9

1380 Words
Puri yang telah kembali duduk di tempatnya, kembali tertawa bersama keluarganya. Kebahagiaan yang begitu kentara membuat emosi Elza semakin memuncak. Tanpa berpikir dua kali, dia menghampiri Puri dan mendorong tubuh Puri hingga terhuyung ke depan, membentur meja. Sinta dan Reno sangat terkejut dan langsung berdiri karena tidak terima dengan perlakuan Elza pada anaknya. Reno sangat geram dan ingin membalas. “Kurang ajar kamu! Berani banget kamu kasar sama anakku. Apa nggak pernah diajari sopan santun sama orang tua kamu, hah?” hentak Reno. “Sopan santun? Sopan santun itu buat orang kaya dan terhormat. Bukan buat orang miskin yang bau sampah kaya kalian. Kalian emang pantes diperlakukan seperti ini. Udah miskin, sombong, belagu lagi,” hina Elza dengan arogan. Begitu terlihat rasa kesal yang teramat dalam dari sorot matanya. Sinta langsung membantu Puri yang terjerembab di atas meja. Puri bangun dari posisinya, dia mencoba bersikap tenang, tapi dia punya cara untuk membalas perbuatan Elza. “Tenang, Pa. Papa nggak perlu repot-repot membalasnya, aku bisa atasi ini.” Puri mengangguk pada Sinta, memberitahu kalau dia tidak apa-apa. “Makasih, Ma. Aku nggak papa.” Kini Puri melihat Elza menangkupkan kedua tangan di depan d**a dengan sangat angkuh. Elza merasa paling berkuasa dan tidak ada yang bisa mengalahkannya. “Minta maaf nggak!” ucap Puri dengan penuh penekanan. “Minta maaf sama kamu? Ngimpi!” tolak Elza. Puri masih berusaha tenang, dia tidak mau membuat masalah di tempat itu. “Kamu udah dorong aku sampai aku jatuh dan itu suatu tindakan tidak menyenangkan yang bisa membuat kamu masuk penjara,” tambah Puri mengingatkan kalau perbuatannya bisa saja membawa dampak buruk baginya. Bukannya sadar, Elza justru mencibir dan tidak merasa bersalah sama sekali. “Penjara? Kamu mau jeblosin aku ke penjara? Nggak akan ada orang yang bisa jeblosin aku ke penjara, apalagi kamu,” tantang Elza merasa kebal hukum. “Ok. Kamu kebal hukum, ya? Kita lihat aja apa omongan kamu itu benar atau justru omongan kamu yang akan menjadi bukti yang kuat buat menjarain kamu,” ujar Puri lagi dengan tenang. Puri yang saat ini sedang merasa sangat senang, bisa bersikap tenang dan tidak mau ada kagaduhan yang akan membuat suasana hatinya buruk. Puri pun mengedarkan pandangan ke sekeliling restoran. Melihat beberapa titik, dia mulai melanjutkan ucapannya. “Di sini banyak CCTV yang merekam perbuatan kamu ke aku. Aku bisa laporin kamu kalau kamu terus ganggu aku.” Puri menunjukkan beberapa titik pemasangan CCTV yang masih berfungsi dengan baik. Elza sedikit gentar, tapi dia tidak mau menelan ludahnya sendiri. Walaupun ada CCTV, semua itu nggak ada artinya. “Aku akan bebas dan nggak akan ada yang bisa nyentuh aku!” Elza masih sesumbar dengan sombong. Puri mulai geram. Dia sudah berusaha baik dan melupakan semua luka yang sering dilakukan Elza padanya di masa lalu, tapi Elza tidak juga sadar. Dia pun tidak bisa bersabar lagi. “Pak satpam. Tolong ke sini!” teriak Puri dengan tegas. Satpam pun segera datang dan mengangguk pada Puri. “Bapak lihat semua yang terjadi sama aku kan? Di sini ada CCTV, kalau Bapak bohong, Bapak juga akan dapat masalah. Sekarang katakan apa yang Bapak lihat,” tekan Puri penuh intimidasi agar satpam itu mengatakan kebenaran. Tentu saja satpam itu bingung harus berbuat apa. Di depannya ada dua orang kaya yang mempunyai kekuasan sama besar bagi masa depannya. “I—iya. Saya melihat nona ini mendorong tubuh Anda,” jawab satpam itu dengan gemetar. Puri tersenyum dan meledek Elza. “Sudah ada bukti dan tiga orang saksi, mau apa apalagi kamu? Kamu sudah kalah. Kalau aku buat laporan polisi dan membayar dua puluh juta, pasti mereka akan langsung penjarain kamu sampai bertahun-tahun. Jika aku tambahkan beberapa pasal dalam sekali laporan, akan membuat kamu mati di penjara. Apa kamu mau coba mati di penjara?” tegasnya membuat Elza takut setengah mati. Dia pun terdiam, tapi tidak mau percaya begitu saja. “Kamu itu orang miskin, mana mungkin punya uang banyak buat penjarain aku. Aku nggak bisa kamu bodohin, Puri,” tepis Elza. Reno segera mengambil kartu milik Ical dan menunjukkannya pada Elza. “Dengan kartu ini semuanya bisa kami lakukan. Dan di sini isinya satu milyar rupiah. Kalau cuma dua puluh juga, itu masalah kecil,” tunjuk Reno dengan sombong. Tentu Elza tidak percaya. “Kartu mainan mau nipu aku. Nggak akan mempan, Om.” Elza tidak percaya. Reno pun mengambil kertas di dalam dompet dan menunjukkan slip bank yang belum dia buang. “Lihat ini. Kamu bisa lihat berapa saldonya?” Elza tercengang dan tidak percaya kalau sekarang Puri sudah menjadi orang kaya. Dia pun enggan berurusan dengan keluarga Puri lagi. “Kayaknya aku harus pulang, Mama suruh aku pulang.” Elza kabur tanpa mau banyak bicara lagi. Puri tertawa puas. Baru kali ini dia melihat seorang Elza ketakutan seperti itu. Lain kali dia akan benar-benar masukin Elza ke penjara kalau dia buat maslaah lagi. Hari ini dia tidak mau kesenangannya diganggu oleh urusan tidak penting seperti Elza. “Kabur dia. Ha ha ha.” Puri menunjuk Elza yang lari kalang kabut. Reno dan Sinta pun tertawa melihat Elza berhasil dikalahkan dengan mudah oleh Puri. “Enakkan punya banyak uang? Orang sombong kaya dia aja bisa ngibrit gara-gara kekayaan kita.” Reno meracuni pikiran Puri lagi. “Iya, bener, Pa. Dan aku sangat puas.” Puri mulai ketagihan menggunakan kekayaan barunya. *** Esok harinya, Puri meminta uang pada Reno untuk jalan-jalan. Dia pun menemui Reno yang sedang duduk di teras rumah sambil ngopi. “Pa, minta uang dong. Aku mau jajan sama jalan-jalan.” “Ngapain repot-repot buang-buang uang. Biar Papa telpon Ical buat nemenin sama bayarin kamu,” putus Reno tidak mau uangnya dipakai Puri. “Tapi Pa—“ Puri tidak terbiasa pergi dengan laki-laki berduaan. “Hsss, diem. Papa mau telpon Ical dulu,” potong Reno dan dia pun benar-benar menelpon Ical dan menyuruhnya untuk ke rumah. Tak lupa dia kirim alamat rumahnya pada Ical dan Ical segera datang ke sana. Sebuah mobil mewah berhenti di depan rumah mereka dan turunlah Ical dari mobil tersebut. Pakaiannya begitu mewah serta mahal dan dia pun terlihat jauh lebih tampan dari kemarin. “Pagi Om Reno,” sapa Ical dengan sopan setelah dia mencium punggung tangan Reno. “Kamu anterin Puri. Dia mau jalan-jalan dan belanja,” kata Reno tanpa basa-basi. “Iya, Om. Puri-nya mana?” tanya Ical lagi karena Puri saat itu sudah masuk karena ada sesuatu yang ketinggalan. Tak lama kemudian, Puri keluar dari rumah dan Ical pun sangat terkejut melihat Puri yang begitu cantik. “Ya udah, cepat kalian berangkat, mumpung masih pagi,” suruh Reno buru-buru karena dia ingin Puri memoroti Ical lebih banyak lagi. “Iya, Om. Kami pergi dulu.” Ical pun pamit dan kembali mencium punggung tangan Reno. Puri terkesima melihat sikap Ical yang begitu sopan. ‘Enggak-enggak. Itu pasti cuma sandiwara dia aja, biar aku sama keluargaku berpikir dia orang baik dan nggak laporin perbuatannya ke polisi. Dasar licik,’ pikir Puri dalam hati, tetap berpikiran buruk pada Ical. Sepanjang perjalanan menuju tempat tujuan, tidak ada suara apapun, bahkan Puri memilih duduk di belakang agar tidak bersenggolan dengan Ical yang menurutnya sangat licik dan jahat. Sedangkan Ical sibuk menyetir seperti supir pribadi. Mereka sampai di salon, sesuai permintaan Puri. Puri yang tidak pernah ke salon pun bingung harus apa. Melihat Puri yang kebingungan, Ical membawa Puri ke petugas salon. “Mbak, tolong layani dia, ya? Lakukan apapun agar dia terlihat semakin cantik dan sehat,” ucap Ical meminta tolong pada seorang wanita yang kerja di sana. Puri tidak terima dianggap tidak mengerti apa-apa, dia tersinggung. “Jangan kamu pikir aku nggak tahu apa-apa, ya? Aku tahu, kok, harus ngapain aja di salon ini,” dengus Puri marah. Puri pun memilih untuk masuk ke dalam sebuah ruangan khusus untuk melakukan berbagai perawatan kecantikan, agar tidak ketahuan Ical kalau dia memang benar-benar tidak tahu apapun tentang langkah-langkah yang akan dia lakukan di salon tersebut. “Lama juga, ya, ternyata nungguin cewek nyalon. Aku nggak pernah tahu kalau nyalon itu lama,” gumam Ical sambil melihat jam yang sudah berjalan tiga jam. Ditemani majalah bisnis yang sangat menarik, Ical tidak merasa bosan sama sekali. Berjam-jam pun tidak terasa, bahkan terasa baru beberapa menit saja. Tak lama kemudian, Puri keluar dengan penampilan barunya. Ical sangat kaget melihat hasilnya sampai tidak bisa berkata-kata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD