“Gimana sama bocah yang tadi, Zaf?” tanya Reyhan mendapati kedua sahabatnya ternyata berada di kantin.
Tepat selesai mengantarkan Yeoso ke kelas Evelina, lelaki itu memang langsung bergegas menghampiri kedua sahabatnya. Ini kali pertama mereka melakukan kegiatan bolos belajar dengan mengajak Evelina yang tanpa disangka menyebabkan sedikit masalah.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa Evelina meminta izin pada Pak Handiarto untuk ke toilet. Namun, sampai beberapa menit ditunggu tidak muncul juga membuat Syafa menjadi satu-satunya siswi yang dekat dengan Evelina mendadak kebingungan.
Gadis itu pun langsung menghubungi Evelina melalui pesan singkat yang langsung dibalas dengan cepat. Nyatanya kali ini Evelina benar-benar ingin membuat masalah di balik kebohongannya berada di UKS untuk mengistirahatkan diri sekaligus menemani seorang gadis bernama Lorena Yeoso Kim.
Semua berita tersebut, Reyhan ketahui ketika lelaki itu mendapat sebuah protesan dari Evelina melalui pesan singkat. Tentu saja gadis itu merasa sangat tidak percaya kali ini menuruti orang-orang menyebalkan tersebut.
Hanya saja cara bolos belajar Evelina sedikit lebih halus dibandingkan ketiganya yang terlalu terang-terangan. Entah apa jadinya kalau sampai mereka dipergoki oleh guru piket atau guru BK yang tanpa sengaja melintas untuk melakukan patroli.
Walaupun tidak dapat dipungkiri masih saja lolos dari jeratan hukuman akibat keberadaan Jordan yang dijadikan sebagai alasan. Sangat mencerminkan seorang sahabat yang tidak tahu berterima kasih.
“Udah gue serahin ke kepsek langsung,” jawab Zafran tersenyum bangga, lalu melirik ke arah Jordan yang terlihat asyik menikmati siomay di depannya. “Semua ini berkat Jo yang enggak sengaja ketemu sama kepsek pas kita mau ke ruang guru.”
“Kalian berdua lolos gitu aja?” tanya Reyhan menatap tidak percaya, terlebih pada Jordan yang sama sekali tidak merasa terbebani dengan bolos kali ini. Padahal biasanya lelaki yang paling waras di antara ketiganya.
Dengan bangga lagi, Zafran menggeleng santai. “Kita dapat jam tambahan buat sarapan, Rey. Semua ini berkat Jo lagi yang minta imbalan bolos jam pertama akibat udah masukin itu bocah empat ke hukuman. Karena mencemari nama baik sekolah.”
Tanpa diduga nyatanya bukan hanya Zafran saja yang merasa bangga, melainkan Reyhan pun ikut bertepuk tangan atas keberanian Jordan yang meminta imbalan secara langsung oleh kepsek. Bahkan mereka bertiga mendapatkan izin secara penuh melewati jam pelajaran pertama.
“Gimana sama Yeoso tadi?” tanya Zafran mengalihkan pembicaraan, sebab lelaki itu belum melihat seorang gadis di sekitar mereka.
“Yeoso gue kasih ke Eve. Mungkin sekarang mereka lagi di UKS,” jawab Reyhan mendudukkan diri dengan santai.
“Eve ikut bolos juga? Gue kira lo bakalan bawa dia masuk ke kelas biar belajar bareng,” sahut Jordan menoleh dengan tatapan datarnya.
“Awalnya mau selipin di kelas, tapi ternyata lagi ada pelajaran Pak Han. Jelas gue mendingan cari aman. Kalau pun Yeoso bisa masuk, dia mau duduk di mana? Di kursi lo, Jo? Yang ada, belum sampai lima menit udah jadi bahan pertanyaan panjang,” celoteh Reyhan menggeleng tidak setuju.
Sedangkan Zafran tampak mencerna perkataan sahabatnya. Memang untuk Yeoso membutuhkan teman perempuan demi berbagi cerita dari kejadian tadi. Walaupun belum bisa mengutarakannya atau lebih memilih disimpan sendiri, jelas Yeoso pasti ingin ditemani oleh perempuan dan bukan mereka.
Setampan apa pun seorang lelaki dan seramah apa pun seorang lelaki, bagi perempuan mereka akan membutuhkan sisi teman perempuannya juga untuk berbagi cerita.
Tanpa sadar mereka mulai mengerti kenapa selama ini Evelina lebih baik diam, sebab gadis itu menginginkan teman perempuan juga. Hanya saja lingkaran pertemanan Evelina memang tidak bisa dirubah, kecuali satu per satu dari The Handsome Guy memiliki seorang kekasih.
“Habis ini kita mau ke mana?” tanya Reyhan membuka percakapan lagi di sela kegiatan menikmati nasi pecel yang dipesan saat sibuk mengobrol tadi.
Zafran mengendikkan bahunya acuh tak acuh, lalu menoleh ke arah Jordan yang baru saja menyelesaikan kegiatan makannya. Lelaki itu tampak meneguk minuman hingga tandas, lalu meraih tisu wajah untuk menyeka sudut bibirnya yang sama sekali tidak kotor.
“Lihat Eve,” jawab Jordan singkat.
Jawaban tersebut sukses membuat kedua lelaki yang masih menikmati kegiatan memakannya itu pun mengangguk kompak. Mereka memang tampak setuju untuk memantau situasi Evelina yang mungkin membutuhkan sesuatu.
Tentu saja berada di UKS tanpa melakukan apa pun membuat mereka berdua sangat bosan. Ditambah ruangan berbentuk kotak kecil dengan aroma obat-obatan itu sangat menyengat dan tidak bisa diinapi lebih lama. Karena bisa sangat beracun.
Tak lama kemudian, The Handsome Guy pun melenggang keluar kantin sembari membawa kresek kecil berisikan cemilan untuk kedua gadis yang berada di UKS.
Ketiganya melangkah dengan santai melewati beberapa kelas yang sibuk melakukan kegiatan belajar. Beberapa guru yang melihat ketiga lelaki tampan menggemparkan sekolah itu pun mengernyit bingung, tetapi mereka memilih membiarkan mereka melakukan berbagai hal sesuka hati.
Setelah melewati beberapa koridor kelas, ketiganya pun sampai di sebuah gedung yang selalu kosong ketika jam masuk tiba. Gedung berlantai tiga dengan bagian bawah berisikan UKS serta perpustakaan itu pun diselimuti keheningan yang tidak tertahankan.
“Eve!” panggil Zafran mengetuk pintu luar untuk memberi tahu penghuni di dalam akan kedatangannya.
Saat ketiga lelaki itu menyembulkan kepalanya melalui sela pintu, mereka melihat tirai putih yang ditutup sempurna tanpa ada siapa pun di dalam. Membuat mereka langsung masuk dengan membuka kecil agar tidak ada yang beranggapan kotor.
“Eve, lo di mana?” tanya Zafran sedikit lantai.
Sejenak terdengar suara tirai yang disibak pelan. Memperlihatkan dua gadis tengah duduk saling berhadapan satu sama lain. Tentu saja Yeoso yang berpura-pura menjadi pasien itu tampak tersenyum lebar.
The Handsome Guy langsung melangkah mendekat membawa makanan di tangannya dan diletakkan di atas nakas. Mereka bertiga memandangi dua gadis yang tampak sangat asyik bercengkrama.
“Lo enggak kena masalah sama Pak Han?” tanya Zafran terdengar khawatir.
“Tenang aja, gue juga udah cerita sama Rey,” jawab Evelina mengangguk santai, lalu melirik ke arah kresek yang berada di nakas. “Lo beli apa itu?”
“Cemilan buat pelajaran pertama selesai, karena kita mau balik.” Zafran memperlihatkan makanan yang menjadi kesukaan Evelina.
Sejenak Evelina merasa senang sekaligus bingung dengan perkataan sahabatnya membuat gadis itu mengernyitkan kening. “Jadi, lo langsung balik ke kelas selesai nganterin makanan ini?”
**
“Lo enggak akan kena masalah, ‘kan, Ve?”
Berdua bersama Evelina di dalam UKS membuat Yeoso merasa tidak enak sendiri. Gadis itu benar-benar tidak menyangka bahwa Evelina mau menemani dirinya seperti ini. Ditambah Evelina begitu berani meninggalkan mata pelajaran Pak Handiarto yang bisa dikatakan sangat berpengaruh pada nilai naik kelas, sebab beliau menjadi wali kelas 11 IPA 2.
“Tenang aja, kalau kena masalah gue bakalan buat perhitungan sama The Handsome Guy,” jawab Evelina tersenyum tipis. Ia berusaha lebih terbuka lagi dengan gadis di hadapannya, walaupun terasa sangat canggung.
Mendengar hal tersebut Yeoso mengangguk pelan, lalu menaikkan selimutnya saat suasana terasa mendadak hening. Ia bingung ingin membuka percakapan seperti apa, terlebih Yeoso tidak pernah mengenal Evelina lebih dekat.
Meskipun keduanya saling mengenal satu sama lain, tetapi tidak pernah sekalipun Yeoso berdekatan dengan Evelina seperti ini. Ia memang beberapa kali bekerja sama, tetapi tidak sampai melakukan banyak perbincangan. Sehingga wajar saja kalau terasa begitu canggung ketika berdua di dalam ruangan yang sama.
“Oh ya, apa yang kalian berdua lakukan tadi? Gue emang pernah dengar kalau Rey suka sama lo, tapi sepertinya agak mengejutkan kalian berdua bersama setelah banyak gosip beredar,” celetuk Evelina membuka pembicaraan yang akan menjadi obrolan menarik.
“Aah, itu,” gumam Yeoso mengangguk mengerti. Akan tetapi, ia malah tertarik dengan perkataan terakhir dari Evelina. “Gosip beredar gimana, Ve? Sepertinya gue jarang dengar.”
“Lo jarang dengar?” Evelina tampak bingung dengan perkataan Yeoso yang sedikit tidak masuk akal. Sebab, dirinya yang jarang berbincang dengan murid lain pun beberapa kali mengetahui gosip ini. Bahkan akibat Yeoso pula, Evelina menjadi banyak sekali yang tidak suka. Karena mereka takut satu per satu lelaki incaran di sekolah akan memiliki seorang kekasih.
Yeoso mengangguk beberapa kali, lalu berkata, “Gue selama ini sibuk olimp, lomba, sama promosi sekolah. Bahkan baru seminggu gue sekolah rutin lagi.”
“Waw, hebat!” puji Evelina mengangguk takjub.
Nyatanya memang tidak hanya Jordan saja yang sibuk, melainkan gadis di hadapannya ikut sibuk. Walaupun tidak seambisius Yeoso yang berasal dari kelas berbeda, tetapi gadis itu mampu membuktikan bahwa kelas pertengahan bisa menjadi yang pertama.
Jordan sempat beberapa kali mendapatkan tawaran sebagai model sekolah dan ikut promosi di luar bersama para guru. Namun, lelaki itu memilih untuk tidak melakukan apa pun, karena menurutnya sangat melelahkan. Apalagi sampai harus melakukan pemotretan bersama para siswi lainnya yang mungkin akan menambah banyak masalah.
“Jo juga sempat ditawarin banyak ikut debat bahasa inggris, tapi dia milih mundur padahal sayang banget bisa buat kelulusan,” ungkap Evelina menyayangkan tindakan Jordan yang tidak akan ada kedua kalinya. Terlebih lelaki itu bisa mendapatkan surat rekomendasi sekolah untuk meneruskan pendidikannya di luar negeri.
“Benarkah?” Yeoso tampak terkejut. “Debat bahasa inggris itu bukankah dari universitas yang ada di Korea Selatan? Aku sempat melihat iklannya di mading. Ternyata Jo memilih untuk mencari impiannya sendiri.”
Evelina membenarkan perkataan tersebut di dalam hati. Entah apa yang menjadi tujuan lelaki itu. Padahal kesempatan sudah terbuka lebar di depan matanya, tetapi memilih untuk menjadi seorang siswa yang sederhana mungkin salah satu keinginan Jordan belum terwujud. Karena selama ini lelaki itu disibukkan dengan berbagai kegiatan sekolah yang tidak ada habisnya.
“Kalau lo sendiri, gimana? Katanya baru sekolah seminggu, apa yang dilakuin?” tanya Evelina tampak penasaran.
“Seperti yang gue bilang tadi, kalau gue ikut olimp sekaligus promosi sekolah,” jawab Yeoso mengangguk pelan. “Sebenarnya yang dibilang Jo emang ada benarnya. Pemotretan buat majalah sekolah sekaligus brosur promosi emang enggak sebentar. Apalagi ada mini series yang jadwalnya bisa berbulan-bulan.”
“Berarti lo baru bisa nyantai sekarang, ya?” tebak Evelina tepat sasaran.
“Bisa dibilang begitu, karena hampir separuh dari kegiatan gue itu menghasilkan uang untuk sekolah. Alhasil seluruh mata pelajaran gue tertinggal jauh, tapi gue mampu buat nyusul itu semua,” timpal Yeoso terdengar melelahkan sampai Evelina mendadak iba.
Evelina menepuk pundak gadis itu beberapa kali, lalu berkata, “Enggak apa-apa. Sekarang waktunya istirahat, lo udah bekerja keras.”
“Makasih,” ucap Yeoso tersenyum tulus.
Sedangkan Evelina hanya mengangguk singkat dan mengalihkan perhatiannya pada nakas yang menyediakan minuman botol untuk beberapa siswa membutuhkannya. Namun, sayang sekali tidak tersedia air teh untuk menghangatkan tubuh membuat Evelina sedikit kecewa.
“Yeoso, tadi … apa yang kalian berdua lakukan? Pertanyaan gue tentang kedatangan lo ke kelas tadi bareng Rey,” tanya Evelina mengulangi pertanyaannya lagi, karena ia merasa Yeoso seakan melewatinya tanpa disadari.
Sejenak Yeoso tampak termenung mendengar perkataan gadis yang ada di hadapannya. Ia memang tidak ingin menghindar, tetapi rasanya mengatakan hal begitu privasi membutuhkan keberanian yang kuat. Apalagi menyangkut dengan kehormatan yang akan dirinya bawa selama bersekolah di sini.
“Oh, oke. Kalau enggak bisa cerita juga enggak apa-apa, gue ngerti kok.” Evelina mengangguk canggung, ia merasa pilihannya untuk ingin tahu mendadak salah.
“Ini bukan salah lo, Ve!” sanggah Yeoso cepat. Ia tidak ingin gadis di hadapannya mendadak canggung akibat keterdiamannya. “Gue bisa cerita, tapi ini benar-benar rahasia dan gue malu buat ngungkapinnya.”
Evelina mengangguk mengerti. Sejenak ia menjadi paham mengapa Reyhan membawa Yeoso untuk menemui dirinya. Walaupun gadis itu tidak tahu apa yang baru saja terjadi, tetapi ia yakin ini menyangkut hal terberat di dalam hidupnya.
“Terkadang hidup itu berjalan di luar kendali, Yeoso. Lo pengen ini, tapi malah tercapainya itu juga enggak bisa nyalahin siapa pun. Karena hidup berjalan sesuai dengan alir yang mengalir, kecuali lo punya irigasi. Sama seperti hidup enggak ada yang mudah, apalagi terlalu sulit. Semua udah ada porsinya masing-masing, tergantung dari mana orang itu menyikapinya. Lebih dewasa kah? Atau malah banyak mengeluh. Lelah itu wajar, lo bisa istirahat lagi. Tapi, ingat sekalinya istirahat jangan keterusan. Yuk bisa bangkit!” tutur Evelina mengandung banyak motivasi, walaupun jalur dari keterdiaman Yeoso sama sekali bukan tentang apa yang dikatakan gadis itu.
Yeoso menatap dengan mata yang berkaca-kaca membuat Evelina mendadak tidak enak. Entah kenapa gadis itu merasa bersalah dengan perkataannya sendiri yang mungkin sudah menyakiti perasaan Yeoso tanpa ia sadari.
“Yeoso, lo enggak apa-apa, ‘kan? Maafkan perkataan gue tadi, agak sedikit kasar,” sesal Evelina memegang punggung tangan gadis itu dengan begitu erat seakan menyalurkan penyesalannya yang begitu mendalam.