Olivia menyesal mengambil kerjaan ini. Tapi dia terjebak. Olivia menunduk ketakutan karena madam tak sejak kemarin bersikap manis padanya. Tak membentaknya dan sekarang, berbicara dengannya sangat keras. Bahkan terdengar kejam. Dunia seperti itu memang kejam. Tapi olivia baru sadar dunia seperti apa yang dia masuki.
"Kamu istirahat saja di kamar saja dulu. Nanti juga pemikiran kamu bakalan jernih lagi. Kamu bisa dapatkan uang yang sangat banyak. Bahkan kamu bisa beli rumah sendiri kalau kamu mau."
"Iya madam. Maaf."
Olivia tak punya pilihan untuk melanjutkan pekerjaannya ini. Dia diantar tante, sekertaris madam untuk masuk ke kamarnya. Ada salah satu kamar yang kosong untuk Olivia tempati.
"Tante tinggal ya liv." kata sekertaris madam pada olivia.
"Iya tan. Makasih sudah diantar."
"Sama-sama. Istirahat ya."
Sekertaris madam meninggalkan olivia di kamar. Olivia masuk kedalam kamarnya. Dia membuka lemari disana. Mengambil baju santai yang sudah disediakan disetiap kamar dan lemarinya. Olivia mengambil satu dan mandi dulu di kamar mandi yang ada didalam kamar itu. Olivia terdiam mengingat semua kata-kata madam. Pekerjaannya tak berhenti di david. Olivia kira cukup satu itu, sudah pekerjaannya sudah bisa berakhir. Tapi ternyata ini akan jadi pekerjaan yang sangat panjang. Olivia mandi dan menangis sendiri didalam kamar. Dia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya nanti.
"Minta tolong tuan david bisa gak ya?" tanya olivia sendiri kepada dirinya. Dia keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya yang sudah rapi.
Olivia mengambil ponselnya dan mencoba mengecek nomer. Olivia baru ingat dia tak memiliki nomer david. Olivia membanting dirinya ke tempat tidur yang empuk disana dan juga ponsel disampingnya. Olivia memejamkan matanya. Melepaskan lelah di dunia yang kejam ini. Sampai akhirnya dia tertidur.
*
Keluarga Olivia, mamanya dan dua adiknya mencari olivia yang tak pulang juga dari kemarin. Sejak kemarin bersama david. Hingga siang ini. Olivia juga lupa mengabari karena dia tertidur pulas di tempat madam.
"Niel, coba deh telfon ponsel kakak kamu. Kok gak ada kabar dan belum pulang juga? Kalau sift malam kan biasanya pulang pagi. Sekitar jam delapan apa sembilan juga biasanya sudah pulang ke rumah." kata lili pada daniel.
"Iya ma. Sebentar."
Daniel mencoba menelfon ponsel kakaknya. Tapi tak diangkat karena Olivia masih tertidur di tempat Madam. Barbar juga baru pulang dari sekolah. Kebetulan dia pulang lebih cepat.
"Kenapa ma, kak?" tanya barbara yang pulang sekitar hampir jam dua menjelang tiga. Olivia selesai dengan David pagi. Sekitar jam delapan keluar dari hotel. Jam sembilan sampai di tempat madam dan istirahat disana.
"Barbara coba telfon lagi ya." kata barbara. Daniel sudah selesai kuliah pagi. Dia akan keluar untuk bekerja. Tapi lili meminta tolong padanya.
"Coba deh ra." kata lili. Barbara mengangguk. Dia mencoba menelfon nomer kakaknya.
Drett ...
Beberapa kalo barbara mencoba menelfon ponsel sang kakak. Tapi tak diangkat. Olivia baru bangun. Dia mengecek ponselnya. Banyak sekali telfon masuk dari kedua adiknya. Olivia segera menelfon salah satunya.
"Ra."
Untungnya telfon olivia langsung diangkat. Dia berbicara dengan barbara. Barbara memberikannya kepada lili.
"Ma, aku di rumah temen. Gak apa-apa kok. Aku ini udah mau pulang. Kecapean aja. Jadi ketiduran di rumah temen." kata olivia pada lili.
"Oh iya liv, mama kira kamu kemana gitu, kenapa. Mama cuma khawatir."
"Enggak kok ma."
Olivia mengakhiri telfonnya. Dia bergegas untuk pulang ke rumah. Sebelumnya mengganti pakaian biasa, yang tak seksi dan mewah. Dia harus pamit kepada tante atau enggak madam. Olivia keluar dari kamarnya. Tapi dia mencari madam di kamarnya tak ada. Olivia turun mencari tante.
"Tante."
Dia menemukan sekertaris madam itu di lantai satu. Sedang mengawasi beberapa anak dan ngobrol dengan salah satu client.
"Saya belum pernah lihat dia. Apa dia baru?" tanya client besar, orang kaya itu yang sedang berbicara dengan olivia. Olivia merasa salah waktu kali ini.
"Iya. Tapi harganya spesial." kata sekertaris madam padanya.
"Kenapa spesial?"
"Baru buka segel om."
"Kan udah dibuka juga. Berapa harganya?"
Olivia menarik tangan sekertaris madam untuk berbicara dengannya. Dia mengajak tante berbicara sedikit jauh dari laki-laki itu. Mungkin laki-laki itu usianya sekitar empat puluh keatas.
"Tante maaf saya mau izin pulang. Boleh kan?"
"Iya boleh kok. Pulang aja. Nanti saya kontak kamu kalau ada yang mau sama kamu. Kayaknya om ini mau deh."
"Tante. Boleh jangan dulu gak. Aku masih sakit."
"Tenang. Gak mudah dapetin kamu."
"Makasih ya tante."
Olivia langsung pamit dan pergi dari bar. Dia memesan taxi. Tak kama taxinya datang. Olivia bergegas ke rumahnya. Dia berhenti di sebuah supermarket dulu untuk memberi beberapa makanan dan cemilan.
"Ke hotelnya apa ya nanti. Minta nomer telfonnya. Siapa tau tuan david mau bantu."
Ketika olivia sedang di supermarket. Sedang mengambil beberapa makanan yang dia inginkan. Olivia diam dan masih memikirkan bagaimana dia bisa lepas dari madam. Olivia ke kasir dan membayar barang belanjaannya. Lalu dia pulang.
Tak begitu lama taxinya sampai didepan rumah olivia. Olivia bergegas membayar dan turun. Dia membawa barang belanjaannya masuk kedalam rumah. Mamanya sedang di dapur. Olivia mencari sang mama.
"Maaa ..."
"Hai sayang. Baru pulang sih?"
Lili menghampiri mamanya. Memeluk mamanya. Lili juga membalas pelukan anak sulungnya itu. Mencium pipi sang anak. Olivia memberikan belanjaannya.
"Ma, ini ada bahkan makanan mentah. Siapa tau mau dimasak buat lauk atau apa. Cuma semacam Nuget, sosis, dan semacamnya sih ma. Aku mau ke kamar, mau istirahat. Capek banget."
"Iya sayang. Istirahat saja."
"Iya ma."
Olivia naik ke lantai duanya. Masuk ke rumahnya. Olivia berbaring kembali di kamarnya. Tapi dia tak bisa tidur lagi. Olivia turun kembali dan menemui mamanya. Dia ikut ke memasak dengan sang mama.
"Ma, ara mana?" tanya olivia yang tak melihat ara di kamarnya. Kalau dia tau Daniel pasti kalau enggak kerja ya di kampus.
"Gak tau. Tadi katanya ada urusan sekolah sama temen. Mau ngerjain laporannya gitu."
"Oh iya ma.."
"Ma, aku mau pergi lagi ya ma. Aku ada perlu sebentar."
"Mau kemana?"
"Sift malam lagi ma. Tapi mau jalan sama temen dulu."
"Ya udah. Besok pulang pagi lagi?"
"Ya harus ma."
"Ya udah. Hati-hati. Pokoknya kabarin mama ya kamu dimana."
"Iya ma."
Olivia kembali keatas untuk mengambil tasnya. Olivia mencium pipi mamanya dan pergi. Dia kembali naik taxi dan kali ini menuju ke hotel david. Lebih baik akan lebih bagus.
"Pak. Tunggu sebentar ya." kata olivia pada supir taxinya.
"Iya non."
Olivia masuk ke hotel yang kemarin, hotel milik david. Dia menemui salah satu pekerja yang berjaga disana.
"Maaf, saya mau minta nomer telfon tuan david bisa. Saya kehilangan kontaknya." pinta olivia pada salah satu pelayan disana, yang menjaga resepsionis.
"Anda siapanya?" tanya pekerja itu. Olivia bingung mau jawan apa.
"Nona." salah satu pekerja ada yang mengenali olivia. Olivia merasa sangat lega.
"Saya kesini mau meminta nomer kontak tuan david. Bisa kan?"
"Sebentar."
Dia memberikan nomer ponselnya kepada olivia. Olivia langsung mencatatnya. Dia mencoba beberapa kali menelfon david. Tapi telfonnya tak bisa diangkat. Olivia baru ingat kalau david bilang dia ada diluar negeri. Olivia bingung harus bagaimana. Dia kembali keluar, masuk kedalam taxi. Kali ini dia ke restoran untuk bekerja.
Karena kepala kepikiran soal pekerjaannya pada madam. Olivia tak konsen bekerja di restoran. Dia harusnya membawa pesanan ke meja mana malah dia taruh di meja mana.
"Maaf, maaf tuan nona." katanya meminta maaf dan mengembalikan pesanan ke meja yang benar.
"Gimana sih kerjanya!" mereka marah kepada olivia.
Brakk ...
Ketika olivia membawa pesanan lagi. Dia malah menabrak pembeli yang datang. Sampai semua pesanan itu jatuh dan piringnya pecah.
"Gimana sih!" mereka marah-marah kepada olivia.
"Maaf maaf ..." olivia hanya bisa menunduk dan meminta maaf.
"Olivia, ke ruangan saya."
Pengawas restoran melihatnya. Dia menyuruh olivia untuk membersihkan semuanya dan setelah itu ke ruangannya. Olivia dipecat. Olivia sudah memohon pada manager restoran. Tapi tak ada gunanya.
"Tapi mr. Ini kan kesalahan pertama. Kedua dengan yang salah meja. Saya mohon mr. Kasih kesempatan kedua kepada saya."
"Gak ada. Kalau kamu gak mau keluar sendiri. Saya bisa menyuruh anak buah saya untuk menyeret kamu keluar dari restoran ini."
"Tapi mr."
Mr memanggil orang-orang yamg berjaga di restoran itu. Tak mau diseret keluar, olivia akhirnya pergi. Olivia mengambil tasnya di rak para pekerja dan segera keluar restoran.
"Thanks ya mr."
Madam datang menemui manager restoran itu. Dia memberikan sejumlah uang kepada laki-laki berjas rapi itu.
"Sama-sama. Senang bekerja sama dengan anda." kata mr itu kepada madam.
Madam yang meminta olivia di pecat. Dia membayar sejumlah uang untuk manager restoran melakukan itu. Agar Olivia tak memiliki pekerjaan dan lebih membutuhkan uang, maka dia akan dengan terpaksa terus bekerja di tempat Madam.
Olivia pulang dengan berjalan. Dia bingung harus bagaimana setelah dipecat. Dia memilih untuk naik bus umum kali ini menuju ke rumahnya? Olivia tak mungkin pulang ke rumah. Kalau pulang ke rumah, nanti mama dan adik-adiknya tau bagaimana? Mereka pasti akan sedih. Olivia mencari cafe terdekat dan makan disana. Dia juga tak mungkin stay di cafe itu sampai pagi buta. Olivia tak ada pilihan, dia hanya tau tempat madam.
"Tante, aku dipecat dari restoran."
Olivia datang ke tempat madam. Dia menemui Tante dan curhat pada tante Tante sudah tau kalau madam akan melakukan ini. Tapi dia juga tak berani mengatakan semuanya. Tante milih diam.
"Terus gimana?" Mereka ada disalah satu sudut bar dibawah. Tante juga kebetulan sedang tak ada tamu. Hanya mengawasi anak-anak.
"Tante, saya mau izin disini sampai besok boleh. Saya juga bingung mau cari kerjaan kemana?"
"Gak usah kerja lah. Nanti ganggu jadwal kamu disini. Udah fokus kerja disini saja." Madam yang sudah pulang datang. Madam tau Olivia tak akan punya tempat tujuan lain. Olivia menoleh pada madam.
"Madam, saya mohon ya. Dua hari saja. Jangan sampai ada yang pesan saya dulu. Jangan untuk yang masuk. Milik saya masih sakit." Pinta Olivia berusaha untuk menegosiasi.
"Ok. Saya kasih waktu dua hari."
Setidaknya dia punya waktu dua hari. Siapa tau juga Olivia bisa menghubungi David dan meminta bantuan padanya.
"Ya udah istirahat saja disini. Kapan saja kamu mau datang ke tempat ini, diluar ada panggilan pun, datang saja." Madam berubah jadi baik lagi. Lalu dia pergi.
Olivia hanya mengangguk. Olivia masuk ke kamar bagiannya. Dia hanya bisa duduk dan melamun disana. Olivia masih berusaha menelfon David. Tapi benar-benar tak bisa. Telfonnya diluar jangkauan. Olivia tak tau David pulang kapan kalau sedang bekerja di luar negeri.
*
David langsung terbang keluar negeri setelah moodnya baik karena bermain dengan Olivia. Dia banyak meeting diluar. David ingat satu hal tentang Olivia. Dia paling tidak suka kalau miliknya itu disentuh orang. Termasuk Olivia yang sangat memuaskan dan membuatnya bahagia.
"Ngel." Kata David ketika mereka akan meeting dengan client lain.
"Iya tuan." Saut angel. David dan angel berhenti. David menoleh menatap angel.
"Kamu telfon madam. Bilang ke madam, jangan kasih Olivia ke orang lain sampai saya bosan. Saya berani bayar mahal." Kata David pada angel.
"Baik tuan."
David masuk ke ruang meeting. Angela harusnya menelfon pihak madam. Tapi Angela benci dengan Olivia, yang disayang David. Dia bilangnya iya kepada david. Tapi dia tak pernah menelfon madam. Masa bodo Olivia mau dipakai laki-laki mana pun, supaya David jadi tak suka dan benci pada Olivia. Tak mau memakai Olivia lagi kalau perlu.
*
"Liv, diminta madam. Melayani bos yang kemarin. Inget gak?" Kata Tante pada Olivia di kamarnya.
"Sampai masuk Tante?" Tanya Olivia untuk memastikan. Tante mengangguk. Dia sudah bayar mahal. Olivia menangis membayangkannya. Walau pasti itu pakai pengaman. Dia benci kepada dirinya sendiri. Kenapa harus terjebak di dunia seperti ini. Bagaimana caranya dia keluar?