41. Sparing Sutrsal

1010 Words
Selesai melakukan wawancara penuh dengan Pak Handiarto, akhirnya Evelina pun diperbolehkan pulang. Di sana ternyata ada orang tua Mesya yang menjadi penyimak penuh di balik kejadian pencekikkan yang dilakukan oleh anaknya sendiri. Awalnya kedua orang tua gadis itu sempat tidak mempercayai perkataan Evelina, tetapi melihat bagaimana sifat Evelina yang kalem. Berbeda dengan gadis kebanyakan membuat orang tua Mesya mulai mengalah dan tetap mendengarkan apa yang dikatakan Evelina. Kini gadis yang mengenakan jaket melingkari pinggangnya itu pun berdiri menghadap Zafran. Lelaki tampan menunggangi motor besar itu tampak mematap Evelina penuh di balik helm full face-nya. “Lo belum ke lapangan futsal, Zaf?” tanya Evelina mengernyit bingung. “Belum, Ve. Gue mau nungguin lo di sini,” jawab Zafran memberikan helm penumpan tersebut yang langsung disambut pelan oleh Evelina, sebab gadis itu tampak bingung melihat sahabatnya begitu santai. Sejenak Evelina menatap arloji yang ada di tangan kanannya, lalu mengembuskan napas panjang. “Zaf, ini udah jam 6 sore. Lo mau ke lapangan futsal jam berapa?” “Sekarang! Lo ikut sama gue,” pinta Zafran tanpa diganggu gugat. Mendengar hal tersebut, Evelina hanya bisa pasrah. Terkadang Zafran benar-benar menyebalkan, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Karena apa yang diminta oleh lelaki itu memang wajib dilakukan agar tidak menimbulkan pertengkaran. Ditambah hari mulai gelap membuat Evelina tidak lagi mempunyai waktu untuk berdebat lebih panjang. Dengan malas Evelina mengenakan helm tersebut dan memegang bahu sahabatnya untuk bersiap menaiki motor besar milik lelaki itu. Memang sedikit sulit, tetapi Evelina mau tidak mau harus membiasakan diri. Setelah itu, motor besar Zafran pun membelah jalanan ibukota yang mulai terlihat ramai. Sepasang lelaki dan perempuan yang masih mengenakan seragam SMA Catur Wulan dengan kotak-kotak berwarna biru khas itu pun menarik banyak perhatian. Namun, Evelina yang sudah siap melakukan penyamaran pun mengenakan jaketnya kembali. Sedangkan Zafran hanya melepaskan kemeja putihnya, tetapi tidak dengan bawahan yang masih tetap sama seperti Evelina. Tak lama kemudian, mereka berdua pun sampai di sebuah lapangan futsal yang cukup terkenal. Keduanya melenggang turun memasuki lapangan indoor ternyata sudah berisikan banyak pemain futsal dari dua sekolah yang berbeda. Kedatangan Evelina dan Zafran pun menarik banyak perhatian lelaki yang ada di sana membuat mereka tersenyum lebar sekaligus terpesona dengan kecantikan seorang gadis yang mengikuti Zafran dari belakang. “Lama banget, Zaf!” protes Reyhan berlari mendekat, lalu melirik ke arah Evelina sedikit terkejut. “Hai, Eve! Lo udah selesai urusan di sekolah tadi?” Evelina mengangguk canggung. Ia berusaha menetralkan ekspresinya di depan banyak lelaki yang dirinya yakini sedang menatap tanpa berkedip sama sekali. Seketika Evelina mulai merutuki Zafran yang memaksa dirinya untuk ikut. “Mau gue cepat atau lambat, lo juga enggak akan memulai pertandingan, ‘kan?” tebak Zafran tepat sasaran, lalu membalikkan tubuh ke arah Evelina yang menunduk dalam-dalam. “Ve, lo sama anak SMA Catur Wulan dulu, ya. Gue mau ke dalam ganti baju.” “Kok gitu, Zaf!” keluh Evelina merengek tertahankan. Zafran tertawa geli, lalu mengacak rambut gadis itu dengan gemas. “Tenang aja. Lo enggak akan diapa-apain selagi ada gue di sini.” Akhirnya, mau tidak mau Evelina pun menuruti perkataan sahabatnya. Evelina dipercayakan Zafran pada teman setimnya yang berada pada satu sekolah. Memang tidak dapat dipungkiri tidak ada satu pun dari tim Zafran yang mengganggu Evelina, selain berbincang singkat agar tidak terasa sangat canggung. Sesekali lelaki dari SMA Catur Wulan menawarkan banyak makanan ketika melihat di tangan Evelina terdapat dua cup besar minuman bubble. Akan tetapi, sayang sekali gadis itu tidak ingin memakan cemilan apa pun, selain kembali pulang ke rumah. Sesaat menunggu kedatangan Zafran, akhirnya lelaki itu pun keluar dari ruang ganti dengan pakaian setelah futsal berwarna merah lengkap beserta sepatunya. Lelaki itu tersenyum lebar ke arah Evelina yang masih setia duduk sembari menatap kosong pada lapangan. “Zaf, kumpul dulu!” seru Reyhan saat mendapati sahabatnya hendak menghampiri Evelina. Zafran mengembuskan napasnya panjang, lalu menuruti perkataan Reyhan menuju tim yang terlihat menatap penuh harap. Sesaat tim futsal dari SMA Catur Wulan pun mulai berunding tentang p*********n yang akan mereka lakukan selama pertandingan. Tampak wajah serius dari Zafran yang menjadi anggota terpenting. Memang bukan sebagai kapten, sebab Reyhan menjadi seorang kapten tim futsal. Mengingat posisi penting jatuh pada seseorang yang berkontribusi banyak pada tim. “Gue ke Eve dulu,” pamit Zafran tepat selesai berdiskusi. Reyhan yang menyadari betapa perhatiannya Zafran pun hanya bisa mengangguk. Lelaki itu tampak mengerti bahwa kekhawatiran Zafran terhadap suasana hati Evelina yang mungkin tidak nyaman berada di kumpulan para lelaki. Kedatangan Zafran membuat Evelina yang awalnya sibuk memainkan ponsel pun teralihkan. Gadis itu ternyata baru saja menghubungi orang tuanya untuk meminta izin pulang lebih lambat bersama Zafran. Karena lelaki itu masih memiliki kegiatan di luar. “Ve, lo udah izin sama Tante?” tanya Zafran sembari membuka minuman miliknya yang berada di tangan Evelina, lalu meneguknya sesaat. “Baru aja selesai. Tadi Mamah yang pertama kali nanyain lo, karena tadi Tante datang. Ngiranya lo ada di rumah,” jawab Evelina menggeleng tidak percaya. “Lain kali kalau ada acara di luar itu bilang dulu, Zaf. Untung aja perginya sama gue, jadi lo selamat.” “Emangnya Tante Wendy tahu gue pergi sama lo tadi?” Zafran menutup minumnnya kembali, dan memberikan pada Evelina meminta gadis itu untuk menjaga minumannya dengan baik. “Iya, tadi dari sekolah sempat menghubungi Papah gue. Jadi, orang tua gue tahu walaupun gue belum bilang apa pun,” jawab Evelina santai, lalu menoleh ke arah tim SMA Catur Wulan yang terlihat mulai bersiap memasuki lapangan. “Lo udah mau mulai, tuh! Sana pergi, biar cepat baliknya.” Zafran tertawa pelan, lalu memegang kepala Evelina dengan gemas. Kemudian, berbalik pergi meninggalkan gadis itu dengan setengah berlari. Tentu saja Zafran hendak membawakan kemenangan yang baik untuk nama sekolah sekaligus tim perjuangan sampai titik penghabisan. Pertandingan pun dimulai dengan menit pertama yang dilakukan p*********n dari sekolah lain. Namun, SMA Catur Wulan memiliki Zafran yang langsung bergerak gesit menuju wilayah lawan. Meskipun lawan terlihat kuat, tetapi mereka tidak cukup cerdik membaca situasi. Membuat Evelina ikut terlarut dalam pertandingan panas tersebut. Karena kedua tim sama-sama memiliki kemampuan di atas rata-rata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD