DDM 8 – Tidak Bisa Hilang

1698 Words
*** Itulah mengapa dalam hidup kita harus selalu menjaga lisan kita, sebab dibalik kata maaf dan kata tidak apa-apa terkadang tersimpan jejak yang tak pernah bisa dihapus.   IG: Upi1612 ***   Angeline hanya duduk di depan rumah Cathy. Mang Jarot sudah pergi ntah ke mana, sepertinya sedang mencari pekerjaan, Angeline yang belum tahu harusmelakukan apa hanya duduk sambil menempelkan kepalanya di dinding.   “Angeline!” seru Jubaedah dari dalam rumah.   Angeline langsung berdiri dan langsung menghampiri Jubaedah.   “Ada apa, Bu?” tanya Angeline.   Perasaan Angeline tidak enak. Dirinya benar-benar merasa kalau teriakan itu tidak mengisyaratkan hal yang menyenangkan.   “Ada apa-ada apa. Kamu ini di sini numpang. Jadi, cuci piringmu sendiri!” seru Jubaedah.   Hati Angeline sungguh merasakan sakit yang luar biasa mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut Jubaedah yang sangat menyakitkan tersebut.   “Ini cuci semuanya.” kata Jubaedah lalu pergi meninggalkan Angeline.   Angeline sungguh ingin melayangkan protes. Perlakuan yang di terimanya dari Jubaeda sangatlah berbalik dari perlakuan Mang Jarot kepada dirinya. Namun, karena Angeline sadar kalau dirinya hanyalah orang yang menumpang di rumah tersebut. Dirinya pun tidak melayangkan protes barang sedikitpun.   Angeline menatap piring-piring di hadapannya lalu dirinya membawa piring-piring tersebut ke kamar mandi.   Ini kali pertama Angeline diperintah untuk mencuci. Karena sebelumnya, jangankan mencuci, mencolek sabun cuci saja dirinya tidak pernah. Angeline mulai bingung. Di dalam kamar mandi tersebut hanya terdapat satu ember.   Angeline pun mengambil busa untuk mencuci piring dan langsung menyucinya dengan semampunya. Namun, karena ini kali pertama dirinya melakukan hal demikian. Tangannya pun belum lihai.   Satu piring lolos dari tangannya yang licin, Angeline mencoba meraih piring tersebut namun gerakannya kurang gesit hingga dirinya harus mendapati fakta kalau piring yang ada di tangannya pecah.   “Duh!” kata Angeline yang meringis melihat dirinya yang secara tidak sengaja memecahkan piring tersebut.   “Angeline!” seru Jubaedah yang sudah sampai di depan kamar mandi.   Angeline buru-buru berdiri, “Maaf, Bu.” kata Angeline.   “Kamu sengaja kan mau ngabisin piring-piring saya?” kata Jubaedah.   “Nggak, Bu. Saya bener-bener nggak sengaja.” kata Angeline.   “Kamu ini bikin susah terus. Kamu tuh harusnya hati-hati, piring ini itu di beli pakai uang!” Kata Jubaedah sambil menoyor kepala Angeline.   Angeline benar-benar merasakan kesedihan yang mendalam dalam hati. Namun meski dirinya sangatlah sedih namun Angeline terus menyembunyikan kesedihannya tersebut dan terus bersikap seperti tidak terjadi apapun.   “Kamu ini, di marahin bukannya makasih malah diam aja kayak patung.” kata Jubaedah.   “Maaf, Bu.” kata Angeline.   “Maaf-maaf. Saya nggak mau tahu abis nyuci piring, kamu harus nyuci baju, dan bereskan semua sudut rumah!” seru Jubaedah yang langsung masuk ke dalam kemarnya.   Angeline benar-benar ingin mengatakan kalau dirinya merasa lelah dan tidak bisa membereskan itu semua. Bagi Angeline mencuci piring saja sudah membuat dirinya lelah.   Tanpa membantah, Angeline pun langsung melaksanakan tugas yang diberikan Jubaedah kepada dirinya semampu dirinya. Angeline kini benar-benar mirip tinggal dengan ibu tiri kejam, di mana ibu tiri kejam tersebut hanya baik kepada ayahnya saja. Kisahnya juga mirip dengan bawang putih dan bawang merah.   Selesai mencuci piring, Angeline memegangi sapu ke ruang tengah yang ada TV-nya. Angeline melirik Cathy sekilas namun dirinya tidak mau menyapa Cathy. Mantan teman buliannya itu sangatlah membencinya.   Saat angeline sedang menyapu lantai, tayangan TV berganti dengan berita yang mengabarkan tentang kedua orang tuanya, terutama sang ayah. Mereka kini mengetahui sebuah rahasia bahkan Angeline adalah anak dari seorang peretas bank.   Angeline menggigit bibirnya menahan kekesalan yang membuncak pasalhnya sat itu, Cathy dengan sengaja memperbesar volume.   “Lo sengaja ya?” tanya Angeline.   “Yaampun, Ngel. Sensian banget lo. Hih.” kata Cathy.   Angeline yang merasa kesal dengan apa yang dikatakan oleh Cathy memilih untuk menyapu di tempat lain.   “Sekarang gue tau kenapa lo jadi tukang buli di sekolah.” kata Cathy sambil tersenyum lciik.   Angeline hanya bisa menunggu lanjutan kata-kata Cathy. Bukan karena dirinya ingin membenarkan akan tetapi Angeline benar-benar merasa penasaran dengan apa yang akan dikatakan Cathy.   “Karena pada dasarnya keluarga lo itu sampah, gak berkelas, dan pencuri.” kata Cathy.   Angeline langsung dengan refleks membanting sapunya ke lantai lalu dengan cepat dirinya pun mendatangi Cathy sambil menarik rambut Cathy ke belakang.   “Apa lo bilang?” tanya Angeline yang tidak terima.   “Eh, eh, eh! Kamu apa-apaan?” seru Jubaedah dari belakang. Jubaedah melihat keadaan seperti ini saat dia sedang keluar kamar.   Angeline yang mendapatkan teriakan dari Jubaedah langsung dengan refleks melepaskan tangannya dari rambut Cathy. Cathy langsung tersenyum penuh dengan kemenangan, lalu sedetik kemudian meringin kesakitan.   “Ibu, dia jahat banget, Bu. Rambut Rina sakit.” kata Cathy dengan penuh drama.   “Kamu ini! Ini, rasakan!” seru Jubaedah yang langsung menarik rambut Angeline dari belakang dengan sangat keras. Bahkan tingkat kekerasannya tersebut sangatlah berlipat-lipat dar apa yang Angeline lakukan kepada Cathy.   Jubaedah pun langsung mengambil air lalu menyiramkan air tersebut ke tubuh Angeline hingga pakaian Angeline basah semua.   “A-ampun. Bu.” kata Angeline kepada Jubaedah.   “Ampun-ampun, ampun-ampun, Bu.” kata Angeline masih mengaduh kesakitan.   Saat tangan Jubaedah masih di rambut Angeline bagian belakang dan Angeline terlihat kesakitan karena rambunya semakin ditarik, Angeline berdoa agar Mang Jarot datang. Dan benar saja, doanya terkabu, Mang Jarot datang.   “Ibu! Apa-apaan kamu!” seru Mang Jarot.   “Pak, tapi dia..” kata Jubaedah hendak menjelaskan apa yang kini terjadi.   “Kau benar-benar memalukan Jubaedah!” seru Mang Jarot.   Tangan Jubaedah sudah melepaskan tangannya. Angeline bersyukur dalam hati.   Namun, baru saja Angeline bersyukur, perang di rumah tersebut langsung terjadi. Angeline mulai bingung harus melakukan apa. Ini semua memang salah dirinya, karena dirinya tidak bisa menahan amarahnya saat dipancing oleh Cathy tadi.   Mang Jarot membawa istrinya masuk ke dalam kamar dan melanjutkan perang di sana.   “Puas lo bikin keluarga gue kaya gini?” tanya Cathy kepada Angeline.   “G-gue nggak bermaksud.” kata Angeline yang mencoba menjelaskan apa yang terjadi meski Cathy bisa tahu sendiri bagaimana perasalahannya di lapangan.   “Apa, Ngel? Lo bener-benar perusak keharmonisan orang tua gue tau gak? Apa gak cukup lo ngebully gue di sekolah? Kenapa di sini lo mau ngebully gue juga?” tanya Cathy.   “Lo sendiri yang mincing amarah gue, Cath.” kata Angeline.   “Emang gue ngelakuin apa? Gue gak ngelakuin apa-apa.” kata Cathy.   Angeline hendak menyahut namun bayangan Mang Jarot yang memilih bertengkar dengan anggota keluarganya kini membuat Angeline mulai menahan amarahnya. Angeline tidak mau memperkeruh suasana.   “Lo bener-benar jahat, Cath.” kata Angeline.   “Gue? Jahat? Hello, lo nggak malu bilang kalo gue jahat?” tanya Cathy. “Setelah apa yang lo lakuin ke gue, lo bilang gue jahat?” tanyanya.   “Kan gue udah minta maaf.” kata Angeline mencoba membela diri.   “Apa maaf bisa ngebalikin rasa sakit yang gue rasain?” tanya Cathy.   Angeline terdiam, dirinya tentu sadar semua yang dilakukannya kepada Cathy memang sudah keterlaluan, namun Angeline tidak pernah mengira kalau apa yang dilakukannya di masa lalu bisa begitu membekas di hati Cathy.   Setelah mengatakan hal tersebut Cathy pun langsung pergi meninggalkan Angeline sendiri.   ***   Keesokkan harinya, Angeline pun sudah bersiap memakai baju seragam sekolahnya. Meski dirinya ragu untuk datang ke sekolah namun dirinya mencoba meyakinkan kalau masa depannya harus cerah. Dia bertekad tidak akan larut dalam kesedihannya.   “Sini, Non. Duduk.” kata Mang Jarot.   Angeline tersenyum kepada Mang Jarot dan mengangguk. Angeline pun mulai bergabung dengan mereka. Cathy sedang makan dengan malas-malasan, sedangkan Jubaikan hanya makan dalam diam. Sepertinya Mang Jarot sudah memperingati istrinya untuk tidak berlaku kasar kepada Angeline.   “Ini, ayam untuk Non.” kata Mang Jarot yang mengambilkan nasi dan ayam untuk Angeline.   “Nggak papa, Mang, saya ambil sendiri saja.” kata Angeline yang tidak enak hati.   “Sudah.. ini makanlah.” kata Mang Jarot.   “Terima kasih.” kata Angeline.   “Punya Rina mana, Pa?” tanya Cathy kepada Mang Jarot.   “Sudah. Kamu makan sayur aja.” kata Mang Jarot.   “Bapak pilih kasih!” seru Cathy.   Angeline yang merasa tidak enak dengan situasi tersebut langsung mengambil ayam yang ada di atas nasinya dan memberikannya kepada kepada Cathy. Cathy langsung mengambil ayam itu dan memakannya dengan asal-asalan.   “Lho, Non, kenapa diberikan kepada Rina?” tanya Mang Jarot.   “Tidak apa-apa, Mang. Saya lagi pengen makan sayur aja.” kata Angeline.   “Ck, caper (cari perhatian) banget jadi anak.” kata Cathy.   “Rina!” seru Mang Jarot.   “Terus aja, Pak. Terus. Belain aja anak kesayangan bapak ini.” kata Cathy yang langsung beranjak dan mencuci tangannya di kamar mandi.   Cathy tidak lagi nafsu makan. Ayam Goreng pemberian Angeline pun tergeletak begitu saja.   “Rina, kamu mau ke mana? Yang sopan jadi anak.” kata Mang Jarot dengan wajah yang sangat marah melihat kelakuan anaknya yang tidak sopan.   “Untuk apa? Bapak juga lebih sayang dia kan?” kata Cathy.   Cathy langsung keluar rumah tanpa mengucapkan salam. Angeline kini benar-benar merasa tidak enak.   “Rina!” seru Mang Jarot yang tidk diperdulikan oleh Cathy.   “Sudah, Pak. Ibu kalo jadi Rina juga begitu. Wong, punya bapak nggak adil.” kata Jubaedah.   “Astaghfirullah aladzim. Kenapa ibu bilang seperti itu sama bapak?” tanya Mang Jarot.   Jubaedah mengangkat bahunya acuh tak acuh mendengar apa yang dikatakan oleh Mang Jarot. Angeline merasa tidak enak hati. Lagi-lagi makanan yang ditelannya terasa hambar. Jubaedah langsung pergi masuk ke dapur.   Mang Jarot pun menunggu Angeline makan sampai selesai.   “Sudah selesai?” tanya Mang Jarot.   “Udah, Mang.” kata Angeline.   “Ayo, saya antar..” kata Mang Jarot.   “Eh, nggak usah, Mang. Saya bisa berangkat sendiri.” kata Angeline.   Mang Jarot mengeluarkan uang 50rb dan memberikannya kepada Angeline. Angeline pun menolak, “Tidak, usah, Mang..” kata Angeline.   “Ambil saja, Non. Untuk ongkos dan jajan Non di sekolah.” kata Mang Jarot.   “T-tapi..” kata Angeline.   “Ambilah..” kata Mang Jarot.   Akhirnya, Angeline pun mengambil uang tersebut.   “Nanti, Non dari sini naik angkot yang warna biru, tidak perlu pindah angkot. Jadi, nanti langsung turun di depan sekolah Non.” kata Mang Jarot.   Angeline pun mengangguk, “Terima kasih, Mang.” kata Angeline. “Saya berangkat dulu ya, Mang.” kata Angeline.   “Hati-hati, Non.” kata Mang Jarot.   Angeline mengulurkan tangannya kepada Mang Jarot untuk bersalaman, “A-a-assalamualaikum.” salam Angeline.   “Waalaikumsalam.” Jawab Mang Jarot.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD