Penggantian rencana menikah

2020 Words
Keesokan harinya. Tepat di depan rumah besar milik Alice. Seoranga padangan baru saja turun dari mobilnya. Saling bergandengan tangan berjalan menuju ke teras rumahnya. Alice menggenggam erat tangan Rain. Seakan dia tak mau lepas dan jauh-jauh darinya. "Sayang! Kamu siap, aku kenalkan pada orang tua ku, nanti?" tanya Alice, pandangan matanya tertuju pada wajah tampan Rain yang baru saja turun dari mobil. Rain mengusap lembut ujung kepala Alice, membuat wanita itu tersipu malu. "Siap, sekarang kita jalan berdua," Rain berjalan meraih tangan Alice, melingkarkan pada tangannya. Mereka berjalan dengan langkah pasti, senyum bahagia terpancar dari bibir mereka berharap jika hubungan mereka di restui nantinya. Dengan satu tarikan napasnya Alice mengetuk pintu rumahnya. Tok... Tok... "Iya, sebentar!!" suara seorang pelayan berlari terburu-buru. Cklekkk.. Suara ringan pintu terbuka, membaut wajah cantik Alice terlihat sangat gugup, dia mencengkeram ujung gaun selutut miliknya. Meremasnya membantuk sebuah gumpalan kecil. Dia menarik napasnya dalam-dalam mencoba menghilangkan rasa gugupnya bertemu ke dua orang tuanya kembali. "Kamu gugup?" tanya Rain, mengusap punggung tangan Alice. Dia mencoba menguatkan hati Alice. Menunjukan padanya jika dirinya selalu ada dengannya. "Aku takut," jawabnya lirih, menundukkan kepalanya. "Non, Alice." Ke dua mata pelayan itu membulat terkejut, dia tidak menyangka melihat nona nya selama ini kembali lagi ke rumah. "Nyonya, Tuan! Non Alice pulang!!" teriak pelayan yang terlihat sangat bahagia kepulangan Alice ke rumahnya. Tak lama Orang tua Alice keluar dengan lari terbirit-b***t, wajahnya terlihat pucat pasi. Papa Alice langsung memeluk erat tubuh Alice meraihnya dari bergandengan mesra Rain. "Alice, kakak kamu!!" ucap Ricardo papa Alice. "Kakak kenapa?" tanya Alice bingung. Papanya dan mamanya hanya menunduk, meneteskan air matanya. "Ma! Pa! Kakak kenapa?" tanya Alice, menatap wajah sedih mereka bergantian. Wajahnya yang semula penuh dengan kebahagiaan. Kini berubah seketika menjadi sebuah kekhawatiran. "Hiks..Hiks.." suara tangisan ibunya mulai pecah. Memeluk anaknya erat. "Kakak kamu Alice," sambung Renita mama Alice gugup, dia tak kuasa membuka mulutnya untuk mengucapkan semuanya. "Sebenarnya apa yang terjadi, katakan? Kenapa kalian hanya hilang kakak, dan kakak, memangnya kakak aku kenapa?" tanya Alice menggebu, dengan nada suara rendah, tinggi. Apa ini yang di maksud Delisa kemarin, dia tiba-tiba mengirimkan aku pesan, dan ini jawabnnya. Dia menghilang dari rumah. "Non Delisa pergi dari rumah, non!!" sambung pelayan yang masih berdiri menatap kesedihan orang taunya. Bagai di sambar petir pagi hari, kepalanya terasa bergemuruh meluap-luap, tak bisa tertahankan lagi. Otaknya sudah mulai mendidih. Dia menatap heran pada orang tuanya. Menggelengkan kepalanya tak percaya. "Kenapa dia bisa pergi?" tanya Alice. "Bi Ijah, bawa Alice masuk ke dalam!!" pinta Renata, mengerjapkan matanya memberi kode pada bi Ijah pelayannya. "Baik, nyonya!!" jawabnya menundukkan badan. "Ayo, non kita masuk!!" "Tapi ma..." Alice menatap ke arah Rain. "Biar kita yang bicara pada teman kamu ini," sambung Ricardo. "Ayo, non.. Biarkan mereka bicara dulu!!" bi Ijah menarik tangan Alice, menuntunnya untuk bergegas masuk ke dalam rumahnya. "Bi Ijah, tapi dia pacaran aku. Kalau orang tua aku mengusirnya gimana?" Alice menghentikan langkahnya menoleh menatap ke arah pintu. "Tidak non, pasti tuan dan nyonya tidak akan mengusir teman non," bujuk bi Ijah. "Kita tunggu di ruang tamu saja," Alice menghela napasnya lega, dia membalikkan badannya lagi, melangkahkan kakinya berjalan duduk di sofa. Wajah yang semula bersedih berubah menjadi amarah ketika melihat laki-laki di samping Alice. Ricardo mulai menggeram kesal, menjamkan pandangan matanya, yang terlihat. Menakutkan! **** Rain Pov Rain dan mama serta papa Alice saling memandang, dan Rain hanya menunduk takut. Dia perlahan mulai gugup harus berhadapan sendiri dnegan ke dua orang tua calon istrinya. "Ada apa, om!!" ucapnya ramah. "Jauhi anak aku, aku mau kamu pergi dari kehidupan dia." ucap tegas penuh dengan kebencian di mata Ricardo. "Gak bisa, om. Aku sangat mencintai anak, om. Dan gak mungkin bisa melupakannya begitu saja." "Aku mau kamu menjauhi anak aku, dari pada kamu akan menyesal bagikan sakit hati nantinya." saut Renita. "Tapi apa alasannya tante," "Aku minta kamu pergi!!" bentak Ricardo suara tingginya, menggema ke seluruh penjuru rumah. Membuat Alice seketika berdiri dari duduknya, dia yang mendengar perdebatan itu sontal melangkahkan kakinya cepat. "Baik, om. Jika memang saya tidak boleh di sini," "Iya, aku tidak mau anak aku menikah dengan lak-laki yang belum sukses. Bahkan masih tergantung dengan orang tua," jelas Ricardo, menajamkan pandangan matanya. "Aku juga gak sudi punya mantu yang seperti dia," "Ma, Pa, apa.yang kalian lakukan? Kenapa kalian mengusir Rain," Alice berlari menghampiri orang tuanya dengan raut wajah kecewa. "Jadi dia Rain?" "Iya," "Suruh dia pergi sekarang juga. Dna kamu cepatlah masuk!!" ucap Ricardo tajam, dia membalikkan badannya melangkahkan kakinya pergi. "Tapi.. Pa!!" Alice mencoba meriah tangan papanya memohon padanya untuk tidak mengusir Rain. "Pelayan!! Bawa Alice masuk ke kamarnya, kunci dia di kamar!" ucap keras Ricardo membuat pelayannya bergidik takut. "Ba-baik tuan!!" "Pa, kenapa papa mengurung Aku, Apa salahku?" tanya Alice bingung. Menarik-narik ujung jasnya, meski harus terseret dengan langkah kaki Ricardo yang tidak perdulian dari sama sekali. "Alice cepatlah masuk!!" bentak Ricardo. Alice diam tertegun sejenak, dia menggelengkan kepalanya. "Kenapa? Kalian jahat sama aku?" ucap Alice meninggikan suaranya, air matanya tak henti terus berjatuhan membasahi pipinya, hingga ke dua tangannya tak mampu lagi menyekanya. "Pengawal seret dia masuk ke dalam kamarnya," pinta Ricardo pada para oenawal yang sudah berdiri di sampingnya. "Baik tuan!!" dua pengawal itu memegang erat tangan Alice, dia menarik tangannya, masuk ke dalam rumahnya secara paksa. "Lepaskan aku.. lepaskan!! Aku ingin bersama dengan Rain, aku gak mau pulang!" Alice menatap Rain peralahn sudah pergi menjauh dari rumahnya. Air matanya mengiringi kepergian Rain perlahan berjalan semakin jauh, jauh, dan jauh dari padangan matanya. Rain... Aku gak mau kehilangan kamu. Aku ingin bersama kamu.. Aku mohon.. Aku mohon kembalilah. Ke dua pengawal masih mencengkeram erat tangan Alice. "LEPASKAN!!" teriak Alice menarik kuat sepenuh tenaga tangannya dari cengkraman erat para pengawal. Ya, meski tahu jika akan menyisakan lebam nantinya di pergelangan tangannya. Ia berlari mencoba mengikuti laju mobil Rain yang sudah melesat jauh dari pandangan matanya. "Rain..." Teriak Alice sembari terus berlari sekuat tenaganya. "Rain.. Berhentilah!!" Air nata Alice tak tertahankan lagi, air bening itu membanjiri wajahnya hingga tak bisa lagi di seka dengan punggung tangannya. "Hikss.... Rain.. Jangan pergi.. aku ikut denganmu, aku ikut.." Alice yang tidak kuat lagi berlari, dia terjatuh, berlutut di jalan. Menatap ke pergian Rain. Dengan tangan kanan terangkat sebahu mencoba menggapai cinta yang kini perlahan sudah jauh darinya. Hatinya benar-benar hancur di buatnya. Seakan di hantam bebatuan keras yang meremukkan hatinya. "Alice, apa yang kamu lakukan, jangan hilang akal karena cinta," bentak Ricardo membuat Alice menatap tajam ke arahnya, dengan wajah penuh kekecewaan. "Pengawal, cepat bawa dia masuk lagi ke kamarnya." pinta Ricardo pada dua pengawal yang masih duduk menunggu perintahnya lagi. "Apa papa tidak terlalu keras dengannya," ucap Renata menepuk bahu Ricardo. "Kita harus lebih tegas denganya. Agar dia tidak melakukan hal bodoh lagi sama seperti Delisa. Aku tidak mau kehilangan ke dua anak kita." ucap Ricardo, membalikkan badannya memegang tangan istrinya masuk ke dalam rumah. Sedangkan Alice yang duduk tersungkur, dia beranjak berdiri, ke dua tangannya di tarik pelan oleh dua pengawal dan membantunya untuk bergegas masuk ke dalam rumahnya. Ricardo dan Renita sudah menunggunya di dalam kamar. Karena memang ada hal yang ingin di sampaikan padanya. Dan tidak perlu lagi di lihat orang lain. Baginya itu privasi dan hanya keluarganya uang tahu masalahnya. "Tuan, Ini nona Alice." ucap salah satu pengawal, menuntunya untuk duduk di king size milik Alice. Kakinya terasa sakit, darah segar masih terus keluar dari lututnya. Alice hanya diam menyembunyikan lukanya, dia mengernyitkan wajahnya menarik napasnya dalam-dalam, dia ingin mencoba menenangkan dirinya sejenak. Agar tidak ada beban lagi yang mengganggunya. Maaf.. bukanya aku akan melupakanmu Rain. Aku akan mencarimu lagi. Aku akan menyelesaikan masalah ini dulu. Tunggu aku Rain.. Tunggu cintaku kembali lagi padamu. Gumamnya dalam hati. "Alice, ada hal yang ingin kita bicarakan padamu," ucap Ricardo merendah. Suara yang tadi membentaknya kini suara itu merendah seakan memohon padanya. Renata beranjak duduk di samping Alice, memeluk pundaknya. Masuk dalam dekapannya. "Maafkan mama!! Selama ini kasar dengan kamu," ucap Renita. Alice hanya diam, memutar matanya malas mendengar itu semuanya. Pandangannya terhenti, ke dua matanya tertuju pada surat di atas meja miliknya. Alice yang penasaran dia mengambil surat itu, membukanya perlahan dengan wajah penuh keseriusan. Perlahan dia mulai membaca isi surat dalam kertas putih bertinta hitam itu. Alice, saat kamu pulang. Pasti kamu sudah tahu akan sesuatu dari orang tua kita. Bukanya aku ingin mempermasalahkan tentang kita. Kamu sudah terlalu baik padaku. Dan aku ingin sekali satu kali ini saja, untuk yang terakhir kalinya aku ingin kamu menolongku. Aku gak mau kehilangan orang tua aku. Tapi aku tidak mau menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku sukai. Kamu pasti tahu itu. Aku ingin bebas mencari cinta aku sendiri. Dan aku sekarang gak mau basa basi lagi. Kau mau kamu menggantikan pernikahanku. Dan pernikahan ku akan di lakukan 2 hari lagi. Membaca surat Itu Alice merasa sangat geram dia meremas kertas itu menjadi sebuah gumpalan lalu melemparnya ke sembarang arah. "Arrggg... Kenapa semua aku.. Kenapa aku. Aku tidak mau menggantikan dia menikah. Aku tidak mau.." ucap Alice menggebu penuh dengan emosi. Ricardo menarik napasnya dalam-dalam, ia beranjak berdiri, lalu berlutut di depan Alice. "Alice papa mohon padamu, tolong gantikan kakak kamu menikah," ucapnya memohon. Kenapa demi kakak semua berani berlutut di depanku. Kenapa selalu kakak yang di utamakan. Kenapa? Apa aku anak tiri mereka. Kenapa aku selalu jadi yang ke dua di rumah ini. apa hanya aku yang membuat masalah di sini.. Alice memejamkan ke dua matanya, air matanya tak hentinya terus terjatuh tidak tertahankan lagi. "Alice papa mohon!" Alice tersenyum tipis, tak terasa air matanya keluar dari tempatnya. Raut wajah sedih berubah seketika. Alice terkekeh kecil, dengan air mata yang amsih tidak hentinya menetes. Dia Menatap ke dua orang tuanya, "Kenapa di saat seperti ini kalian mengharapkan aku? Kenapa? Apa hanya karena aku anak yang di abaikan dan tidak pernah sama sekali kalian syangi," kata Alice sembari terus meneteskan matanya. "Iya, aku tahu. Aku hanyalah sebuah figuran dalam rumah ini, aku buakan siapa-siapa," lanjutnya menggebu, dia semakin tak kuasa menahan air mata yang terus belindang membanjiri pipi putih milikku. Renata beranjak berdiri, dia ikut berlutut dengan Ricardo di depan Alice. "Maafkan papa!!" "Maafkan mama!!" "Kali ini tolonglah, keluarga kita. Apa kamu ingin melihat keluarga kamu hancur dan hanya tinggal sebuah peti," ucap Ricardo. Alice tertegun, mendengar kata 'peti'. Mulutnya menganga tak percaya dengan apa yang di katakan barusan. "Maksud kalian apa?" tanyanya penuh kebingungan dalam otaknya. "Dion, orang yang akan menikahi Delisa mengancam, dia akan membunuh kita, jika dia tidak menikahi Delisa." jelas Renata. "Iya, hanya kamu yang bisa menolong keluarga kita. Kamu dan dia sangat mirip, tidak akan ada yang curiga nantinya." Siapa dia berani mengancam orang tuaku. Ini tidak bisa di biarkan, aku akan membalas apa yang dia lakukan pada orang tuaku. Dan kakakku. Mungkin ini pengorbanan uang sesungguhnya untukku. Menikahi orang yang tidak aku cintai, dan mengorbankan semua cintaku. Wajah Alice semakin menegang, dia menyeka air mata yang membasahi pipi mulus miliknya, dengan tatapan kosong penuh pikiran, wanita berambut panjang berombak itu, beranjak berdiri meraih lengan ke dua orang tua ku untuk berdiri. "Jangan seperti ini, aku akan menikahinya," jelasnya sembari membantu kedua orang tuanya berdiri kembali. "Makasih, aku sangat bangga padamu. Aku tidak mau melihat kamu hidup di luaran sana bekerja dengan hasil tidak menentu. Aku mau kamu menikah dengan orang yang akan menikahi Delisa." Alice tertegun sejenak. Hatinya merasa kacau. "Kamu akan hidup penuh dengan uang. Dan bahkan dapat kasih sayang darinya." Apa benar dia akan menyangiku. Tetapi aku tidak akan pernah bahagia dengannya. Tetapi, aku tidak bisa melihat orang tuaku menderita. "Aku tidak memikirkan uang, yang aku mau kalian dan kakak aku terbebas dari ancaman itu. Meski harus mengorbankan hatiku. Dan meski aku harus menderita." jelas Alice memeluk ke dua orang tuanya. Pelukan hangat mereka membuat dia kerasa sangat senang, di balik kesedihannya membawa sebuah berkah untuknya. Di sisi lain kakaknya pergi, dia merasa senang orang tuanya kini mulai dia rasakan. Sebuah pelukan yang belum pernah di dapatkan sebelumnya. Meskipun dia adalah anak kandung dari mereka. Tetapi kasih sayang mereka seakan hanya untuk Delisa. Di saat dia pergi orang tuanya memikirkannya meski hanya untuk membutuhkannya saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD