Prolog
Di lantai sepuluh salah satu hotel ternama di Jakarta, terlihat sebuah pintu lift yang terbuka. Dari dalam pintu lift tersebut keluar seorang wanita yang terlihat memapah seorang pria yang nampak sempoyongan karena mabuk.
Dengan sekuat tenaga wanita itu berjalan menuju salah satu pintu kamar hotel di lantai tersebut dengan memegangi pria yang berjalan bersamanya ini. Pria itu terus saja mengoceh dan beberapa kali hampir terjatuh karena tubuhnya yang linglung akibat terlalu banyak mengonsumsi alkohol.
“Chilla,” gumam pria yang mabuk tersebut.
Wanita yang membantu pria itu nampak menghela nafas berat mendengar suara pelan pria itu yang menggumamkan nama wanita lain.
“Dokter Rafael, hari ini Kak Chilla sudah bahagia karena bisa menikah dengan pria yang dicintainya, namun anda malah diam-diam terlihat begitu menyedihkan karena meratapi cinta anda yang bertepuk sebelah tangan,” bisik wanita tersebut.
Pria yang dipanggil Dokter Rafael itu tertawa miris mendengar perkataan wanita yang berdiri di sampingnya dan memegangi lengannya agar ia bisa tetap berdiri tegak. Karena pengaruh alkohol membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita di sampingnya ini.
“Kamu tidak akan mengerti rasanya melihat orang yang kamu cintai tanpa bisa memilikinya.”
Wanita itu tersenyum miris mendengar perkataan pria yang dibantunya ini. “Anda baru merasakannya sekarang, sedangkan saya sudah merasakannya bertahun-tahun lamanya,” gumam anita itu.
Tidak ingin terlalu lama terjebak di lorong hotel, wanita tersebut dengan sekuat tenaga kembali berusaha membawa tubuh pria yang sempoyongan itu mendekati salah satu pintu kamar hotel. Ia menghela nafas lega setelah mereka berdua akhirnya berdiri di depan pintu salah satu kamar hotel.
Dengan susah payah wanita yang membantu pria bernama Rafael itu mengeluarkan kartu akses untuk membuka pintu di hadapan mereka. Begitu pintu kamar tersebut terbuka, dengan perlahan ia membantu Rafael untuk berjalan masuk ke dalam kamar tersebut dan menuju ranjang.
Akhirnya wanita itu menghembuskan nafas lega setelah berhasil membaringkan tubuh Rafael yang sudah setengah sadar itu ke ranjang. Ia memperhatikan sekilas kondisi pria tersebut yang nampak sangat kacau saat ini.
Mata Rafael yang tengah berbaring saat ini nampak memerah dan berkaca-kaca, menandakan bahwa ia terlihat begitu patah hati menyaksikan wanita yang dicintainya bersanding di pelaminan bersama pria lain. Namun, ia sama sekali tidak bisa melakukan apapun karena sadar bahwa hati wanita yang dicintainya itu memang milik pria lain.
“Cinta bertepuk sebelah tangan memang terasa sangat menyakitkan Dokter Rafael. Tidak apa jika meratapi nasib sebentar,” ujar wanita tersebut sambil menatap prihatin pada Rafael.
Setelah merasa sudah tidak ad ayang perlu dilakukan lagi, wanita itu segera berbalik hendak pergi dari kamar tersebut, membiarkan pria yang tengah patah hati itu untuk menenangkan dirinya sendiri. Namun, baru saja kakinya akan melangkah, ia dikejutkan dengan sebuah tangan yang tiba-tiba menarik lengannya hingga tubuhnya terjatuh ke atas ranjang.
“Dokter Rafael,” jerit wanita tersebut karena terkejut dengan pergerakan tiba-tiba dari pria yang ditolongnya itu. Jantungnya berdegup kencang karena gugup menyadari posisi mereka yang cukup intim saat ini, dimana ia berbaring di atas ranjang dengan Rafael yang berada di atas tubuhnya.
“Chilla,” gumam Rafael sambil tersenyum bahagia.
Karena kondisinya yang sudah mabuk parah, membuat Rafael melihat bayang wajah wanita yang dicintainya.
“Dokter Rafael, saya bukan Chilla,” ujar wanita tersebut sambil berusaha mendorong tubuh Rafael yang semakin menghimpit dirinya.
Telinga Rafael seakan tuli, ia sama sekali tidak mendengar jeritan anita yang berada di bawah rengkuhannya ini. Tangannya perlahan bergerak ke arah tangan wanita tersebut dan mencengkeramnya erat, kemudian dalam satu hentakan kedua tangan wanita itu sudah berada di atas kepala sendiri.
Wajah Rafael bergerak semakin turun mendekati wajah wanita yang berada di bawah tubuhnya ini. Pandangannya mulai kabur dan pikirannya terasa begitu kacau saat merasakan hembusan hangat nafas wanita tersebut yang menerpa kulit wajahnya saat ini.
Pandangan Rafael kemudian tertuju pada bibir merah yang nampak menggoda di hadapannya saat ini. Hawa nafsu yang mulai menggerogoti dirinya membuat ia langsung bergerak cepat meraup bibir ranum di hadapannya itu. Ia mengerang nikmat merasakan manisnya mengecap bibir tersebut.
Wanita yang tegah dicium Rafael saat ini beberapa saat masih berusaha meronta. Namun, tenaganya tentu saja tidak sebanding dengan tenaga pria yang tengah melumat nikmat bibirnya saat ini. Perlahan tubuhnya mulai bergerak menikmati sentuhan pria di atasnya, melawan pikiran di dalam otaknya yang menyuruh untuk memberontak.
Ciuman mereka perlahan semakin dalam dan cepat. Ciuman yang awalnya hanyalah gerakan dari bibir Rafael yang menyesap dan melumat kuat, perlahan mulai dibalas oleh wanita tersebut. Keduanya mulai saling menyesap, menikmati kenikmatan rasa manis yang terasa begitu membakar tubuh mereka.
Tangan Rafael yang semula menahan tangan anita di bawah tubuhnya ini mulai bergerak melepaskan cengkraman tersebut. Ia mulai bergerak turun menyentuh bahu wanita itu, menurunkan perlahan tali dress yang berada di sana.
Tidak puas hanya menurunkan tali dress yang dikenakan wanita di dalam pelukannya ini, tangannya mulai bergerak ke belakang punggung wanita itu untuk mencari resleting dress yang ia kenakan. Hanya dalam satu kali tarikan resleting di belakang punggung wanita itu akhirnya terbuka.
Hawa dingin Ac langsung terasa menusuk kulit tubuh wanita tersebut ketika Rafael menarik turun dress yang ia kenakan hingga ke pinggang dan menyisakan sebuah bra yang menutupi kedua asetnya. Tubuhnya bergetar hebat dan merinding saat merasakan tangan hangat Rafael yang bergerak menyentuh kulit pinggangnya, kemudian naik perlahan memegang salah satu dadanya yang masih tertutupi bra.
Kedua insan manusia itu melewati malam panas tersebut dengan begitu nikmat, tanpa menyadari bahwa akan ada penyesalan keesokan paginya.