79. Merasa Bersalah

1989 Words
“Jo, gue mau ke bawah nemuin pelatih gue buat izin enggak bisa ikut demo!” pinta Zyrach ke arah seorang lelaki yang terlihat sedang mengetikkan sesuatu di ponsel. Sejenak Evelina dan Jordan tengah mengisi jam kosong dengan mengerjakan tugas. Sebab, guru yang mengajarkan mereka mendadak ada urusan sehingga terpaksa hanya ditinggali tugas dengan dateline pengumpulan tepat pulang sekolah. “Lo demo?” tanya Jordan mengalihkan pandangannya sembari memasukkan ponsel ke dalam saku celana. “Iya, gue hari ini demo. Tapi, gagal karena lo tahu sendiri kaki gue gimana,” jawab Evelina mendadak lemas. Mendengar hal tersebut Jordan pun mengangguk pelan, kemudian lelaki itu memegang lengan Evelina untuk membantunya bangkit secara perlahan. Sesekali gadis itu mengembuskan napas panjang menetralisir rasa nyeri akibat menurunkan sebelah kakinya dari bangku. Pergerakan Evelina yang keluar bersama Jordan pun membuat Mesya mengalihkan perhatiannya. Padahal gadis itu tengah berbincang dengan beberapa siswi sembari mendudukkan diri di meja. Mesya beranjak turun dan menghampiri Evelina yang mulai keluar dari bangkunya bersama Jordan menuntun dari belakang. Sontak Mesya pun ikut membantu memegangi lengan Evelina dengan lembut. “Kalian berdua mau ke mana?” tanya Mesya menatap satu per satu dari keduanya yang menjadi teman sebangku. “Hari ini gue ada demo, tapi gagal karena kaki gue cidera,” jawab Evelina mengembuskan napasnya kecewa. “Jadi, gue mau izin dulu sama pelatih di bawah.” “Demo? Sayang banget ya kaki lo mendadak cidera. Kalau aja trotoar depan sekolah selesai, mungkin enggak akan menjadi seperti ini,” gumam Mesya mendadak kesal mengingat pengerjaan trotoar yang begitu bertele-tele. Akan tetapi, ketika Mesya kembali melihatnya saat istirahat trotoar mulai dikerjakan. Entah sudah selesai atau belum, yang jelas pengerjaannya memang harus dipercepat mengingat posisi tepat di depan sekolah. Evelina tersenyum geli sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Ya udah, gue mau ke bawah dulu sama Jo. Makasih ya udah dipegangin tadi.” “Tentu saja! Gue mau nganterin lo ke bawah, Ve. Boleh, ‘kan?” pinta Mesya dengan wajah penuh harap. Baru saja Evelina hendak menjawab tiba-tiba dari arah luar terdengar suara panggilan yang menyebabkan mereka bertiga berdiri saling berhadapan itu pun menoleh. “Mesya!” panggil seorang gadis yang berdiri di ambang kelas sembari menjurus tepat ke arah Mesya. “Ngapan lo ke sini, Dar?” tanya Mesya melangkah mendekat membuat Jordan langsung mengambil alih posisi Evelina agar tidak tersungkur kembali. Kedatangan Mesya yang mendekat ke arah Dara itu pun membuat sang empu memundurkan langkah ke belakang. Akan tetapi, siapa sangka kalau ternyata Evelina mendapatkan pandangan lain. Dara tengah diikuti oleh sesosok hitam yang berada tidak jauh darinya. Entah kenapa kali ini Evelina merasakan sedikit perbedaannya ketika mengenali sesosok makhluk astral. Gadis itu memang sudah tidak lagi takut, tetapi keberadaan makhluk astral yang menjadi sempurna terkadang membuat Evelina menjadi takut sendiri. “Kenapa, Ve?” tanya Jordan menyadari tatapan Evelina yang mendadak aneh. “Ah, enggak,” jawab Evelina menggeleng kaku. “Ya udah, kita langsung ke bawah! Gue yakin Kang Seop pasti lagi nungguin.” Jordan mengangguk singkat dan mulai menuntun langkah kaki Evelina yang tertatih-tatih keluar dari kelas. Membuat beberapa pandangan teman kelasnya mendadak prihatin sekaligus tidak menyangka bahwa Jordan akan sangat perhatian. Walaupun mereka sendiri juga tidak pernah menampik bahwa perhatian Jordan memang hanya diberikan pada Evelina. Itu pun berkat hubungannya dengan Zafran membuat Evelina sering kali dititipi kepada Jordan agar dijaga dengan baik. Tentu saja banyak kejadian dan fakta yang selalu mengikuti ketika Evelina mendapatkan perlakuan tidak adil. Selain mendapat pembelaan dari The Handsome Guy, siapa pun yang berurusan ataupun menyelakai Evelina akan diusut tuntas oleh kedua orang tuanya. Pasangan suami-istri yang selama ini dikabarkan di luar negeri memang pernah secara mendadak pulang dan menemui beberapa guru membicarakan masalah perisakan Evelina sampai gadis itu menjadi lebih pendiam. Jelas saja yang paling marah adalah Peter. Lelaki itu merasa anaknya tidak pernah melakukan kesalahan apa pun, sehingga tidak patut mendapatkan perlakuan tidak adil. Terlebih selama ini Evelina selalu menjadi siswi yang baik, meskipun sesekali pernah melakukan hal nakal. Akan tetapi, tetap saja sebagai seorang pelakar Evelina bisa dikatakan patuh. Hal tersebut menggemparkan seantero sekolah, sebab kejadiannya memang terjadi ketika kebetulan sekali kelas 11 IPA 2 telah menyelesaikan kelas. Sehingga mereka tidak ada yang mengetahui bahwa kedua orang tua Evelina hampir saja menuntut kepala sekolah. Kala itu ditenangkan oleh Pak Handiarto yang menerangkan secara tegas bahwa lelaki paruh baya tersebut menjadi wali kelas sekaligus menerima banyak berita tentang Evelina yang diperlakukan tidak adil. Namun, siapa sangka kalau permintaan kedua orang tua Evelina sangat mengejutkan. Mereka berdua benar-benar menginginkan pelaku perisakan anak semata wayangnya agar dikeluarkan dari sekolah. Untung saja kala itu tidak banyak yang dikeluarkan, sebab Wendy masih memiliki hati nurani dengan melihat beberapa siswi mendapatkan latar belakag yang kurang baik. Akan tetapi, bagi siswi yang mendapatkan beasiswa dan sponsor jelas akan diputuskan secara sepihak. Membuat mereka mau tidak mau membayar sisa sekolahnya dengan uang pribadi. Sebab, yang dikeluarkan secara tidak hormat hanya ada satu orang saja. Itu pun berkat kebijaksanaan Wendy dengan memberikannya kesempatan sekolah pada tempat yang tidak terlalu mewah. Wanita itu benar-benar menggunakan koneksinya untuk memblokir sekolah favorit mana pun yang kemungkinan besar menerima siswi perisak. “Gue jadi kasihan sama Eve. Dia benar-benar berubah menjadi lebih hangat dan mau berbicara sama teman kelasnya sendiri,” gumam Syafa menatap penuh prihatin pada gadis yang dituntun oleh Jordan keluar dari kelas. “Gue juga ngerasa begitu. Mungkin sejak kedatangan orang tuanya kali, ya. Karena sehabis itu udah enggak ada lagi yang ganggu dia, selain senior yang sempat bersitegang dengan Azalia,” timpal salah satu siswi yang terlihat mengangguk-angguk pelan memandangi kepergian Evelina. Mendengat hal tersebut, Syafa pun menoleh dengan kening yang berkerut penasaran. “Memangnya apa yang terjadi sama murid ganjen itu? Gemas banget gue lihat mukanya yang cantik, tapi juga nyebelin.” “Entahlah. Gue dengar dia mulai enggak disukai sama senior, walaupun masih banyak yang tutup mata karena kecantikannya. Tapi, gue dengar dia udah mulai mendapat kecaman gitu. Apalagi dia ngelawan senior yang benar-benar penguasa sekolah.” ** Langkah tertatih-tatih Evelina berhenti tepat di hadapan seorang lelaki berpakaian kaus dengan celana tegi berwarna putih sembari menggendong sebuah ransel berwarna hitam. Kang Seop yang baru saja datang menggunakan mobil pribadinya itu tampak berbincang dengan beberapa guru. Namun, perhatian mereka langsung teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. “Kang,” panggil Evelina menunduk menatap kedua kakinya yang sekarang menjadi sangat lemah. “Evelina, bagaimana keadaanmu? Akang sudah mendengar kalau kamu cidera pagi tadi,” tanya Kang Seop menatap keadaan anak didiknya yang ternyata salah satu dari kedua kaki gadis itu diperban. “Iya, Kang. Maafkan saya lalai dalam menjalankan tugas hari ini,” jawab Evelina dengan penuh penyesalan. Tentu saja gadis itu sama sekali tidak menduga bahwa dirinya akan menjadi seperti saat ini. Terlebih jatuh akibat tersandung batu trotoar yang mulai dikerjakan lebih awal. Sebab, pihak pekerjanya merasa bersalah telah membuat banyak murid SMA Catur Wulan menjadi korban, walaupun tidak separah Evelina. “Jangan merasa bersalah. Akang tahu kamu kuat, tapi kamu juga harus banyak istirahat. Kalau begitu, kembalilah ke kelas dan belajar dengan giat,” titah Kang Seop menepuk lembut lengan Evelina, lalu mengkode pada seorang lelaki tampan yang sejak tadi diam. “Kamu temannya, ya? Tolong bawa Evelina sampai di kelas.” “Siap!” balas Jordan singkat, padat, dan jelas. Kemudian, Jordan membawa Evelina pergi dari sana. Sebab, Kang Seop ingin berbincang lebih lama bersama beberapa guru yang kemungkinan besar akan ikut andil dalam demo hari ini. Sebenarnya semua rencana mendadak berantakan akibat Evelina yang menjadi penampilan utama cidera. Namun, Kang Seop tidak bisa memaksakan kehendak. Apalagi gadis itu jatuh tepat berada di sekolah membuat seluruh tanggung jawab berada pada para guru. Membutuhkan banyak perjuangan untuk sampai di kelas, Evelina benar-benar merasa seperti orang patah tulang. Padahal ia hanya cidera akibat tersandung hingga mengenai lutut kirinya. Akan tetapi, siapa sangka kalau tindakan tersebut membuat Evelina diperhatikan layaknya orang lumpuh. Sedangkan Jordan yang berada di samping gadis itu tampak meneguk air mineral pemberian Zafran ketika istirahat tadi. “Lelah banget ya bawa gue ke bawah, Jo?” tanya Evelina terdengar merasa bersalah. “Enggak. Gue emang lagi haus aja,” jawab Jordan menoleh sesaat, lalu menggeleng pelan sembari meneguk air mineralnya. “Lo enggak haus?” “Jangankan haus, lapar pun rasanya enggak sama sekali. Gue masih pikirin apa yang orang tua gue lakuin ketika melihat keadaan gue begini,” celoteh Evelina menatap salah satu dari kedua kakinya yang terasa sangat sakit. Jordan mengembuskan napasnya berat. “Bukan salah lo, Ve. Semua ini terjadi di luar kehendak kita.” “Iya, gue tahu. Tapi, masih ngerasa enggak percaya aja kalau terjadi seperti ini sama gue. Apalagi acara demo hari ini gue yang menjadi poin utama. Sekarang pasti Kang Seop lagi kesusahan nyari pengganti gue,” balas Evelina mengangguk pelan. “Biarkan pelatih lo nyari lagi. Karena ini memang bukan kelalaian lo, tapi kecelakaan secara enggak sengaja,” pungkas Jordan dengan bijak. Setelah itu, keduanya pun kembali terdiam sembari menyandarkan tubuh. Mereka telah menyelesaikan tugas sehingga tinggal menunggu bel pulang berdering. Akan tetapi, sayangnya bela tersebut tidak akan berbunyi sebelum tepat jam 12 siang. Membuat kelas 11 IPA 2 masih memiliki waktu sekitar satu jam lagi untuk mengerjakan tugas ataupun bercengkrama dengan teman-teman sekelasnya. Kebanyakan dari mereka terlihat sedang bermain ponsel dengan melakukan selca pada sudut atau latar belakang tertentu. Semua mereka lakukan dengan sangat senang hati sampai ada beberapa murid membuat video singkat untuk diunggah pada akun sosial media mereka masing-masing. Sementara itu, lain halnya di dalam kelas 11 IPS 2 yang terlihat sibuk menerangkan materi dari salah satu guru mata pelajaran matematika wajib. Memang tidak dapat dipungkiri pelajaran tersebut nyatanya membuat Reyhan beberapa kali menguap sampai Zafran yang berada di sampingnya menggeleng malas. “Astaga, Rey, lo udah berapa kali nguap?” keluh Zafran mendadak risih, sebab ia menjadi ikutan mengantuk ketika melihat sahabatnya. “Enggak tahu, Zaf,” balas Reyhan merebahkan kepalanya pada tumpukan buku yang disusun cukup tinggi. “Jangan nguap mulu, nanti kalau sampai gurunya ngelihat lo bisa kena masalah,” ujar Zafran memperingatkan sahabatnya agar segera menghilangkan rasa kantuk sebelum wanita berwajah garang yang terlihat sibuk mencatat di papan tulis mendapati anak muridnya menahan kantuk. Memang tidak dapat dipungkiri jurusan IPS menjadi satu-satunya tempat yang paling membosankan untuk belajar. Kebanyakan dari mereka lebih menyukai hal-hal yang menantang, seperti berada di alam ataupun bercengkrama dengan orang lain. “Asli, Zaf, gue rasanya nyerah! Benar-benar ngantuk,” keluh Reyhan mula memejamkan matanya rapat. Akan tetapi, siapa sangka kalau ucapan terakhir itu bertepatan dengan seorang wanita yang menjadi pengajar jam ketiga mengalihkan perhatiannya. Wanita itu menatap ke arah dua lelaki tampan yang sibuk berbincang. Membuat wanita itu melangkah secara perlahan mendekati mereka berdua. Tentu saja banyak pandangan geli sekaligus tidak percaya dua anggota The Handsome Guy itu tidak menyadari keberadaan guru yang bertepat di samping mereka. “Apa yang kalian obrolkan, Reyhan dan Zafran?” tanya wanita itu terdengar menusuk. Sontak Reyhan yang awalnya mengantuk pun mendadak terbuka dengan sangat lebar. Ia termenung menatap wanita yang awalnya berada di depan kelas, kini tepat menghadap ke arah dirinya. “Bu, saya hanya membangunkan Reyhan yang hendak tertidur,” jawab Zafran membela diri membuat Reyhan langsung mendelik kesal. “Nyatanya memang enggak ada yang namanya persahabatan,” gerutu Reyhan yang kesal akibat tindakan mengejutkan dari Zafran. Lain halnya dengan wanita yang mengajar matematika wajib tersebut. Ia memperhatikan setiap interaksi antara Reyhan dan Zafran yang terkadang bersitegang. Bahkan keduanya tidak dapat dipungkiri saling menyalahkan satu sama lain. “Sudah selesai berdebat? Ayo, sekarang gantian kalian berdua maju ke depan dan jelaskan materi tersebut!” sindir wanita pengajar matematika wajib itu sedikit kesal. Mendengar hal tersebut mau tidak mau Zafran pun bangkit dari tempat duduknya. Ia hanya mematuhi perintah wanita itu dengan segala kemampuan otak pintarnya, walaupun sulit sekali menyaingi Evelina yang mungkin kelebihan dalam IQ. “Semua yang ada di depan, atau hanya soal jawaban itu, Bu?” tanya Zafran terdengar santai seakan menantang dirinya sendiri untuk memperlihatkan ketos SMA Catur Wulan yang sebenarnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD