76. Evelina Terluka

2006 Words
“Gawat! Kurang tiga menit lagi, Zaf.” Evelina terkejut melihat arloji mungil yang ada di tangan kirinya memperlihatkan jarum panjang hampir mengenai angka 12. Tentu saja mereka berdua baru sampai akibat terjebak macet. Siapa sangka kalau ternyata ada pemblokiran jalan di titik pusat menuju SMA Catur Wulan akibat terjadinya jalan ambrol. Membuat banyak pengendara memutar balik dengan susah payah sekaligus menempuh perjalanan cukup jauh. Belum lagi beberapa titik kemacetan terjadi akibat berangkat terlalu siang. “Kita lari, Ve!” ajak Zafran menarik pergelangan tangan gadis itu dengan lembut, lalu berlari secara bersamaan menuju gerbang sekolah yang tenyata sudah dijaga empat guru dan satu lelaki tampan berpakaian rapi, Reyhan. Sejenak dalam perjuangan berlari sekuat tenaga, Reyhan melihat tanda-tanda kedatangan sahabatnya. Membuat lelaki itu mengepalkan tangannya cemas sembari sesekali melihat ke arah arloji yang ada di tangannya. Tentu saja mulai banyak sekalu murid berlarian masuk agar tidak terkena hukuman. Sampai tidak sedikit tersandung ataupun tidak sengaja menabrak murid lainnya saking tidak bisa mengendalikan kedua kakinya sendiri. Tepat ketika satu menit sebelum penutupan gerbang, Reyhan benar-benar gelisah. Lelaki itu jelas tidak ingin menghukum sahabatnya sendiri, terlebih lelaki itu membawa Evelina bersamanya. Membuat Reyhan benar-benar ingin sekali waktu berhenti. Sampai tanpa sengaja kaki Evelina tersandung sesuatu membuat gadis itu terjatuh dan Zafran spontan berbalik terkejut. Lelaki itu berjongkok menatap lutut Evelina yang terlihat berdarah cukup banyak, lalu kembali menatap ke arah arloji yang ada di tangannya masih tersisa 30 detik lagi sebelum akhirnya pas bel pertanda masuk kelas berbunyi. “Lo masih kuat jalan, Ve?” tanya Zafran brusaha tetap tenang, walaupun perasaannya cemas melihat sahabatnya terluka akibat berlari tadi. “Tenang aja gue masih kuat!” jawab Evelina berusaha menyemangati dirinya sendiri, lalu berusaha bangkit dengan tertatih-tatih. Sedangkan Reyhan yang melihat Evelina terjatuh pun tidak tinggal diam. Lelaki itu langsung berlari mendekati keduanya. Membuat beberapa pandangan guru merasa penasaran dengan apa yang dilakukan oleh waketos tersebut. Sampai mereka menyadari ternyata Evelina sedang terjatuh di tengah berlarinya menyusul waktu sebelum pintu gerbang ditutup. Kedatangan Reyhan membuat Zafran dan Evelina langsung menoleh terkejut. “Rey, ngapain lo di sini? Udah sana jaga pintu gerbang aja, jangan khawatirin kita berdua. Gue enggak apa-apa kok,” ucap Evelina menggeleng pelan berusaha mengusir Reyhan agar tidak terlalu memperhatikan dirinya. Tentu saja Evelina hanya tidak ingin dianggap lebih spesial hanya karena berteman dengan seorang waketos sekolah. Sehingga mendapatkan perlakuan baik dalam hal segalanya. “Astaga, lo udah luka gini aja masih maksain diri sendiri!” keluh Reyhan menggeleng pelan, lalu menoleh ke arah Zafran. “Lo kuat gendong, ‘kan? Cepat bawa Eve ke UKS!” “Ini udah lewat dari jam 7, Rey. Enggak bisa!” tolak Evelina tetap ingin bersikap adil. Reyhan berjongkok menatap seorang gadis yang begitu keras kepala, kemudian memukulnya sesaat membuat Zafran melebarkan matanya terkejut. Namun, Reyhan tersenyum manis menatap ke arah Zafran agar tidak mendapatkan balasan. “Biar dia sadar,” ungkap Reyhan tepat setelah memukul kepala gadis itu meskipun tanpa suara sama sekali. “Sebenarnya lo bisa masuk tepat waktu tadi, tapi siapa yang duga kalau lo bakalan jatuh di sini. Jadi, jangan khawatir, nanti biar gue yang bilang sama guru kalau lo sakit dan maksain sekolah.” “Yakin enggak kena masalah, Rey?” tanya Zafran menyernyit khawatir, sebab sahabatnya selalu mendukung tidak memedulikan jabatannya sebagai waketos. Reyhan mengangguk pelan sembari menepuk bahu lebar sahabatnya dan menjawab, “Tenang aja. Sekarang kalian tinggal masuk dan didampingi gue, biar sekalian ngomongin masalah trotoar ini yang mengambil banyak korban. Karena tadi beberapa murid gue lihat juga kesandung, tapi enggak sampai seperti Eve.” Sejenak Zafran menatap kaki sahabatnya yang bercucuran darah hingga mengalir, kemudian mengangguk mantap. Lelaki itu mengeluarkan hoodie dari dalam tasnya untuk membaluti rok pendek milik Evelina dan mulai membopongnya masuk melalui pintu gerbang. Sedangkan Reyhan mengikuti dari belakang membuat banyak pandangan bingung sekaligus tidak suka dilayangkan pada mereka berdua yang melenggang masuk tanpa beban. Salah satu guru pun kelihatan marah, lalu berkata, “Berhenti di sana, Zafran! Ngapain kalian berdua masuk pakai gendong-gendongan segala? Ayo, baris dulu dan tulis nama kalian di daftar!” Belum sempat Zafran menjawab, suara Reyhan menginterupsi ketiganya. “Biarkan mereka berdua masuk, Pak. Zafran enggak telat, tapi dia melupakan barang bawaan untuk Bu Liane sehingga harus balik lagi.” “Terus, kenapa sampai gendong-gendongan seperti ini?” tanya guru paruh baya tersebut tidak suka. “Maaf, Pak. Tadi saat perjalanan ke sini Eve terjatuh di trotoar. Sepertinya perbaikan yang ada di sana harus dipercepat, Pak. Karena tadi Bapak lihat sendiri kalau tidak sedikit murid tersandung, tetapi tidak sampai seperti Evelina yang berdarah,” jawab Reyhan menyikap sedikit hoodie milik Zafran yang memperlihatkan luka perih milik Evelina mulai bercucuran darah. Sontak hal tersebut membuat banyak murid SMA Catur Wulan yang terlambat langsung memekik terkejut. Mereka meringis pelan melihat luka yang dimiliki Evelina ternyata sangat besar. Bahkan gadis itu sendiri sudah mulai mengeluatkan air mata, walaupun sesekali diusap agar tidak terlihat jelas. “Baiklah, cepat bawa ke UKS dan bersihkan lukanya biar tidak infeksi!” titah lelaki paruh baya tersebut khawatir. Tanpa pikir panjang Zafran langsung bergegas membawa sahabatnya menuju UKS yang tidak terlalu jauh dari lapangan. Sedangkan Reyhan kembali melanjutkan pekerjaannya untuk menghukum sekitar lima belas murid yang telah dan telah mengisi daftar keterlambatan. Sesampainya di UKS, dengan sangat berhati-hati Zafran meletakkan Evelina di tepi tempat tidur. Kemudian, mengambil baskom stainless steel dari dalam lemari penyimpanan untuk mengisi air hangat guna membersihkan sekitar luka Evelina yang banyak sekali dipenuhi oleh batu-batu halus. Selama melakukan pembersihan luka, Evelina benar-benar tidak bisa menahan tangis membuat gadis itu terinsak menyedihkan membuat Zafran mendadak tidak tega. Akan tetapi, luka yang dimiliki Evelina harus tetap dibersihkan membuat lelaki itu tidak memiliki pilihan lain, selain tetap membersihkannya dengan sangat pelan. Agar mengurangi rasa perih yang dirasakan oleh Evelina. Sebab, gadis itu benar-benar menjadi sangat menyedihkan. Untung saja Evelina tidak menyukai make up sehingga tidak perlu khawatir jika meneteskan air mata sampai membasahi kedua pipinya. Mungkin hanya kedua matanya saja yang membengkak dan hidung memerah menggemaskan. ** Bel masuk berdering nyaring membuat banyak murid SMA Catur Wulan berbondong-bondong masuk kelas. Banyak murid lelaki tampak berdiri di depan pintu menunggu kedatangan para guru, tidak sedikit murid perempuan melakukan piket kelas dengan menyapu lantai. Kelas 11 IPS 2 terlihat sangat ramai akibat Reyhan masih melakukan tugasnya sebagai waketos. Sebenarnya jadwal kali ini adalah milik Jordan, tetapi lelaki itu masih menjalani masalah hukumannya dari Pak Handiarto membuat tidak ada siapa pun guru yang berani menentang lelaki paruh baya tersebut. Bahkan Zafran yang biasanya menginterupsi kelas agar tetap tenang pun belum memunculkan batang hidung membuat banyak murid semakin merasa bebas. Akan tetapi, tidak dengan seorang gadis yang terlihat sesekali mengalihkan pandangannya dari buku pelajaran hasil pemburuan kemarin bersama Zafran di salah satu toko buku. “Vel, lo tahu ke mana Reyhan sama Zafran?” tanya Azalia pada salah satu teman kelasnya yang terlihat sibuk menikmati musik dari airpods. Vela mengernyitkan keningya tidak suka, lalu menjawab, “Gue enggak tahu.” Mendengar hal tersebut Azalia mendengkus pelan. Memang tidak dapat dipungkiri gadis itu belum memiliki teman perempuan satu pun membuat ia tidak leluasa dalam mengobrol beberapa siswi. Saat Azalia sibuk mengumpati kesombongan Vela yang merasa acuh tak acuh, padahal gadis itu sering berhubungan dengan The Handsome Guy. Tiba-tiba suasana kelas mendadak ricuh membuat Azalia mendongak penasaran melihat kedatangan seorang gadis cantik membawa sesuatu di tangannya. Salah satu murid lelaki yang kebetulan mengenal gadis cantik itu pun langsung bertanya, “Yeoso, nyari Reyha, ya? Dia lagi nugas di bawah!” “Gue tahu,” jawab Yeoso menggeleng pelan menyembunyikan senyuman manisnya. “Zafran duduk di mana, ya? Gue mau naruh tasnya.” “Oh, Zafran duduk sama Reyhan. Lo taruh aja di sana, biasanya mereka duduk bareng walaupun nanti bubar lagi,” sahut Vela menunjuk ke arah satu-satunya meja yang masih kosong. Yeoso mengangguk pelan, lalu menaruh tas yang cukup besar itu digantungan meja. Kemudian, berbalik menatap Vela yang kebetulan sering kali bersama ketika sekolah menghadapi olimpiade. “Vel, sepertinya Zafran izin enggak masuk jam pertama dulu. Dia ada di UKS nemenin Eve,” ungkap Yeoso santai. “Eve kenapa?” tanya Vela penasaran sembari melepaskan salah satu airpods yang sejak tadi menempel. “Kata Rey, tadi jatuh di trotoar depan gerbang, jadi sekarang lagi dirawat di UKS,” jawab Yeoso mengembuskan napasnya panjang. “Untung aja enggak sampai cidera. Cuma perlu istirahat sampai kakinya bisa gerak lagi.” Vela melebarkan matanya tidak percaya. “Astaga, kasihan banget! Pasti gara-gara lari telat tadi, ya?” Dengan berat hati, Yeoso mengangguk pelan. Memang tidak dapat dipungkiri nasib Evelina sangat mengenaskan. Padahal gadis itu sangat baik, tetapi mendapatkan cobaan seperti ini membuat Zafran benar-benar menaruh semua perhatiannya sampai membiarkan pelajaran terlewat begitu saja. Setelah itu, Yeoso pun kembali melenggang pergi meninggalkan kelas yang hampir ricuh meributkan masalah Evelina lagi-lagi mendapatkan kasih sayang dari Zafran. Tidak sedikit gunjingan tersebut membuat Azalia semakin penasaran dengan kedekatan Evelina sampai Zafran merelakan pelajarannya sendiri. “Vela, lo kenal sama Jordan, ‘kan?” tanya salah satu siswi ketika Vela hendak bangkit menuju loker guna menyimpan airpods miliknya di sana. “Iya, kenal,” jawab Vela mengangguk santai. “Tolong tanyain dong! Kita khawatir sama jabatannya sebagai ketos,” pinta siswi centil tersebut kompak menatap Vela penuh harap. Sejenak gadis itu mengernyit heran melihat betapa menyeramkannya ketika para siswi mulai mengagumi The Handsome Guy. Sebab, bukan hanya lelaki itu saja yang merasakan dampaknya, melainkan orang-orang di sekitar pun merasakan hal yang sama. “Enggak apa-apa, dia cuma berhenti ikut perwakilan sekolah. Tapi, buat jabatannya enggak akan lengser, karena masih ada Zafran buat gantiin,” balas Vela menggeleng menenangkan para siswi yang sangat peduli pada ketiga lelaki tersebut. “Kita benar-benar khawatir pas tahu dia kena hukuman,” ungkap salah satu siswi dengan mengerucutkan bibirnya penuh kesedihan. Sedangkan Vela hanya menggeleng pelan. Gadis itu mulai menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi menunggu kedatangan Bu Liane yang selalu memberikan banyak petuah pagi hari agar tetap semangat. Sementara itu, di sisi lain tepat pada sebuah ruangan kecil beraroma obat-obatan. Terlihat dua murid SMA Catur Wulan saling terdiam satu sama lain. Evelina yang masih belum sadarkan diri akibat pingsan saking tidak tahannya dengan luka sekaligus darah bercucuran layaknya patah tulang. Dan, Zafran yang merasa bersalah akan datangnya luka milik Evelina. Membuat lelaki itu benar-benar merasa lalai sampai tidak memperhatikan gadis itu dengan baik. Saat Zafran asyik termenung menatap betapa damainya wajah Evelina tidak sadarkan diri tiba-tiba suara langkah kaki mendekat membuat lelaki itu langsung menegakkan tubuh dan menyambut kedatangan sahabatnya dengan lesu. “Gimana keadaan Eve?” tanya Reyhan merangkul bahu Zafran yang merosot tanpa tenaga. Sama sekali bukan mencerminkan Zafran. “Belum ada tanda-tanda sadar, tapi udah dibilangin sama dokternya. Kalau Eve cuma terkejut jadi sampai pingsan begitu,” jawab Zafran menggeleng pelan, lalu mengusap wajahnya yang terasa berat. “Jangan khawatir, Eve cuma ketakutan lihat dengkulnya sendiri bakalan dibedah tadi. Padahal gue pikir cuma luka biasa, tapi siapa sangka kalau ternyata cukup parah sampai bercucuran,” tutur Reyhan mendudukkan diri di tepi kasur menatap wajah sahabatnya tanpa ekspresi. “Tahu enggak, Zaf?” lanjut Reyhan mencondongkan tubuhnya menatap Zafran penuh. “Trotoar yang menjadi salah satu dari banyaknya tumbang, cuma depan sekolah yang diurus sama kepsek. Karena engga mau kejadian ini terulang lagi.” “Baguslah!” Zafran mengagguk beberapa kali, lalu tersenyum tipis yang terlihat lega. Selesai menemui Zafran yang berada di UKS dengan sedikit prihatin, Reyhan pun melenggang pergi meninggalkan lelaki itu tanpa menyuruhnya ke kelas sama sekali. Sebenarnya bisa saja Reyhan memaksa lelaki itu pergi, tetapi sepertinya tidak akan bisa, karena kesehatan Evelina salah satu alasan lelaki itu masih ada sampai sekarang. Kini Reyhan tampak melenggang santai mengelilingi setiap kelas yang berisikan guru tengah mengajar dengan begitu sabar di hadapan murid nakal seperti The Handsome Guy, walaupun tidak dapat dipungkiri belum ada murid yang seberani daripada tiga lelaki tampan dengan jabatan tidak main-main. Beberapa pandangan para guru yang melihat Reyhan masih di luar hanya mengembuskan napasnya panjang dan menggeleng tidak percaya. Jelas mereka sudah menebak apa yang dilakukan oleh lelaki tampan itu berkeliling di luar tanpa pendamping guru sama sekali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD