Reiner & Rei

1772 Words
Reiner berhasil menjadi pemilik gedung apartemen tapi sialnya rencananya belum bisa berjalan sesuai yang ia inginkan. Reiner mendengar informasi dari Reno kalau Giska sedang pergi keluar kota untuk mengikuti seminar selama beberapa hari. Reiner pun hanya bisa menunggu sambil memantau apartemen Giska. Kondisi kedua orang tua Reiner semakin membaik namun kini adiknya yang sedang dalam masalah. Entah apa yang terjadi dengan Ryandra hingga bisa masuk bursa gosip dengan Marsha Federika sang model. Reiner sendiri mengenal Marsha karena keluarganya dan keluarga Marsha cukup dekat. Karena masalah yang dihadapi Ryandra, Reiner pun membantu ayahnya sementara waktu untuk mengurusi Algantara karena Ryandra nampak sibuk dengan urusan pribadinya yang rumit itu. Kini aktivitas Reiner pun berubah selain memantau kondisi kedua orang tuanya, Reiner harus mengurusi pekerjaan Algantara. Aktivitasnya ini sungguh membuat harinya cukup padat. Reiner bahkan tidak pernah lagi mampir ke taman untuk bertemu dengan teman kecilnya karena ia harus lembur. Reiner masih beradaptasi dengan semua hal yang terjadi di dalam Algantara. "Kenapa kamu suka main sendiri?" Hari ini Reiner pulang lebih cepat. Ia sengaja ingin bertemu dengan Rei karena melihat seorang anak perempuan yang mengingatkannya dengam Rei. Reiner yang baru sampai di apartemen pun langsung menuju ke taman dan mendekati Rei yang asik main sendiri dan mengajak anak itu berbicara. Rei yang mendengar pertanyaan Reiner pun menatap Reiner sejenak sebelum kembali melanjutkan kegiatannya. "Om lihat sendiri, Tidak ada yang bisa di ajak bermain disini." Reiner meringis mendengar jawaban Rei. Memang benar kalau tidak ada siapapun disana sehingga gadis kecil itu otomatis bermain sendiri. "Kenapa belum pulang? Udah mau gelap. Orang tua kamu pasti nyariin kamu." Rei menggelengkan kepalanya. "Mama sedang pergi keluar kota. Aku di rumah with my nanny but she's busy with her study dan aku gak mau ganggu. I think i can play a little bit more." "Your dad?" Reiner bertanya spontan. Rei menatap pria dewasa di dekatnya itu dengan wajah ragu. "Kamu bisa memilih diam jika memang kamu tidak mau menjawab pertanyaan Om." Reiner berusaha membuat gadis kecil itu tidak berpikir yang tidak-tidak. Rei bersedekap berdiri tidak jauh dari Reiner. Reiner pun menaikkan sebelah alisnya menatap Rei. "Ada apa?" "Aku lihat di internet kalau sekarang banyak kasus orang dewasa yang mengincar anak-anak. Mereka memiliki penyimpangan.." Rei bahkan belum selesai mengucapkan kalimatnya namun Reiner sudah tertawa kencang membuat Rei malah mengerutkan alisnya. "Om curiga kamu ini bukan anak-anak. Kamu lebih cocok menjadi wanita dewasa karena pemikiran kamu. Bagaimana kamu bisa berpikir Om ini memiliki penyimpangan. Maksud kamu berita yang baru-baru ini kan? Mengenai pria yang menjadi preedaator anak?" Rei memasang wajah datar dan mengangguk. "Om mencurigakan. Apa alasan Om mau berteman denganku?" Reiner mengangkat kedua tangannya. "Baiklah Om mengaku. Om tertarik berteman sama kamu karena kamu unik. I mean kamu masih kecil. Masih anak-anak tapi kamu berani, kamu pintar dan kamu jutek." Rei memasang wajah galak mendengar ucapan terakhir Rei. "Om menyebalkan. Om pasti tidak memiliki banyak teman sampai-sampai tertarik berteman dengan anak kecil." Reiner tertawa kencang. Ucapan Rei memang ada benarnya temannya selama ini hanyalah Ghandi dan mungkin Reno. Ia tidak memiliki teman lain selain kedua pria itu. Reiner pun menatap Rei, "Sepertinya ucapan kamu benar. Om hanya memiliki dua orang teman. Yang satu tinggal jauh dari sini dan yang lainnya sibuk bekerja." Rei memandang Reiner dengan tatapan prihatin yang lebih cenderung mengejek. "Hidup Om sepertinya tidak menyenangkan." Reiner pun tanpa sadar mengangguk membenarkan ucapan Rei. Hidupnya memang tidak menyenangkan. Hidupnya hanya bekerja dan bekerja. Kalau pun ia pergi itu pun bersama Ghandi atau Reno untuk bekerja. Tempat lain yang ia datangi hanya club malam. Tempat yang akan ia datangi saat dirinya merasa frustrasi dan ia bosan. Menghabiskan malamnya dengan wanita satu ke wanita lainnya. Tidak ada hubungan tetap antara dirinya dengan satu orang wanita. Semua hanya untuk kesenangan. "Om kalo mau bengong lanjutin aja. Aku pulang dulu. Bye, Om!" Reiner bengong melihat tingkah Rei. Anak itu benar-benar unik. Rei baru saja meninggalkannya begitu saja dan kalimat perpisahannya itu benar-benar menyebalkan. Reiner pun menatap Rei yang sudah melangkahkan kakinya menuju tower apartemen tempatnya tinggal. Tanpa sadar Reiner pun menggelengkan kepalanya lalu beranjak dari tempat duduknya lalu pergi menuju tower apartemen tempat unitnya berada *** "Ren, berhenti, Ren!" Reno yang sedang mengemudi pun spontan kaget mendengar ucapan Reiner, bosnya. "Puter balik, Ren. Berhenti depan sekolah itu." Reiner dan Reno baru saja kembali dari sebuah meeting project baru Algantara. Reiner hendak pulang ke apartemen namun saat dalam perjalanan pulang tanpa sengaja mata Reiner menangkap sosok yang amat sangat ia kenal. Reiner pun spontan menyuruh Reno merubah haluan. Reno bingung namun ia tetap melakukan apa yang Reiner ucapkan. Ketika mobil berhenti sempurna, Reiner dengan segera keluar dari dalam mobil dan menuju seorang anak yang duduk menunggu bersama dengan seorang pengasuh. "Rei!" Rei pun membulatkan matanya. "Om! Kok Om bisa disini?" Rei jelas kaget melihat kehadiran Reiner di hadapannya saat ini. Reiner pun spontan melihat pengasuh Rei yang terlihat masih muda dan kembali menatap Rei untuk menjawab pertanyaan gadis kecil itu, "Om tadi gak sengaja lewat sebrang dan Om liat kamu. Om puter balik buat nyamperin kamu. Ini sekolah kamu? Kenapa jam segini kamu belum pulang?" "Rei sama Mbak sedang nunggu taksi online. Baru aja pesan. Tadi Rei habis ada kegiatan tambahan jadi sampe sore," Rei menjawab pertanyaan Reiner. Reiner pun mengangguk mendengar jawaban Rei lalu menatap pengasuh Rei, " Siapa nama kamu? Dibatalin aja. Kalian pulang bareng saya. Kan sama." Pengasuh Rei dan Rei pun saling bertatapan, "Namanya Mbak Neni. Tapi gak usah, Om. Kasihan dong drivernya kalo dibatalin gak jadi dapet uang." Reiner memutar bola matanya dan tidak lama kemudian mobil yang Rei dan pengasuhnya tunggu pun datang. Reiner pun menatap pengasuh Rei, "Ini mobilnya?" Pengasuh Rei pun mengecek nomer plat mobil dengan yang tertera di ponselnya lalu mengangguk, "Iya, Pak." Reiner pun mendekati mobil itu dan berbincang dengan si supir. Tidak lama kemudian Reiner mengeluarkan mengambil dompetnya lalu mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dan memberikannya pada si pengemudi. Rei dan pengasuhnya melihat apa yang Reiner lakukan dan keduanya saling berpandangan. "Kamu kenal bapak itu, Rei?" Pengasuh Rei bertanya dengan suara pelan ditelinga Rei. Rei mengangguk, "Tinggal beda tower sama kita, Mbak." Pengasuh Rei pun menatap Rei lekat-lekat lalu menghela nafas. "Kamu harus cerita sama Mbak nanti." Rei mengangguk bersamaan dengan Reiner yang kembali mendekati keduanya. "Urusan taksi online selesai. Dari pada kamu naik taksi online gak jelas mendingan bareng Om. Kan udah pasti sampai. Aman lagi." Rei menyipitkan matanya menatap pria dewasa itu. "Om gak minta uang tadi digantiin kan? Rei sama mbak gak ada uang sebanyak itu buat ganti uang yang Om kasih ke orang tadi." Reiner tertawa. "Lebih baik sekarang kalian masuk. Kalau tidak kita akan terjebak macet." Rei dan pengasuhnya kembali saling berpandangan lalu masuk ke dalam mobil mewah Reiner. Rei duduk dibelakang bersama Reiner sementara pengasuh Rei duduk di depan tepat disebelah Reno. "Kamu sekolah di tempat tadi?" Reiner membuka suara memecah keheningan dengan bertanya sambil menoleh menatap Rei. Rei dengan santai mengangguk. "Om dari mana kok bisa lewat deket sekolah Rei?" Reiner pun menceritakan kegiatannya hingga ia bisa lewat di sebrang sekolah Rei. Rei dan pengasuhnya mendengarkan penjelasan Reiner dengan seksama dalam diam. "Mama kamu masih di luar kota?" Reiner bertanya pada Rei. Rei menggelengkan kepalanya. "Kemarin sore mom pulang." Ditengah perjalanan tiba-tiba perut Rei berbunyi kencang. Anak itu kelaparan. Rei meringis malu dengan wajah memerah semantara Reiner menoleh kemudian tertawa terbahak-bahak. Pengasuh Rei yang duduk di depan pun menoleh ke arah belakang menatap Rei sambil membulatkan matanya kaget. "Ren, mampir ke resto depan dulu." Reiner memberi arahan pada Reno lalu menoleh ke arah Rei, "Kamu mau makan di tempat atau mau drive-thru aja?" Rei pun saling bertatapan dengan pengasuhnya seakan mereka saling bicara dengan tatapan mereka. "Drive-thru aja deh, Om. Maaf ya Rei ngerepotin, Om." Reiner menggelengkan kepalanya, "Enggak repot, Rei. Sebenernya Om juga lapar tapi kamu udah mulai duluan kasih kode lewat bunyi perut kamu yang kencang tadi itu." Rei memutar bola matanya lalu bersedekap merajuk, "Jangan ngeledek aku." Reiner tertawa. "Jangan merajuk. Om belom pernah punya pengalaman baikin anak kecil yang merajuk. Jadi kalo kamu merajuk nanti Om bingung gimana cara baikkannya." Rei menatap Reiner sambil menyipitkan matanya. Sementara itu Reno memandangi interaksi bosnya dengan anak kecil itu dengan tatapan menilai. Wajah anak kecil itu terasa familiar baginya. Namun Reno tidak melanjutkan pemikirannya ketika mobilnya memasuki area drive-thru. Reno mulai menjalankan perannya sebagai asisten Reiner. Reiner menggila dengan memesan banyak makanan. Rei sampai takjub dibuatnya. Kantung-kantung makanan dari restoran cepat saji yang baru ia datangi itu bahkan lebih dari dua kantung. "Om, buat apa pesan sebanyak ini?" Rei bertanya dengan nada takjub, heran dan bingung yang bercampur menjadi satu. Pasalnya Rei hanya meminta burger, begitu juga dengan pengasuh Rei namun Reiner memesan menu lainnya yang restoran cepat saji itu jual. "Om sama temen Om yang di depan itu. Namanya Om Reno. Kami gak cukup kalo makan cuma satu burger kayak kamu dan pengasuh kamu. Kami butuh energi lebih karena kami pria bekerja menggunakan otak dan tenaga yang lebih banyak." Rei mengerutkan alisnya mendengar penjelasan Reiner. "Bilang aja lapar banget. Pake acara diputer-puter gitu." Reiner tertawa kencang sementara Reno menahan tawa. Reiner pun menatap Reno, "Anak ini benar-benar menyenagkan. Kamu setuju kan, Ren? Rasanya saya tidak bersama dengan anak kecil melainkan seorang anak dewasa, Ren." Rei hanya memutar bola matanya mendengar ucapan Reiner lalu memakan makananannya karena rasa laparnya semakin menjadi-jadi. Di sisi lain Reno mengangguk. Memang gadis kecil di samping bosnya sangat pintar. Benar kata bosnya kalau untuk ukuran anak-anak, pemikiran anak di sisi bosnya itu sungguh dewasa. Yang lebih mengejutkan lagi nama anak itu ternyata merupakan penggalan kata dari nama bosnya. Sebuah kebetulan yang cukup unik. Sementara itu di sisi Reno, Neni, pengasuh Rei mulai ketakutan. Neni ditugaskan untuk menjaga Rei dan melaporkan pada Giska jika ada orang yang mendekati Rei. Neni sungguh baru tau kalau Rei berteman dengan seorang pria dewasa yang bahkan lebih cocok menjadi ayahnya dibandingkan menjadi temannya. Neni benar-benar akan menginterogasi Rei. Sesampainya di apartemen Rei dan Neni pun berpisah dengan Reiner. Neni pun mengikuti Rei. Neni cukup takjub dengan apa yang Rei lakukan namun Neni hanya diam dan mengikuti Rei. Neni akan bertanya langsung pada Rei nanti setelah mereka berdua di dalam unit apartemen. Ketika mereka berada di unit apartemen mereka. Neni sudah siap untuk bertanya namun Rei sudah berucap, "Aku akan jawab pertanyaan Mbak setelah aku mandi." Neni pun hanya bisa mengangguk pasrah dan membiarkan Rei melakukan apa yang ia mau. Sementara itu Rei sendiri pun dengan cepat membersihkan diri dan menyantap makanan yang Reiner berikan tadi karena ia masih lapar. Neni pun duduk dihadapan Rei yang sedang makan dengan wajah serius."Kamu harus cerita semuanya sama Mbak, Rei. Gimana kamu bisa kenalan sama Om tadi"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD