Bab 7

1279 Words
“Jika hal itu dilakukan atas dasar suka sama suka, lebih baik jangan dilakukan lagi ya. Saya lihat kamu ini sepertinya masih snagat muda, lebih baik menghabiskan waktu untuk menikmati masa muda kamu dengan hal positif. Tapi, jika hal itu dilakukan atas dasar keterpaksaan, kamu bisa melaporkannya ke pihak berwajib.” Gina kembali memberikan gelengan dengan kepala yang menunduk malu. Ia merasa begitu gugup hingga lidahnya kelu dan tidak bisa membalas perkataan dokter di hadapannya ini. Melihat Gina yang terdiam membuat dokter tersebut menyadari bahwa wanita di hadapannya ini tidak ingin membahas hal tersebut. “Ya sudah, saya resepkan beberapa obat untuk mengurangi rasa nyeri dan mual yang kamu alami saat ini. Perbanyak minum air hangat dan istirahat yang cukup agar kondisi kamu bisa lebih baik nantinya,’ nasehat dokter tersebut. “Baik Dok,” jawab Gina dengan suara pelan. Dokter tersebut kemudian menyodorkan sebuah kertas bertuliskan resep obat ke hadapan Gina. Begitu Gina ingin meraih kertas tersebut, sebuah tangan lain terlihat mengambil lebih dulu kertas tersebut dari tangan dokter di hadapan Gina. “Rafael,” ujar Dokter yang memeriksa Gina, saat melihat siapa yang mengambil kertas yang akan ia berikan pada pasiennya. Gina yang juga mengalihkan pandangannya untuk melihat siapa yang mengambil kertas resep obatnya tentu saja sangat terkejut mendapati kehadiran pria yang sangat ingin dihindarinya itu. “Thanks buat pemeriksaannya Bro.” Setelah mengatakan hal itu, Rafael langsung meraih pergelangan tangan Gina dan menarik wanita itu untuk keluar dari ruangan tersebut. Gina yang memang masih kebingungan dan syok dengan kehadiran Rafael hanya bisa pasrah ditarik oleh pria itu keluar dari ruang pemeriksaan. Namun, begitu sudah berada di luar ia langsung menghempas tangan Rafael yang memegang pergelangannya. Rafael tentu saja langsung membalikkan badannya dan menatap lekat pada Gina. Kedua insan manusia yang berdiri berhadapan saat ini sama-sama saling terdiam tidak bersuara. Mereka sama-sama tidak tahu apa yang harus dikatakan antara satu sama lain dalam situasi canggung ini, apalagi selama ini keduanya memang jarang berinteraksi. “Kita ke ruangan saya dulu, ada yang perlu dibicarakan,” ujar Rafael dengan nada lembut. Gina tentu saja langsung memberikan gelengan. “Nggak perlu Dok. Saya rasa nggak ada yang perlu kita bicarakan,” jawab Gina dengan nada pelan hampir seperti berbisik. Rafael tiba-tiba meraih lengan Gina dan menarik wanita itu hingga tubuhnya mendekat pada Rafael. “Tidak ada yang perlu dibicarakan?” Tanya Rafael berbisik. “Kamu mengonsumsi obat pencegah kehamilan setelah apa yang terjadi malam itu, lalu berakhir ke rumah sakit karena overdosis. Bagaimana bisa kamu bilang kalau nggak ada yang perlu dibicarakan antara kita berdua Gina?” Jantung Gina seketika langsung berdegup kencang mendengar bisikan pria di hadapannya saat ini, apalagi dirinya bisa merasakan hembusan nafas pria itu saat berbisik di telinganya. Ia akhirnya memilih diam karena tidak tahu harus menjawab apa. Melihat Gina yang diam membuat Rafael menganggap bahwa wanita itu sudah menyetujui keinginannya. Ia kemudian segera memegang pergelangan tangan Gina lagi dan membawa wanita itu menuju ruangan miliknya. Tanpa disadari oleh Gina dan Rafael, dari kejauhan ada sepasang mata yang memperhatikan mereka berdua dengan tatapan khawatir. ***** Rafael yang tengah berjalan dengan memegang pergelangan tangan gina berhenti di depan pintu sebuah ruangan. Ia segera meriah gagang pintu dan membukanya lalu mempersilahkan Gina masuk terlebih dahulu baru dirinya. Dengan ragu dan sedikit gugup Gina berjalan pelan memasuki ruangan tersebut. Hal pertama yang ia lihat adalah sebuah meja dengan papan nama Dokter Rafael Erwani yang tertulis di sana. Di samping meja terdapat rak berisikan berbagai macam buku dan majalah, lalu dinding ruangan dipenuhi berbagai macam gambar organ-organ tubuh manusia. “Silahkan duduk,” ujar Rafael sambil menunjuk ke arah sebuah sofa yang ada di sudut ruangan. Biasanya Rafael menggunakan sofa tersebut untuk tidur selama beberapa menit di jam istirahatnya. Gina berjalan menuju ke arah sofa yang ada di ruangan tersebut dengan langkah pelan sambil memegangi perutnya yang masih terasa nyeri. Ia kemudian sedikit terkejut begitu mendapat Rafael yang memegangi bahunya dan membantu memapahnya ke sofa. Keduanya menghela nafas lega begitu Gina sudah duduk di dengan baik di sofa tersebut. Namun setelah itu, keduanya malah sama-sama diam tidak bersuara sama sekali. Sejujurnya Rafael merasa ia perlu membicarakan apa yang terjadi semalam antara dirinya dan Gina. Namun, ia tidak tahu apa yang harus dirinya katakan pada wanita muda di hadapannya ini. Akhirnya keduanya hanya berakhir dengan saling diam selama hampir lima menit lamanya. “Dokter Rafael, jika memang tidak ada yang ingin anda katakan sebaiknya saya pulang,” ujar Gina yang lebih dulu memecahkan keheningan diantara keduanya. Rafael yang berdiri di hadapan Gina akhirnya menghela nafas berat sambil mengacak rambutnya karena frustasi. Ia benar-benar bingung bagaimana harus menghadapi permasalahan yang terjadi diantara dirinya dan wanita di hadapannya saat ini. “Gina, soal kejadian malam itu saya benar-benar minta maaf. Saya benar-benar tidak bermaksud melakukan hal itu pada kamu,” ujar Rafael akhirnya. “Sudahlah Dokter Rafael, toh hal itu sudah terjadi dan kita nggak bisa memutar waktu lagi,” jawab Gina. “Tapi Gina, masalahnya saya sudah merenggut ke……….” “Memangnya Dokter Rafael mau tanggung jawab dengan menikahi saya?” tanya Gina menyela perkataan Rafael dengan sorot mata yang menatap lekat pria yang berdiri di hadapannya saat ini. Pertanyaan Gina membuat Rafael langsung terdiam saat itu. Tatapannya saat ini nampak ragu bercampur gelisah dan khawatir. Gina tertawa miris melihat rafael yang langsung terdiam seribu bahasa setelah pertanyaannya itu. “Sudah saya duga dokter Rafael tidak akan bisa menjawabnya.” Rafael menghela nafas kemudian berjongkok di hadapan Gina. “Dengar Gina, selain kejadian malam itu kamu sendiri tahu bahwa kita sebenarnya tidak saling mengenal satu sama lain. Saya yakin, kamu juga pasti nggak memiliki perasaan apapun pada saya kan? Jadi, apa kamu mau menikahi orang yang sama sekali tidak kamu cintai?” Gina mengangguk paham sambil tersenyum tipis. “Ya udah, kalau gitu berarti nggak ada masalah diantara kita Dok. Toh kita berdua sama-sama udah dewasa kan, jadi anggap saja apa yang terjadi malam itu hanyalah kesenangan sesaat,” ujar Gina dengan nada santai. Entah kenapa perkataan Gina malah membuat Rafael semakin merasa bersalah pada wanita di hadapannya ini. Bagaimanapun ia sudah begitu bodoh mengambil harta paling berharga dari wanita itu. Gina tertawa kecil melihat ekspresi Rafael yang nampak masih berpikir keras setelah mendengar perkataannya. “Santai aja Dok, saya nggak sepolos yang anda pikirkan,” ujar Gina yang tentu saja membuat Rafael menatap bingung padanya. “Maksud kamu?” Tanya Rafael. “Mungkin Dokter Rafael nggak tahu kalau saya lagi ngambil pendidikan S2 di Australia saat ini. Asal anda tahu, pergaulan di luar negeri tentu saja tidak sepolos itu. Memang benar malam itu anda yang mengambil keperaw4nan saya, tapi bukan berarti saya nggak pernah melakukan foreplay dengan pria lain kan,” ujar Gina yang nampak begitu santai mengatakan hal itu pada Rafael. Walau sebenarnya semua yang ia katakan itu adalah kebohongan. Ekspresi Rafael tentu saja nampak syok mendengar perkataan wanita di hadapannya ini. “Kalaupun malam itu anda nggak mengambil keperaw4nan saya, cepat atau lambat itu pasti akan diambil oleh pria lain nantinya. Jadi, berhenti merasa bersalah pada saya karena kejadian malam itu Dok.” Mendengar perkataan Gina membuat Rafael segera berdiri dengan pandangan datar menatap wanita di hadapannya ini. Ia kemudian mengangguk beberapa kali. “Baiklah kalau begitu, berarti kita lupakan saja apa yang terjadi malam itu.” Gina ikut mengangguk menyetujui perkataan Rafael. Dalam hatinya ia tentu saja merasa begitu lega karena walaupun imagenya jadi jelek di hadapan Rafael, setidaknya hal ini membuatnya tidak akan berurusan lagi dengan pria itu. “Kamu tunggu di sini sebentar. Saya tebus obat untuk kamu setelah itu saya antar pulang.” Gina sudah akan menolak perkataan pria itu, namun Rafael sudah lebih dulu berjalan keluar dari ruangannya tanpa menunggu Gina mengeluarkan sepatah kata pun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD