aku menggila di kamarku. Aku tak bisa tidur sama sekali. Berkali-kali aku ingin keluar dari kamarku dan kembali ke kamarnya. Lihat kan, aku memang sudah tak waras. Sepertinya aku harus menemui dokter. Entah kenapa aku selalu terbayang kejadian di depan pintu kamar mandi itu. Aku juga mulai memiliki fantasi aneh-aneh untuk bisa menyentuh tubuh kekarnya. Wah, alangkah beruntungnya aku jika aku memiliki kesempatan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD