Bullying

1250 Words
*** Memangnya, apalagi yang bisa aku lakukan selain mengalah? *** "ATHA!" Agra mendesis geram kala Lolita, Fika, dan gengnya hampir menggunting rambut Atha. Sialnya, sudah beberapa helai rambut tergeletak di lantai, mungkin dijambak. "Eh, lo gimana sih Ti, jagain pintunya?" teriak Lolita. "Ya mana gue tau, gue aja kaget tiba-tiba di dobrak," elak Tia. Agra yang tidak mempedulikan Lolita dan temannya itu membuat Lolita dkk buru-buru pergi. "Atha! Ayo ke UKS!" teriak Agra. Atha menyahut lemas. Hati Agra nyeri. Matanya memerah kala melihat keadaan Atha. Roknya sobek di sana-sini. Dua kancing baju teratasnya lepas. Pergelangan Atha merah karena di cengkeram anak buah Lolita. Di pipi kanannya ada bekas tamparan. Wajahnya penuh lebam. Tubuh Atha basah, kemungkinan disiram. Dan di leher Atha ada bekas seperti cakaran. "Agra ... sakit," rintih Atha. Satu cairan bening lolos dari pelupuk mata Agra. Tubuhnya gemetaran. Ke mana saja ia sampai kembarannya dianiaya seperti ini? Bukankah ia sudah berjanji akan menjaga Atha? Ah, ia lalai. Agra melepas kemeja OSISnya. Menyisakan kaos oblong berwarna putih. Kemejanya ia pasangkan ke tubuh Atha, karena pakaian Atha sungguh basah dan juga sudah tidak layak pakai. Agra takut kalau tubuh Atha menjadi tontonan gratis laki-laki. Cukup ia yang tidak sengaja melihat. Tanpa lama, Agra membopong tubuh lemah Atha. Tak ia pedulikan bisikan dari beberapa siswa dan siswi yang kebetulan melihatnya. Ia akan buat perhitungan dengan siapapun yang bersangkutan dan bertanggung jawab atas kondisi Atha. Sekalipun itu adalah sahabatnya sendiri. *** "Kevin, Atha dibully! Anjir kondisinya nggak keruan banget. Gue sebagai cewek nggak tega liatnya," lapor Merry pada Kevin. Kevin terlonjak kaget. "Serius lo, Mer? Di mana dia sekarang?" "Dia udah di UKS, langsung dirawat sama penjaga di sana. Kita mending cari Lolita sama antek-anteknya, Vin," usul Merry. "Lolita? Jadi, Lolita yang ngelakuin ini?" tanya Kevin geram. Karena Lolita lah, pacarnya jadi trauma untuk sekolah. Mengingat pacarnya yang putus sekolah itu, amarah Kevin semakin memuncak. "Tenang. Nggak boleh terlalu kasar. Lolita juga cewek." Merry menepuk pundak Kevin. Ia tahu masalah ini karena ia dan Kevin sudah bersahabat sejak SMP. "Kita cari Lolita." *** "Eh Lan, Atha tuh, dibully sama Lolita. Kasian banget sampe kayak gitu," kata Heru pada Atlan yang baru saja sampai mengantar Kay ke kelasnya. "Bercanda lo nggak lucu," dengus Atlan. "Yee bocah, dibilangin nggak percaya, ya udah. Sana lo tanya sama Didi, dia kan nggak pernah bohong," sahut Heru malas. Ia kembali chatting dengan adik kelas yang baru saja ia gebet. "Di, beneran?" Didi mengangguk takut. "s**t!" umpat Atlan keras. Ia segera berlari menuju UKS. *** "Iya beneran! Gue liat sendiri tadi Agra yang gendong Atha." "Heeh, kasian Atha sampe pingsan gitu." "Mana bajunya basah, roknya sobek, ish ngeri amat ya pelakunya. Menurut kalian siapa yang ngelakuin ini?" "Lolita dkk. lah, siapa lagi?" "Iya juga sih." Atlan semakin mempercepat larinya. Ia merutuki kenapa ruang kelasnya jauh dari UKS. Dan ketika ia tersandung batupun, batu itu juga dimarahi olehnya. Pikiran terlalu Atlan kacau untuk berpikir jernih. "Lan, mau ke mana?" panggil Kay. Atlan melirik sebentar, lalu kembali fokus ke depan. Tak lama, ia sudah tiba di UKS. Dengan napas putus-putus, Atlan membuka pintu. Atlan tersentak kala tubuhnya justru didorong menjauh. "Loh, Agra?" tanya Atlan kaget. Kenapa Agra mendorongnya? Kenapa pula Agra ada di UKS? "Mau apa lo ke sini?" tanya Agra dingin. Kening Agra mengerut. Loh, loh, Agra ini kesambet apa? "Mau nengokin Atha. Udah minggir, gue mau masuk." Lagi-lagi Agra mendorong bahu Atlan. "Lo yang minggir. Nggak usah masuk. Nggak usah deketin Atha." "Kenapa emang?" "Lo berengsek. Maksudnya apa ngajak Atha duet tapi nyanyinya malah bareng Kay?" "Kata Kay Atha sakit, jadi gue ya nyanyi sama Kay," jawab Atlan apa adanya. Agra geram. Kay licik. "Apa sebelum tampil lo udah ketemu Atha?" Atlan menggeleng. "Dan lo nggak berusaha cari?" Atlan kembali menggeleng. "Laki-laki apa lo?" sentak Agra. "Gra lo apaan sih? Gue diemin malah nyolot!" teriak Atlan. Mereka saling berteriak di depan pintu UKS. Dan seketika, mereka jadi pusat perhatian. Karena selama ini, Atlan dan Agra tidak pernah bertengkar. Jadi masalah apa yang membuat dua cowok ramah itu bersitegang? "Nggak usah deketin Atha lagi, ngerti lo?" teriak Agra. "Kenapa emang? Lo—" "Apa lo tau, Atha nggak sakit! Atha itu ngalah buat Kay. Karena dia nggak enak sama Kay yang udah jadi pacar lo. Mau lo apa sih, Lan? Gara-gara lo juga, Atha sampe dianiaya kayak gini. Lo nyakitin cewek seenaknya, Mentang-mentang tampang dan duit lo lebih? Jadi kalo lo cari cewek yang gampangan, jangan deketin Atha. Lo terlalu berengsek! Makan tuh Kay si anak model egois!" Ucapan panjang Agra membuat Atlan terdiam. Maksudnya bagaimana? Atha tidak sakit? Kejanggalan yang ia rasakan memang benar. Ada yang disembunyikan. Tadi memang suara Atha, bukan Kay. Ia harus bertemu dan bicara dengan Atha secepatnya. "Gue mau ma—" "Kalian berdua, diam! Ini UKS, seenaknya saja teriak di sini," teriak bu Wita—penjaga UKS yang merupakan lulusan S1 kedokteran. Memang, SMA Permata tidak tanggung-tanggung dalam pelayanannya. Sampai yang berjaga di UKS adalah seorang dokter. Tak heran jika biayanya juga sangat mahal. Cukup seimbang dengan pelayanan dan fasilitas di SMA Permata. "Maaf, Bu," kata Atlan dan Agra lirih. "Ya sudah, kalian juga bubar! Kamu Atlan, balik ke kelas. Agra, kamu masuk, Atha panggil kamu." Lalu Agra segera masuk dan menemui Atha. Meninggalkan Atlan yang tertegun. Ada hubungan apa antara Agra dan Atha? *** "Gra...." Agra menoleh. "Hm kenapa? Mau minum?" Atha mengangguk. Ia tidak akan menyia-nyiakan perhatian Agra. Agra beranjak menuju dispenser. Ia mulai menyeduh secangkir teh hangat. Setelah siap, ia menyodorkannya pada Atha. "Pelan-pelan minumnya, masih panas," kata Agra datar. Atha menyesap tehnya sekali. Ia jadi ingat kemarin ia sudah ditolong saat pingsan, dibawa ke UKS, dan diberi teh. Ia lupa berterima kasih pada Cakra. "Gra, lo liat Cakra?" tanya Atha. "Ngapain cari dia?" "Jadi kemarin gue pingsan di gudang, terus pas gue siuman, tiba-tiba gue udah di sini. Ada teh hangat juga, dan ada memo yang ditulis pake kertas kecil," jelas Atha. "Coba liat memonya," pinta Agra. "Gue bawa." Atha merogoh saku roknya. Untung masih bisa dibaca walaupun tintanya sudah agak luntur. Agra membaca memo singkat itu. Ia paham betul tulisan siapa. "Apa lo paham tulisannya Cakra gimana?" tanya Agra. "Eh? Emm, enggak sih. Gue percaya aja," sahut Atha apa adanya. "Tapi ada yang aneh, Agra." "Aneh? Apa yang aneh?" "Lo banyak omong, perhatian juga. Gue suka." Atha tersenyum manis. Agra mendengus. Tidak penting sekali. Kata-katanya ambigu, seperti sepasang kekasih. Atha tertawa kecil. Ia benar-benar menyukai Agra yang seperti ini. "Gue udah boleh keluar UKS?" tanya Atha. Agra menggeleng tegas. "Nggak. Lo tetep di sini. Gue yang jagain lo." Senyum Atha semakin lebar. "Seneng deh diperhatiin lo. Apa gue harus setiap hari kayak gini ya, Gra, supaya lo perhatian terus ke gue?" Agra terdiam. Sebenarnya Atha hanya bercanda, ia tahu. Tapi kalimat itu seperti menamparnya. Semesta sedang menyindirnya melalui guyonan Atha yang sama sekali tidak membuatnya tertawa. Tersenyum pun tidak. "Lo sini aja. Gue ke kantin beli makanan. Cuma sebentar." "Oke." Setelah itu Agra keluar. Atha memejamkan kembali matanya. Tubuhnya masih sakit dan kepalanya berdenyut. Tadi ia berusaha kuat di depan Agra. "Atha, lo nggak papa?" Atha terkesiap. Oh, ada Cakra. "Eh, iya nggak papa." "Sebenernya lo kenapa? Kenapa lo nyanyi di bawah speaker sekolah kayak gitu? Kenapa nyanyi sambil duduk di tanah? Kenapa nggak tampil sama Atlan? Kenapa, Tha?" Dan Cakra ... menanyakan sesuatu yang Atha sendiri tak tahu jawaban pastinya. Kenapa lidahnya justru mengusulkan hal bodoh seperti itu. Mengapa... lagi-lagi ia mengalah. Atha menunduk. Tak ingin Cakra melihat matanya yang sudah berkaca. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD