“Gue pergi dulu!” pamit Zafran memencet klakson singkat, lalu mengangguk pelan.
Zafran benar-benar mengendarai motornya pergi meninggalkan Reyhan dan Jordan yang kompak mengembuskan napas panjang. Keduanya memang tidak bisa melakukan apa pun, jika hal tersebut menyangkut dengan Evelina. Karena siapa pun akan mengetahui dengan jelas bahwa Zafran menyayangi gadis itu dengan sangat baik.
Entah kenapa kasih sayangnya menjadi banyak tanda tanya bagi Jordan dan Reyhan yang mulai merasa bahwa sahabatnya sedikit aneh. Namun, mereka berdua tidak bisa mengambil keputusan tersendiri, sebab Zafran sudah dekat dengan Evelina sejak masih sangat kecil. Sehingga kebersamaan keduanya sudah sangat lama dan banyak melakukan kenangan.
Di samping itu, kepergian Zafran kali ini benar-benar membawa kesialan tersendiri. Sebab, bisa dikatakan Zafran menjadi pemain yang sangat diandalkan oleh seluruh timnya. Ditambah pertandingan kecil kali ini menggunakan nama sekolah yang mungkin akan berdampak besar.
Syafa yang melihat perubahan raut wajah kedua lelaki di hadapannya pun mendadak penasaran. Gadis itu menatap ke arah Reyhan yang kelihatan lebih bersahabat dibandingkan oleh Jordan. Sebab, lelaki itu benar-benar diam tanpa suara.
“Memangnya kenapa kalau Zafran pergi?” tanya Syafa penasaran.
Reyhan menoleh dengan kening berkerut. Sejenak lelaki itu tidak mempercayai gadis di hadapannya begitu penasaran dengan urusan mereka berdua. Walaupun tidak dapat dipungkiri menjelaskannya pun tidak masalah. Karena memang sudah menjadi rahasia umum kalau Zafran lebih memperhatikan Evelina dibandingkan dirinya sendiri.
“Enggak apa-apa,” jawab Reyhan menggeleng santai dengan menatap polos Syafa.
Merasa lelaki di hadapannya tidak ingin menjawab apa pun lagi, Syafa pun menganggik pelan. Kemudian, berbalik melenggang pergi menjauhi kedua lelaki yang mulai memperhatikan kepergiannya.
Sepeninggalnya Syafa, The Handsome Guy hanya tersisa Jordan dan Reyhan yang terlihat saling berpandangan satu sama lain. Keduanya tampak bertukar pikiran dengan diakhiri bangkit satu sama lain, dan menaiki motor besar masing-masing untuk bergegas menuju lapangan futsal yang telah ditentukan.
Sementara itu, di sisi lain Zafran baru saja menghentikan motornya tepat di depan sebuah kedai minuman. Terpampang seorang gadis dengan tas berwarna cokelat masih tergantung cantik dan sesekali memperhatikan kegiatan banyak pelayan di hadapannya.
Dengan mengacak rambutnya sesaat, Zafran pun beranjak turun dan melangkah memasuki kedai minuman yang menjadi kesukaan Evelina. Bahkan gadis itu selalu menyempatkan diri untuk datang, meskipun tidak menjadi rutinitas akibat sang ibu melarang untuk tidak terlalu banyak mengonsumsi benda berwarna hitam kenyal.
Kedatangan Zafran mengundang banyak tatapan perempuan lain yang kebetulan duduk dekat pintu. Sampai mereka menganga tidak percaya melihat pesona dari anak SMA yang benar-benar mendominasi seisi ruangan. Membuat tidak ada seorang pun yang bisa mengalihkan pandangannya.
Sedangkan Evelina yang melihat sahabatnya datang pun mengembuskan napas panjang. Gadis itu tampak tidak percaya menatap Zafran benar-benar datang menarik banyak perhatian.
Tanpa menunggu lama, Zafran langsung merebut minuman milik Evelina membuat gadis itu hanya bisa meratapi kekesalannya pada sahabat yang selama ini dengan setia menemani sepanjang perjalanan hidupnya.
“Kenapa lo enggak ngantri dulu, Zaf,” keluh Evelina mendengkus kecewa melihat minuman kesukaannya menjadi tandas tak tersisa sedikit pun.
“Maaf, gue tadi haus banget panas-panasan ke sini,” sesal Zafran bernada santai seakan tidak benar-benar meminta maaf.
“Jangan minta maaf kalau tidak ingin menunjukkan penyesalan,” sindir Evelina dengan nada sarkastis.
Spontan mulut Zafran pun terkatup sempurna. Lelaki itu merasa bersalah sekaligus tidak enak dengan tindakannya tadi.
“Gue beliin, Ve!”
Zafran bergegas bangkit menuju kasir untuk menyebutkan minuman kesukaan Evelina sekaligus dirinya. Lelaki itu hendak mempercepat kedatangannya agar tidak terlalu lambat.
Sementara itu, Evelina mengembuskan napasnya panjang dan melangkag mendekati Zafran yang terlihat sibuk menunggu.
“Pak Han cuma mau bilang masalah kemarin?” tanya Evelina membuat lelaki tampan yang sibuk menunggu itu pun menoleh.
“Iya, Ve. Tadi aja gue dikasih tahu sama Syafa,” jawab Zafran mengangguk singkat.
Kebetulan sekali minuman yang dipesan Zafran pun selesai membuat lelaki itu langsung mengambilnya dan membawa dua minuman tersebut keluar. Secara bersamaan Evelina mengikuti dari belakang sembari mempersilakan Zafran lebih dulu keluar kedai.
Sejenak kepergian Zafran membuat beberapa gadis yang ada di sana mendengkus kecewa. Namun, mereka jelas tidak bisa berharap lebih. Selain Zafran masih sekolah, lelaki itu dekat dengan seorang gadis kalem yang ternyata sangat cantik sekaligus manis. Wajah Evelina benar-benar tidak membosankan membuat siapa pun akan tetap senang memandanginya, walaupun seharian penuh.
“Kita harus ke sekolah lagi, Ve. Gue juga habis ada acara buat sparing futsal sama sekolah lain,” ungkap Zafran memberikan minuman tersebut kepada Evelina yang mengernyit bingung.
“Kalau enggak bisa juga enggak masalah, Zaf. Lagi pula gue bisa ke sekolah sendirian,” balas Evelina sedikit tidak enak hati.
Zafran menggeleng keras. “Selagi ada gue, lo akan tetap menjadi prioritas.”
Jantung Evelina mendadak berdetak jauh lebih cepat. Gadis itu berdeham pelan menetralkan suaranya agar tidak terdengar bergetar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Ya udah buruan!” pinta Evelina dengan nada memaksa.
Kemudian, Zafran pun menaiki motornya sembari mengenakan helm full face dan menunggu Evelina menyelesaikan kegiatan mengenakan helm penumpang yang terlihat sedikit sulit akibat kedua tangan gadis itu penuh dengan dua cup besar berisikan bubble.
Zafran yang melihat hal tersebut pun tidak tinggal diam dan langsung membantu Evelina menyelesaikan kegiatannya dengan membantu mengancingkan helm tersebut,
Setelah selesai, Evelina mulai menaiki motor besar sahabatnya. Untung saja gadis itu mengenakan rok yang sedikit panjang hingga selutut, sehingga tidak perlu memungkinkan kain tersebut akan tersibak angin ketika motor melaju cukup kuat.
Dan benar saja, motor pun mulai melaju meninggalkan kedai yang terlihat sedikit ramai. Evelina hanya berpegangan pada sisi jaket milik sahabatnya. Tanpa memeluk sama sekali, karena memang sedari dulu Evelina hampir tidak pernah menaiki motor sahabatnya.
Tentu saja semua itu akibat Zafran sering melakukan lajuan motor terlalu cepat, sampai Evelina sangat ketakutan dan memilih untuk tidak mengikuti lelaki itu sama sekali.
“Zaf, tadi ‘kan Syafa datang nemuin lo. Di ada bicara apa aja?” tanya Evelina membuka pembicaraan.
“Enggak banyak, tapi yang gue ingat dia cuma ngasih tahu masalah ini,” jawab Zafran menggeleng pelan.
Sejenak keduanya tampak santai membelah jalanan orang lain yang terlihat letih sekaligus lelah mengantarkan banyak titik temu. Bahkan mereka tampak sangat nyaman berada di kejauhan.