Pelajaran di ruang kelas 11 IPA 2 tampak sangat hening dengan suara seorang guru lelaki berkacamata menerangkan salah satu ekosistem kehidupan yang tidak ada habisnya.
Seluruh murid memperhatikan dengan begitu serius dan sesekali mencatat hal penting yang tidak disebutkan dalam materi. Semua benar-benar mencerminkan ruang lingkup belajar yang sangat nyaman.
Tentu saja Evelina nyaris terlambat, untungnya Syafa yang kebetulan sedang mengambil beberapa barang dari loker mendapati teman sekelasnya baru saja datang. Gadis itu tampak mengkode pada Evelina untuk tidak masuk lebih dulu, karena di dalam sudah ada Pak Handiarto yang sedang melakukan kegiatan paginya, yaitu memeriksa kehadiran melalui daftar papan di depan kelas.
Kelas 11 IPA 2 memang memiliki kebiasaan untuk menulis nama siapa pun yang tidak masuk di dalam daftar. Sehingga sekarang nama Evelina Keith berada di sana membuat Syafa mendadak panik. Apalagi seluruh teman kelasnya tidak ada yang menyukai Evelina.
Pertolongan dari Syafa benar-benar menyelamatkan Evelina dari masalah besar. Membuat gadis itu merasa sedikit beruntung, walaupun masih tetap merasa tidak enak pada Syafa, karena telah merepotkannya dalam masalah seperti ini.
Sebab, ketika Syafa masuk dan disusul Evelina yang menunduk sebelum akhirnya mendudukkan diri di bangku kosong tanpa Jordan. Entah kenapa lelaki itu menjadi sedikit nakal dengan memilih bolos dari mata pelajaran yang cukup berpengaruh dalam nilai kelulusan.
“Eve, memangnya Jo ke mana?” tanya Syafa yang duduk tepat di seberang gadis tersebut.
Evelina menggeleng pelan, lalu menjawab dengan setengah berbohong agar tetap aman, “Enggak tahu. Gue ke sini sendirian.”
Tanpa bertanya apa pun lagi, Syafa pun mengangguk pelan. Kemudian, mulai mendengarkan seluruh perkataan dari Pak Handiarto yang tidak boleh terlewat satu kata pun.
Di saat Evelina asyik mendengarkan tanpa diganggu gugat, sejenak gadis itu mendengar suara seseorang memanggilnya dari jendela. Membuat beberapa murid yang kebetulan duduk di sana langsung menoleh dan mendapati Reyhan menunjuk-nunjuk ke arah Evelina.
Beberapa murid itu pun menatap Evelina yang asyik mencatat, lalu menoleh saat tanpa sengaja lemparan bola kertas itu mendarat sempurna di buku gadis tersebut.
Tatapan Evelina terhenti pada Reyhan yang mengkode untuk keluar membuat gadis itu mendelik tidak percaya, lalu menunjuk ke depan kelas yang memperlihatkan Pak Handiarto tengah mencatat sesuatu.
Akan tetapi, Reyhan benar-benar menyebalkan. Lelaki itu tetap memaksa Evelina untuk datang. Membuat gadis itu mau tidak mau bangkit dari tempat duduknya.
“Mau ke mana, Ve?” tanya Syafa penasaran.
“Kebelet,” jawab Evelina singkat, lalu mempercepat langkah kakinya ke arah guru yang dikenal sangat kejam.
Sejenak Evelina menatap Pak Handiarto yang masih sibuk mencatat di papan tulis. Sampai lelaki itu menyadari seseorang berdiri tepat di belakangnya dan memilih berbalik dengan kening berkerut bingung mendapati Evelina.
“Ada apa, Evelina?” tanya Pak Handiarto menutup spidol hitamnya agar tidak cepat mengering.
“Maaf, Pak. Saya izin ke toilet,” jawab Evelina dengan penuh sopan.
“Baiklah, jangan lama-lama,” pungkas Pak Handiarto menyetujui permintaan gadis itu.
Mendengar hal tersebut, Evelina pun bergegas keluar dan mengkode agar Reyhan hengkang dari depan kelas. Karena kalau sampai ketahuan oleh Pak Handiarto, bukan hanya Reyhan yang terkena masalah, melainkan dua gadis lainnya ikut menjadi sasaran empuk dari amukan guru kejam tersebut.
Saat dirasa sudah cukup jauh, Evelima bernapas lega. Kemudian, gadis itu menandangi Reyhan yang benar-benar mencari masalah. Padahal ia sudah tidak ingin terlibat, tetapi lelaki itu masih saja tetap melibatkan dirinya dalam hal yang cukup mengejutkan.
“Kenapa lagi, Rey? Bukannya gue udah bilang enggak ikut bolos hari ini?” tanya Evelina setengah kesal, lalu sedikit terkejut melihat kehadiran seorang gadis yang tidak asing di sampingnya.
“Sabar dulu, Ve. Gue ke sini mau minta bantuan sama lo, buat jagain Yeoso sebentar,” jawab Reyhan tersenyum canggung. “Enggak apa-apa, ‘kan? Kalau gue titipin sebentar sama Eve?”
Yeoso mengangguk pelan. “Gue sangat berterima kasih sama lo, Rey.”
Sedangkan Evelina yang masih bingung terhadap situasi di hadapannya pun hanya menatap canggung. Ia memang beberapa kali berbincang dengan Yeoso, tetapi itu pun karena dipaksa oleh keadaan.
Namun, siapa sangka kalau ternyata kini Evelina benar-benar dititipkan oleh Reyhan bersama gadis bernama Yeoso. Membuat Evelina mengembuskan napasnya panjang.
Sepeninggalnya Reyhan yang berlari pergi, kini tinggallah Evelina dan Yeoso. Keduanya tampak menatap canggung dengan Evelina tidak pandai membuka percakapan.
“Uhm … Eve, lo ingat gue?” tanya Yeoso menarik napas panjang sebelum akhirnya memutuskan bicara lebih dulu.
Evelina terdiam sesaat, lalu menjawab, “Ingat, tapi gue lupa. Memangnya kita pernah saling kenal?”
“Astaga, gue Yeoso yang waktu itu sekelompok sama lo,” keluh gadis itu menatap tidak percaya. “Emang lo mengejutkan, ya. Gue pikir bakalan diingat, ternyata sama sekali.”
Mendengar keluhan itu pun membuat Evelina mendadak tidak enak. “Maaf, gue emang ngerasa enggak asing. Tapi, kalau buat mengingat sepertinya susah. Karena kita juga kurang akrab, walaupun pernah satu kelompok pas praktikum.”
“Iya juga, apalagi lo selalu menjaga jarak sama kita,” timpal Yeoso setengah menyindir. “Jangan ngerasa canggung lagi, Ve. Gue kenal sama lo berkat Jo.”
“Benarkah?” Evelina tampak tidak percaya.
Yeoso mengangguk penuh, lalu berkata, “Sepertinya Jo enggak pernah cerita ya kalau gue temanan sama dia.”
“Bukan enggak cerita, Jo cuma enggak mau buat gosip aneh, apalagi kalau sampai melibatkan perempuan. Karena lo tahu sendiri penggemar The Handsome Guy gimana di sekolah,” sanggah Evelina menggeleng tidak setuju.
“Mungkin tindakan yang bagus nyembunyiin kenyataan bahwa gue sama dia saling kenal,” balas Yeoso mengangguk mengerti. “Oh ya, kita klop juga ngobrol panjang lebar di sini. Lo lagi belajar, ‘kan?”
Evelina mau tidak mau mengangguk pelan, lalu menjawab, “Gue ada pelajaran Pak Han. Tapi, semua ini mendadak berantakan karena Rey.”
“Maaf, sebenarnya gue yang minta dia ke sini,” sesal Yeoso mendadak merasa bersalah.
Seketika Evelina pun menatap tidak percaya, lalu menggeleng cepat. “Enggak. Ini bukan salah lo, tapi Rey. Lagian gue juga di kelas enggak ada tugas apa pun.”
“Gimana kalau kita ngobrol di UKS? Kalau di sini, lama-kelamaan kita bisa mendapat masalah,” usul Yeoso bersemangat.
“Boleh!” jawab Evelina mengangguk penuh.