DDM 9 -Melankolia

878 Words
*** Terkadang orang yang munafik adalah sahabat kita yang suka merasa suka ketika dalam hatinya mengatakan hal sebaliknya. Dalam hal ini lebih jujur orang yang benci kita karena dia konsisten membenci dari awal tanpa berpura-pura baik.   IG: Upi1612 ***   Angeline pun mengikuti instruksi dari Mang Jarot. Angeline pun sekolah naik angkot yang sebelumnya sudah diberhentikan oleh Mang Jarot. Di dalam angkot Angeline menemukan banyak hal. Dia melihat seorang ibu-ibu yang membawa anak, anak sekolah lain yang menggunakan angkot tersebut, bapak-bapak yang tertidur, dan Angeline merasakan diapit oleh dua orang berbadan besar.   Angeline tentu sangat meraa ingin mengutuk dan marah-marah namun dirinya memilih jalan penerimaan. Angeline sudah tidak mau lagi manja, dia akan terus mengikuti arus kemana membawanya pergi. Seperti air, Angeline pun menginginkan kalau hidupnya mengalir dan lancar-lancar saja.   Angeline mengamati cara orang-orang yang turun dengan cara mengetuk atap mobil dan berkata, “Bang, kiri!” lalu bus pun berhenti.   Angeline mengangguk mengerti. Angeline mengedarkan pandangannya ke kanan mencari tahu di mana dirinya berada. Dia pun sadar kalau sebentar lagi dirinya akan turun. Dia menatap langit lalu mengetuk dengan jarinya.   “Bang, kiri.” kata Angeline.   Mobil pun segera berhenti tepat di depan sekolah Angeline. Seketika Angeline merutuki dirinya yang turun persis di depan sekolah, namun karena terlanjur jadi dirinya langsung masuk ke dalam. Tatapan semua orang berubah.   “Kasian banget ya, Anak maling sekarang berangkat naik angkot.” kata salah satu siswai.   Angeline diam saja. Kini dia teringat salah satu webseries yang sekarang sedang tayang judulnya Kisah untuk Geri. Angeline merasa kalau nasibnya kali ini sama dengan tokoh utamanya yang bernama Dina. Bedanya Dinda lebih beruntung, dia masih memiliki keluarga lengkap tidak seperti dirinya. Sudah dicaci maki, jatuh miskin, kini bahkan tidak memiliki orang tua.   “Nat!” panggil Angeline.   Natasya yang mendengar panggilan Angeline terdiam, dirinya melirik ke kanan dan ke kiri takut orang lain ada ang melihat dirinya tengah berbicara dengan Angeline.   “Ngel, sorry banget ya. Kayaknya gue gak bisa temenan sama lo lagi, Ngel. Gue nggak mau dijauhin anak satu sekolah.” katanya jujur.   Angeline hanya bisa menghela nafas dan mengangguk. Dirinya tidak mau membuat Natasya dikucilkan. Natasya pun pergi. Angeline mulai mencari keberadaan dua temannya yang lain, yakni Velyn dan Richie. Namun, Angeline tidak bisa mendapati keduanya.   “Duh, mereka ke mana ya?” tanya Angeline.   Velyn dan Richie adalah anak dari orang kepercayaan orang tua Angeline. Jadi, Angeline berharap kalau kedua temannya tersebut bisa membantunya agar bisa keluar dari rumah rumah Cathy.   Bel masuk segera berbunyi sebelum Angeline berhasil menemukan kedua sahabatnya itu. Angeline tidak bisa mengharapkan Natasya yang sudah mengatakan secara terang-terangan bahwa dirinya tidak mau berdekatan dengan Angeline lagi.   Kini Angeline duduk sendiri. Semua orang menatapnya sinis, Angeline hanya bisa diam menangapi semua itu.   Selama pelajaran berlangsung, Angeline sama sekali tidak berkonsentrasi dengan apa yang dijelaskan oleh gurunya yang ada di depan sedang menerangkan sesuatu.   TOK TOK TOK!   Seseorang mengetuk pintu kelas Angeline. Angeline yang sedang melamun tidak menyadari kalau ada seorang siswa masuk ke dalam kelasnya.   “Permisi, Bu. Saya diminta oleh kepsek untuk memanggil Angeline ke ruangan beliau.” katanya.   Angeline tetap tidak mendengar apa yang dikatakan oleh siswa tersebut.   “Angel!” seru guru Angeline dari depan.   Angeline masih tidak mendengar suara apapun. Angeline masih asyik dengan lamunanya.   “Angeline!” seru gurunya lagi.   Angeline masih diam saja.   “Allouisia Angeline Pratama!” suara guru Angeline menggelegar.   Angeline yang semula sibuk dengan lamunannya langsung mendongak dan mulai menatap gurunya dengan bingung. “Iya, Bu?” tanya Angeline.   “Kamu dipanggil kepala sekolah!” seru guru Angeline dengan nada marah.   Angeline pun mengangguk dan berdiri. Lalu dirinya mulai berjalan menuju ruang kepala sekolah. Angeline merasa de javu. Kaki Angeline gemetar saat berjalan menuju ruang kepsek. Angeline sedikit trauma dan kembali berpikir tentang kejadian beberapa hari yang lalu saat dirnya diberikan informasi bahwa kedua orang tuanya telah meninggal.   Singkat cerita Angeline pun duduk di ruangan kepsek di ruangan tersebut juga ada wali kelas dan wali kelasnya. Situasi ini benar-benar mengingatkan Angeline kepada pertemuan sebelumnya.   “Ada apa ya, Bu, Pak?” tanya Angeline mencoba menenangkan dirinya. Angeline merasa kalau sesuatu yang buruk akan mendatanginya lagi.   “Begini, Nak. Semua wali murid komplain karena kamu ada di sekolah ini. Mereka meminta agar kamu dikeluarkan dari sekolah.” kata wali kelasnya, ibu Nara.   “Lho, mengapa mereka semua mengajukan komplain kepada saya?” Tanya Angeline yang masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.   “Mereka tidak ingin anak mereka bermain dengan anak seorang maling.” kata Bu Nara.   Kata-kata yang dikeluarkan oleh Bu Nara benar-benar kasar. Namun, lagi-lagi Angeline tetap menahan emosinya. Dirinya tidak mau tersulut api kemarahan pada awalnya.   “Bu, bukankan selama saya masuk ke sekolah kedua orang tua saya sudah menyumbang banyak untuk sekolah ini? Beliau bahkan adalah menjadi donatur tetap dan besar sebelum meninggal.” kata Ageline.   Kepsek, wali kelas, dan guru BK Angeline pun terdiam. Apa yang dikatakan oleh Angeline mamang benar. Namun, mereka harus mengeluarkan Angeline dari sekolah jika tidak mau sekolah gulur tikar dan donatur sertia yang mayoritas bulan memberikan uang itu hanya ada dalam kehidupan yang ntah di mana.   “Kami mengerti apa yang kamu rasakan Angeline, tapi kami tidak memiliki pilihan lain. Kamu harus keluar dari sekolah ini. Kami meminta naaf sebelumnya,” kata Kepsek.   Angeline benar-benar merasa hidupnya jugkir balik. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD