BAB 9 - Hari baru

1796 Words
David terpaksa mengakhiri ciumannya. Dia membenarkan duduknya. Meminta olivia untuk membukakan pintu dan membawa makanannya masuk. Olivia mengerti. Dia membukakan pintu. Meminta pelatan itu membawakan makanan pesanan david. Pelayan itu mendorong meja berisi banyak makanan diatasnya. "Terimakasih." kata olivia pada pelayan itu. "Sama-sama nona." meraka ada dua. Satu laki-laki dan satu perempuan. Melihat mereka mengingatkan olivia dengan daniel. Mungkin mereka seusia daniel, terlihatnya seperti itu. David terkesan. Baru kali ini dia melihat wanita yang dia ajak ke hotel bersikap sopan terhadap pelayan. Olivia menaruh makanannya, menata makanannya di meja makan. "Tuan. Sudah siap. Anda mau makan?" tanya olivia menghampiri david. David mengangguk. David duduk di kursinya, di ruang makan. Olivia mengambilkan semua yang david inginkan. Satu persatu. Olivia duduk disamping david, juga menuangkan minuman untuk david. David juga meminta olivia untuk menemaninya makan. "Nanti malam saya mau lagi." ketika olivia sedang menikmati makanan mewah di hotel itu. Dia tersedak, terbatuk-batuk karena kaget dengan ucapan david. "Minum." david memberikan minuman untuk olivia minum. Olivia meminumnya. Dia mengusap bibirnya dengan tisu yang disana. David tersenyum melihat respon olivia. Bukankah tadi sudah, kenapa harus kaget kalau dia memintanya lagi. Olivia gadis yang sangat manis baginya. "Iya tuan. Maaf saya tersedak tadi." kata olivia tak berani menolaknya. Olivia siap-siap malamnya. David menghabisi olivia malam itu. Sampai david puas dan sampai olivia lelah. Dia tak pernah melakukan ini dan malam ini durasinya jauh lebih lama yang siang. "Saya puas banget. Makasih ya." kata david melirik olivia yang pasrah. Tertidur disampingnya dengan nafas yang masih ngos-ngosan. David mencium pipi olivia yang masih memejamkan matanya itu, mengatur nafasnya dan merasakan sakitnya. Terlebih david yang mengenakan pengaman. David lari ke kamar mandi, mengeluarkan semuanya di kamar mandi. Puas mengeluarkannya. Dia tidur disamping olivia yang masih merasakan sakit. Bukan nikmat. David tak perduli. * David ada jadwal meeting pagi. Dia bangun lebih dulu. Dia melirik olivia yang masih tidur disampingnya. David pergi ke kamar mandi, mandi dan memilih satu setelan jas untuk bekerja hari ini. Dia harus ke kantor. Selesai dengan pakaian, menyisir rambutnya dan mengenakan parfum yang sudah dia sediakan di kamar itu, juga parfum wanita yang dia suka, yang diperuntukan untuk olivia. David selalu meminta olivia untuk memakainya setiap habis mandi. Cup ... David mencium bibir olivia ketika olivia sedang tidur. Olivia yang tadinya tidur dengan nyenyak sedikit terusik. Dia terbangun. "Tuan. Maaf saya telat bangun." katanya pada david yang ada didepan matanya. Disebelah tempat tidurnya. "Tidak apa-apa. Bisa memasang dasi?" tanya david yang sejak tadi berkutat dengan dasi dilehernya. "Bisa tuan." Bahkan ketika baru bangun tidur pun, bau badan olivia sangat wangi. Bau badan murni dari badannya, juga nafasnya yang segar. David kagum pada olivia. Bahkan bau badan dan juga nafasnya. Olivia mendudukan dirinya. Dengan selimut yang dia lilitkan menutupi tubuhnya yang tak mengenakan pakaian apapun. David sedikit menunduk dan memberikan lehernya. Olivia membenarkan dasi david. "Saya harus ke kantor. Kamu boleh pulang. Mungkin setelah ini juga saya harus ke luar negeri untuk satu pekerjaan." kata david pada olivia. Olivia hanya mengangguk. David pergi begitu saja, membuka pintu kamarnya dan meninggalkan olivia. Olivia tak masalah pulang sendiri, david meninggalkannya. Tapi masalahnya. "Tuan." Olivia ingat liftnya. Bagaimana dia akan turun dengan lift mengerikan itu. Dia mengangkat selimutnya. Mengejar david keluar. David juga baru ingat itu. Dia berhenti didepan pintu kamar dan berhenti. Ternyata olivia lebih dulu mendekatinya. "Saya tau." david tersenyum pada olivia. "Sana mandi. Jangan lama-lama ya. Saya tunggu lima belas menit. Bisa kan?" kata david melihat jam tangan yang dia kenakan. Dia tak punya banyak waktu. "Iya tuan. Tapi-" olivia menunjuk ranjangnya yang bernoda sedikit merah. Olivia tau pasti karena dia dan miliknya semalam. "Tidak apa-apa. Serahkan kepada pelayan hotel. Mereka sudah biasa dengan ini." Olivia yang malu bukan masalahnya tidak apa-apa. Tapi olivia tidak bisa membantah ucapan david. Olivia dengan pakaian baru. Dia akan ganti pakaiannya dulu nanti di barnya madam mungkin. "Yuk." david mengulurkan tangannya kepada olivia yang melamun. "Iya." olivia meraih tangan david. Bersiap menggenggam tangannya erat. "Tuan apa tidak ada akses lain selain menggunakan lift itu?" tanya olivia pada david. "Mau menggunakan lift biasa? Maksudnya banyak orang yang juga dari lantai enam puluh empat menggunakan lift itu." "Tidak dari kaca dam letaknya seperti diluar gedung ini kan? Yang seperti lift itu?" "Tertutup. Seperti lift pada umumnya." "Itu saja. Saya mohon." "Baik." David menuruti permintaan olivia kali ini. Dia mengajak olivia naik ke lift biasa. Awalnya mereka hanya berdua. Tapi kebetulan ada beberapa pengunjung yang ikut masuk. Mereka tak tau kalau david pemilik hotelnya. Para laki-laki sekitar lima orang. Olivia makin tak nyaman, mereka awalnya berdiri berjarak dengan olivia, tapi lama-lama mereka mendekati olivia. David juga sibuk menelfon dibelakang olivia. Olivia tak mau menggangu. Tangannya bahkan sudah tak berpegangan dengan david. Salah satu dari laki-laki itu mencolek dres pendek yang olivia kenakan. Dresnya hanya sebatas paha. Olivia merasa tak nyaman. Mereka malau berbalik dan tersenyum menatapnya aneh. Olivia ketakutan menatap mereka. Dia melirik david dibelakang. Seperti anak kecil menarik kemeja david. David yang sibuk dengan ponselnya tak sadar dengan yang olivia lakukan. Olivia menarik kemeja david dengan keras kali ini. "Ada apa?" david yang sejak tadi matanya melihat ke ponsel langsung melirik olivia. "Kenapa?" tanya david pada olivia. Olivia tak menjawab, dia hanya memberi tatapan ketakutan kepada david, matanya berkaca-kaca seperti akan menangis. Mata olivia juga bergerak memberi petunjuk, melirik ke lima pria itu. "Kenapa?" david tak mengerti dengan bahasa olivia. David berbalik menatap satu-persatu pria didalam lift. "Saya pemilik hotel. Ada yang bisa saya bantu?" tanya david menatap keduanya. Olivia menarik david untuk bertukar posisi. Dia dibelakang david. Menggenggam tangan david dengan erat. Mereka seperti tak percaya. David menunjukan kartu namanya. "Tidak apa-apa." kata mereka berlima. Mereka menatap lurus ke depan. Tak berani mencolek atau berpikiran macam-macam menatap Olivia. Olivia ketakutan, dia memegangi tangan David dengan erat. Setelah sampai di lantai bawah mereka semua bergegas keluar. David sejak tadi bertanya kepada olivia. Tapi olivia tak mau menjawab. Dia hanya diam. Ketika david akan melepaskannya dan keluar lift. Olivia menahan tangan david erat. David melirik olivia, dia sudah menunduk menangis. "Kenapa vi?" david kembali masuk ke lift dan berdiri didepan olivia. Olivia makin menangis. Ada beberapa orang dari hotel yang akan naik ke lift itu. Tapi david meminta pelayan hotel untuk mengantar mereka menggunakan liftnya david. Lift diluar gedung yang transparan yang david naikin dengan olivia kemarin. "Vi, kenapa nangis. Mereka mau naik lift kan jadi gak bisa? Harus naik lift pribadinya saya." kata david bertanya lagi pada olivia. "Tadi, mereka colek saya tuan. Di-" olivia memelankan suaranya. "Tapi tuannya malah sibuk sama ponsel." "Kamu saya tidurin aja gak nangis. Kok di colek mereka aja nangis. Kan tuan beda." olivia makin menangis. "Mereka gak ada kontrak sama saya. Gak bayar saya." david tertawa mendengar ucapan olivia. David memeluk olivia erat. "Maaf tuan, kita mau naik lift ini bisa?" ada dua orang sepasang kekasih yang ingin naik ke atas dengan lift itu. "Iya silakan." kata david mempersilakannya. David memeluk olivia sambil meminta olivia bergeser keluar dari lift. "Udah ahh, jangan nangis. Gitu aja. Kamu mau saya antar ke barnya madam atau gimana?" "Bar saja tuan." Olivia kira akan diantar oleh david. Tapi david meminta supir pribadinya untuk menjemput dan membawa mobil lain. Mengantar olivia ke barnya madam. Sementara david harus segera ke kantor. * Olivia sudah sampai di bar. Anak buah madam yang melihat olivia keluar dari sebuah mobil langsung menghampiri dan membantu menahan pintunya. Seperti biasa olivia mengucapkan terimakasih. Olivia masuk ke bar dan menuju ke ruangan madam. Dengan berjalan pelan, bawahnya masih terada aneh dan sakit. Mobil supir david pergi setelah olivia masuk. "Tante, madam dimana?" olivia bertemu dengan sekertaris madam menuju ke lantai atas. Gedung itu terdiri dari lima lantai. Lantai dibawah itu bar dan diskotik. Lantai kedua kamar tamu kalangan bawah dan menengah, lantai ketiga kamar VIP dan VVIP, lantai ke empat itu kamar para pekerja madam, para wanita penghibur dan lantai lima itu, ada kamarnya madam juga kantornya madam. Ada area rooftop juga. Tempat kesukaan madam kalau sedang suntuk, melihat pemandangan dari atas. Rooftop dengan taman bunga-bunga yang terawat. "Di atas deh kayaknya. Di rooftop. Kesana aja." kata sekertaris madam pada olivia. "Tante sakit banget. Masak harus naik keatas." olivia mengeluh memegangi bawahnya. Sekertaris madam malah tertawa. "Baru pertama beneran?" sekertaris madam sebenarnya bukan orang yang mudah percaya. Dia juga tak percaya kalau olivia itu masih segel. Tapi melihat reaksi olivia. Sepertinya benar. Baru buka segel. "Iya. Mana besar lagi, udah gitu pakai pengaman. Makin susah masuk tante." kata olivia malu-malu. Sekertaris madam makin tertawa lepas. "Panjang?" tanya sekertaris pada olivia. Olivia mengangguk. "Sayang banget gak keluar didalam. Pakai pengaman kan? Pasti di kamar mandi dia keluarinnya." "Tante. Aku mau istirahat disini. Takut orang rumah pada tau." "Ya udah. Istirahat saja disini. Tante cariin kamar yang kosong." "Tante, aku lepas heelsnya ya. Makin linu jalan pakai heels." "Iya. Terserah kamu. Kerjaan kamu kan udah selesai sama david. Disini mau ke kamar, gak usah lah pakai heels. Gak apa-apa. Kasian banget sih tante liat kamu." Sekertaris madam masih saja tertawa. Karena tak ada kamar yang kosong, tante mengajak olivia ke lantai empat. Masuk ke ruangan madam dulu. Tante menemui madam diatas dan memberitahukan kalau olivia sudah pulang. Kling ... Baru saja satu pesan masuk ke ponsel madam. Madam melirik layar ponselnya. Dia tersenyum lebar dengan bibir cantiknya yang merah merona. [Saya puas sekali. Sudah saya transfer ya sisa pembayarannya.] Itu satu pesan dari david. Madam menunjukannya kepada sekertarisnya. Sekertarisnya tertawa dan menjelaskan apa yang olivia katakan padanya. "Luci banget sih tuh anak. Polos banget. Tapi bener-bener baik ya dia, demi mama sama adik-adiknya." kata madam mengajak sekertarisnya diskusi sambil jalan dan turun ke lantai lima. Ke kantornya. "Jarang banget ada gadis amerika yang kayak dia ya madam. Ya mungkin ada. Tapi jarang sekali." kata sekertaris madam tentang olivia. "Saya gak mau dia tidur sembarangan dengan orang. Dia aset saya ini. Kalau mau cuma pegang boleh. Kamu awasi job dia yang berikutnya ya. Jangan sembarangan ngasih client. Dia wanita yang mahal." kata madam pada sekertarisnya. "Baik madam." Madam mengakhiri pembicaraannya. Dia masuk ke kantornya dan menemui olivia. "Hai sayang, gimana main sama david? Dua cowok yang manis kan?" Olivia berdiri dari duduknya dan menyapa madam. Madam bercipika-cipiki dengan olivia. Ketika olivia akan kembali duduk, dia meringis sakit. Madam tersenyum melihatnya. "Gak apa-apa, nanti juga nyaman lagi kalah sudah biasa." kata madam. Biasa artinya? Olivia tak mau melakukannya lagi. "Madam, saya boleh berhenti disini. Maksudnya untuk sampai masuk. Saya gak mau sampai yang kayak kemarin, yang colek aja atau gimana gitu." "Gak bisa lah. Kamu kan udah taken kontrak sama saya. Kalau harganya ok, ya nanti saya kasih kamu ke dia. Minimal harga yang david kasih ke kamu atau dibawah sedikit." "Tapi madam." "LO JANGAN SEENAKNYA YA! habis utang lo selesai. Lo mau udahan aja gitu. Lo mau keluarga lo, mama, adik-adik lo yang gue kasih pelajaran."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD