Mereka sangat takut karena selain uang itu, dia tidak membawa uang lagi. Namun, Reno tetap tenang. “Memangnya ada masalah apa, Mbak? Kartu ini kan saldonya banyak, nggak mungkin bermasalah,” ucap Reno seolah dia tahu persis isi di dalam kartu itu.
“Oh, begitu, ya? Kalau begitu saya coba pakai yang lain, siapa tahu alatnya yang bermasalah,” jawab wanita cantik itu.
Dia pun mengambil alat yang lain dan memasukkan ATM itu lagi. Kali ini tidak ada masalah, karena yang bermasalah adalah alat yang pertama. “Maaf, Pak. Ternyata yang bermasalah alatnya. Silahkan ketikkan nomor pinnya,” sambung resepsionis lagi.
Lelaki yang masih tampan di usia matang itu pun mengingat nomor pin yang tadi diberi tahu oleh Ical. Untung dia masih mengingatnya, dia pun menekan nomor pin itu sambil terus mengingat agar tidak salah pencet.
Begitu selesai, Reno memberikan alat itu untuk segera diselesaikan transaksi pembayarannya. Hati Reno begitu deg-degan. Dia takut nomor pin yang dia tekan salah.
“Terima kasih sudah menginap di sini. Pembayarannya sudah selesai, ini kartu Bapak.” Resepsionis itu pun memberikan kartu ATM itu kembali.
“Sama-sama.” Reno lega dan mereka pun segera pergi meninggalkan hotel.
Sebagai orang kaya baru, pertama yang mereka lakukan adalah naik taksi. Berhubung mereka tidak pernah memaka taksi online, mereka menunggu taksi yang lewat di depan hotel.
Tak lama kemudian, taksi pun berhasil mereka dapat dan meminta turun di ATM terdekat untuk mengambil uang tunai. Tentu saja untuk membayar taksi itu.
Selesai mengambil uang, mereka meminta diantar ke mall terdekat. Sampailah mereka di mall dan dengan gayanya yang sombong, Reno memberikan uang dua ratus ribu pada supir taksi itu.
“Ini untuk kamu, Supir Miskin. Sisanya buat kamu aja, lumayan bisa buat bayar hutang yang menumpuk. Hahaha,” ejek Reno setelah Puri dan Sinta berjalan lebih dulu menuju mall.
Reno tidak mau menunjukkan sifat aslinya yang sombong dan jahat di depan Sinta dan Puri. Dia harus pura-pura baik di depan Sinta dan Puri agar mereka dapat dia kendalikan.
Supir itu sakit hati diperlakukan seperti itu, apalagi uang yang diberikan oleh Reno dijatuhkan di luar mobil sehingga dia harus keluar mobil dan menunduk untuk mengambil hasil kerja kerasnya. Sayangnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya mengambil uang itu tanpa membalas.
“Terima kasih, Pak.” Sopir itu pun segera pergi dan mencoba ikhlas dengan perlakuan yang dia terima dari Reno.
Sinta dan Puri menoleh ke belakang saat menyadari Reno belum juga berada di samping mereka. “Pa, ayo,” panggil Puri.
“Iya, sebentar,” jawab Reno. Dia pun tersenyum puas dan berjalan cepat menuju Puri dan Sinta yang sudah menunggu di depan pintu.
Sudah lama tidak pernah ke mall, mereka sangat senang bisa masuk mall lagi, mereka pun bingung harus pergi ke mana dulu..
“Kita ke mana dulu, ya, Ma?” tanya Puri ke Sinta.
“Kita beli baju dulu aja gimana? Baju kita kan udah jelek banget,” usul Sinta.
Reno langsung setuju. “Setuju. Nah, di sana kayaknya bagus-bagus. Kita ke sana aja.” Mereka pun mengikuti Reno dan masuk ke dalam butik.
Banyak sekali baju yang bagus, mereka sampai bingung memilihnya. Beruntung ada karyawan baik yang membantu mereka, sehingga mereka bisa mendapatkan pakaian yang cocok dengan mereka.
Berbagai jenis baju mereka coba dan mereka akhirnya membeli baju tanpa melihat harganya. Biasanya mereka akan melihat harga dulu sebelum membeli sesuatu, tapi sekarang semuanya berubah.
“Totalnya lima belas juta,” ucap kasir saat menjumlahkan belanjaan mereka.
Puri terbelalak kaget mendengar nominal yang sangat besar baginya. “Ma, mahal banget. Berarti satu baju ini harganya jutaan, dong?” bisik Puri tidak percaya.
“Emang segitu, Sayang. Ini kan butik, limited edition, diproduksi terbatas. Sudah pasti harganya juga mahal.” Sinta tidak kaget karena dulu dia biasa belanja di tempat seperti ini.
“Pakai ini aja, Mbak.” Reno menyodorkan kartu ATM dengan penuh percaya diri.
Proses p********n pun selesai, mereka keluar dari butik dengan rasa yang sangat bahagia.
“Ternyata enak juga, ya, Ma, jadi orang kaya? Mau apa aja tinggal pilih,” gumam Puri baru menyadari kalau perkataan Reno itu benar.
“Iya. Makanya kamu nggak usah pusing sekarang. Selagi uang di sini masih ada, kita belanjakan aja semua yang kita mau. Ayo kita belanja lagi.” Reno merasa bangga karena Puri akhirnya sadar dengan ucapannya.
“Nggak mau,” tolak Puri. “Aku nggak mau belanja, aku lapar. Mau makan,” rengek Puri manja.
Sinta dan Reno tertawa setelah melihat wajah Puri yang murung sambil memegangi perutnya.
“Nah, di sini banyak banget jenis restoran. Ada restoran Korea, Jepang, Cina, Sunda, Padang. Kamu mau makan apa?” jawab Sinta sambil menunjukkan deretan restoran yang berjejer di mall tersebut.
Puri bingung karena dia tidak biasa makan di restoran. Lidahnya pun tidak pernah makan makanan aneh. “Aku pilih yang di sana ajalah, Ma. Makanan luar negeri nggak cocok di lidahku,” pilih Puri.
Dia memilih makanan khas nusantara agar dia bisa memilih menu sesuai selera. Mereka tidak protes dan mengekor di belakang Puri.
Begitu mereka masuk, pegawai restoran menyambut mereka dengan hangat. Mereka pun menunjukkan tempat yang nyaman di bagian tengah restoran.
Buku menu sudah diberikan, Puri sibuk memilih makanan yang akan dia makan. “Ehm, aku mau ini, ini, ini, ini dan ini. Mama sama Papa mau makan apa?” Puri kalap dan memesan banyak sekali makanan yang dia belum pernah makan.
Sinta dan Reno pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Mereka memilih menu mahal yang mereka ingin makan. Sambil menunggu masakan matang, mereka berbincang-bincang.
“Suasananya enak, ya, Ma, Pa. Nggak akan bosen, deh, kalau tiap hari makan di sini terus,” gumam Puri sambil melihat ke sekeliling restoran yang ditata sebagus mungkin.
“Papa kan udah bilang sama kamu. Kalau kita punya uang, mau apa aja bisa. Pokoknya hidup jadi lebih berharga dan nggak bosen,” desisnya agar Puri semakin ketagihan melakukan hal yang dia suka.
Puri mengangguk sambil mengingat semua ucapan Reno dan Sinta tentang uang. ‘Ternyata omongan Mama sama Papa benar. Sekarang aku tahu ... jadi orang kaya emang enak,’ batin Puri mengiyakan ucapan Reno.
Tiba-tiba ada seseorang yang datang dan langsung mendatangi mereka. Dengan wajahnya yang mencibir, dia begitu sombong saat berbicara dengan keluarga Puri.
“Ternyata ada sampah di sini. Pantesan bau,” hina wanita itu, yang biasa dipanggil Elza.
Puri menoleh dan sangat tersinggung dengan ucapan tersebut. Dia bangun dan menatap Elza dengan tatapan tajam. “Ternyata ada truk sampah di sini. Pasti tukang parkirnya buta, sampai dia nggak tahu kalau ada truk sampah parkir sembarangan,” balas Puri begitu menohok.
Tentu saja Elza marah dan nggak terima dikatakan seperti itu. “Kamu! Berani banget ngomong kayak gitu ke aku. Kamu nggak tahu siapa aku, hah?” bentak Elza.
“Tahu. Kamu si orang sombong, nggak punya etika dan nggak punya sopan santun, Elza Anusa. Tapi maaf. Kami nggak mau berurusan dengan orang kayak kamu. Terlalu berharga waktu kami ngurusin orang nggak guna kayak kamu,” dengus Puri penuh penekanan hingga membuat Elza semakin emosi.
“Besar banget nyali kamu sampai berani bicara kayak gini ke aku. Lihat aja apa yang akan aku lakukan pada kamu dan keluargamu!” tekad Elza.