Varen menarik tangan Elina lalu mengusapnya lembut. Pria itu masih fokus pada jalan raya.
“Aku tidak tahu apa yang terjadi pada kalian, tapi ingat satu hal Elina. Orang yang pernah selingkuh bisa mengulangi perbuatannya lagi. Aku harap apa yang kita lihat sekarang tidak benar,” kata Varen. Elina tidak merespon. Ia memalingkan wajahnya sampai mereka tiba di depan rumah Tristan.
“Terima kasih atas tumpangannya. Aku masuk dulu.” Elina bergegas masuk. Varen menurunkan kaca mobil untuk melihat Elina sampai gadis itu masuk ke rumah.
Kalau Ervin menyakitimu aku adalah orang pertama yang menjadi sandaran buat kamu, Elina. Aku akan membuat kamu bahagia melebihi Ervin.
**
Semua keluarga sudah terkumpul termasuk keluarga Ervin. Zemira menggandeng tangan anaknya yang berusia 5 tahun. Namanya Denira. Gadis kecil yang baru memasuki dunia sekolah ini sangat disayang oleh Ervin dan Elina.
“Ervin ke mana Elina? Kamu nggak datang sama dia?” tanya Zemira saat mereka duduk di meja bundar.Denira sedang bermain bersama Nehan. Tidak banyak yang diundang, hanya kerabat dekat dan beberapa rekan bisnis Tristan. Walau sederhana, tapi cukup untuk memeriahkan ulang tahun papanya. Elina menghela napas dalam.Ia teringat akan kejadian siang tadi.
“Benar lagi datang, Ma,” jawabnya sekedar. Baru saja Zemira bertanya, Ervin sudah muncul. Pria itu terlihat buru-buru. Beruntung ia melihat Elina duduk dengan ibunya. Melihat suaminya yang berkeringat membuat Elina curiga.
Pikiran aneh terus menghantuinya sejak tadi. Kepalanya terasa pusing terlebih saat melihat Ervin dia jadi sangat marah.
“Maaf, Elina. Aku datang terlambat, tadi ada urusan sebentar,” kata Ervin. Dari baunya Elina bisa menebak kalau Ervin habis makan bakso. Ia tidak salah lagi mengingat akhir-akhir ini Elina sangat suka dengan bakso.
Ervin megusap pipi Elina lembut, tapi gadis itu menepisnya. Ervin mencoba berpikir positif, mungkin saja Elina kecewa karena dia datang terlambat di hari ulang tahun papanya. Ervin mencium pipi ibunya sebentar lalu menghampiri ibu dan ayah mertuanya.
Banyak makanan yang terhidang membuat perut Ervin kembali berteriak. Setelah menemani Dinda makan Ervin dihantam oleh nasib yang kurang baik. Ban motornya kempes. Sore itu bengkel yang ia temui tutup. Beruntung ada yang membantunya dengan memberitahu bengkel yang buka sampai malam. Meski jauh Ervin tetap mendorong motornya untuk diisi angin.
Perut Ervin keroncongan. Setelah ban motornya gemuk lagi, ia pun pergi ke warung bakso untuk makan. Ia tidak mau mempermalukan diri di pesta jika perutnya berbunyi. Ervin cepat-cepat menyantap baksonya meski kuahnya sangat panas.
“Kamu kenapa Elina?” tanya Ervin saat duduk di depan gadis itu. Zemira sudah pergi menemui Nehan dan Denira. Sepertinya ibu dan ayah tirinya akan pulang. Mereka mendekati Tristan dan Kaila untuk berpamitan sebelum pergi.
“Elina, Ervin mama duluan, ya. Mau jemput kakaknya Denira di rumah Oma,” kata Zemira. Nehan menepuk pundak Ervin.
“Oh, iya, Ma. Hati-hati. Besok aku dan Elina akan berkunjung,” kata Ervin. Elina hanya memberi senyum pada mertunya. Hati gadis itu masih terluka karena Ervin. Ia tidak rela Ervin pergi dengan wanita lain ke restaurant. Selama ini Ervin jarang sekali membawanya makan ke tempat mewah.
“El, kamu kenapa? Kok cemberut sih?” tanya Ervin setelah ibunya pergi. Elina tidak bicara, ia memalingkan wajah menatap ke arah lain. Ervin kembali menarik tangan istrinya, tapi Elina terus menolak. Lelah karena Elina tidak mau bicara, Ervin akhirnya menyerah. Ia menikmati pesta bersama Bagas dan bicara banyak hal dengan iparnya. Sesekali Ervin melihat Elina yang duduk di meja tanpa beranjak sedikit pun.
Sampai di puncak acara Elina belum juga mengeluarkan sepatah kata pada Ervin. Beberapa kali ia memancing Elina untuk bicara tapi selalu gagal. Gadis itu mengunci rapat bibirnya . Satu per satu tamu undangan membubarkan diri. Kini tinggal keluarga Tristan. Seperti biasa mereka berkumpul di ruang tamu setelah makan untuk membuka hadiah bersama.
Ervin sudah menyiapkan hadiah untuk mertuanya. Elina duduk di samping Ervin. Sebuah kado berada di tangan gadis itu. Ia dan Ervin sudah membungkusnya dengan indah. Dari mereka semua yang memberikan Tristan hadiah, ukuran hadiah Ervin dan Elina yang paling kecil.
“Ini buat papa tersayang. Semoga papa suka,” kata Kaila memberikan hadiah untuk suaminya. Tidak lupa kecupan di pipi ia berikan untuk suami tercinta.
“Wah, alat pijat. Terima kasih, mama,” kata Tristan. Kaila sangat senang Tristan menerima hadianya. Dengan hadiah itu maka Kaila terbebas dari tugasnya memijat sang suami tiap malam. Tristan bisa melakukannya sendiri dengan alat itu. Alat yang ia beli di luar negeri.
Kini giliran Bagus dan Zee Zee yang memberikan hadiah berupa satu set pakaian kantor lengkap dengan sepatu. Tristan sangat senang mendapat hadiah itu. Tafsiran harganya mencapai ratusan juta. Ervin yang melihat hadiah itu hanya bisa terkaget-kaget mendengar nominalnya. Lama-lama ia bisa kejang-kejang mendengar harga dari setiap item. Hadiah Bagas tidak kalah mewah dari kakaknya. Ia memberikan beberapa alat fitness untuk Tristan. Alat itu sudah ia siapkan di sebuah ruangan di lantai dasar.
Bagas mengatakan bahwa dia telah mengganti beberapa alat dengan yang baru. Mendengar hal itu membuat Ervin kesal. Setahunya alat olahraga Tristan masih bagus dan nyaman. Tidak ada yang rusak, tapi Bagas malah menggantinya dengan yang baru. Itu sama saja menghaburkan uang. Ervin ingin menasihati Bagas, tapi urung ia lakukan.
Sabar,Ervin. Kamu harus tenang. Alat itu dibeli bukan dari uang kamu, itu uangnya Bagas, batinya. Ervin mengatur napasnya sejenak.Elina memberikan hadiah itu pada Tristan. Kado kecil yang mereka bungkus dengan kertas berwarna merah muda dan pita.
Semua mata menatap hadiah kecil itu. “Ini apaan, El?” tanya Bagas. Ia mengambil hadiah itu dari tangan Tristan lalu mengocoknya untuk menebak apa isi kotak itu.
“Biarin papa yang buka,”kata Elina. Bagas mengembalikan hadiah itu pasa Tristan. Mereka mulai menebak apa isi di dalam kotak persegi itu. Kaila pikir menantunya akan memberikan dasi atau sapu tangan. Bagus menebak isi dari kotak itu adalah surat dari Elina karena dulu Elina―saat usia 10 tahun― pernah memberikan Tristan sebuah gambar keluarga yang tidak ada bagus-bagusnya, tapi berhasil membuat Tristan bahagia luar biasa.
Bahkan gambar Elina dibingkai dan dipajang di kamar Tristan. Bagas bilang gambar itu mampu mengusir tikus yang ada di rumah. Kali ini Bagas menebak hadiah dari Elina adalah bandana. Mengingat rambut Tristan yang mulai panjang dan susah diatur.
Saat hadiah mulai dibuka semua orang kompak mengerubuni Tristan. Semua kaget dengan hadiah pemberian Elina. Di atas ada kertas, lalu Tristan mengambil satu stel pakaian bayi. Seketika semua orang tertawa melihat pakaian bayi yang ada di dalam kotak itu.
“Papa mana muat pakai baju itu Elina,” kata Zee Zee menahan senyumnya.
“Hadiah dari adikku tercinta memang beda. Mungkin maksudnya biar papa nostalgia sewaktu bayi.”
Tristan tersenyum lalu mengambil foto USG yang tersimpan di bawah pakaian bayi itu.
“Elina, apa maksudnya ini?” tanya Tristan.
“Sebentar lagi papa punya cucu,” kata Ervin. Tristan terdiam dengan mulut yang terbuka lebar. Suara tawa seketika lenyap membuat suasana menjadi hening. Kaila terdiam menatap anak dan menantunya bergantian.
“Aku hamil, Pa,” jawab Elina. Semua kaget mendengar kabar itu kecuali Zee zee yang sudah diberitahu oleh Elina.
“Ja-jadi pa-pa punya cu-cu?” tanya Tristan terbata. Elina dan Ervin kompak mengangguk. Kaila yang ada di samping Tristan hanya bisa menutup mulutnya. Ia bahagia mengetahui tentang cucunya.
“Ini… ini hadiah luar biasa untuk papa. Terima kasih putri papa tercinta.” Tristan memeluk putri bungsunya. Kaila tidak mau kalah. Ia juga memeluk Elina erat. Bagus dan Bagas saling tatap. Mereka tidak tahu foto USG bisa jadi hadiah terindah bagi Tristan. Bagas dan Bagus pun ikut serta memeluk adik perempuan mereka. Tangan Ervin ditarik oleh Bagas untuk ikut memeluk Elina.
Zee Zee yang melihat mereka berpelukan hanya menggeleng pelan. Beruntung ia sudah tahu tentang kehamilan Elina terlebih dahulu. Setelah acara buka hadiah selesai Tristan meminta Elina dan Ervin menginap. Hari sudah malam tidak baik untuk kesehatan ibu hamil. Ervin menurut, ia tidak mungkin membonceng Elina yang sudah kelelahan.
“Papa manggil aku?” tanya Ervin setelah membuka pintu besar―ruang kerja Tristan― di depannya.
“Oh, iya. Masuklah, ada yang ingin papa sampaikan.” Ervin duduk di sofa super empuk milik Tristan.
“Papa mau bicara apa?” tanya Ervin penasaran. Tristan meletakkan sebuah kunci mobil di atas meja. Ervin menatapnya sekilas lalu memandang Tristan minta penjelasan.
“Papa mau ngasih kamu mobil. Ambil mobil ini untuk Elina. Papa khawatir kalau Elina pergi ke kampus naik motor. Biasanya orang hamil cepat lelah.”
Ervin terdiam sejenak. Ia merasa kecil dihadapan Tristan. “Pa, maafkan aku yang belum bisa memberikan fasilitas yang layak untuk Elina. Aku minta maaf karena sebagai suami aku nggak punya apa-apa. Aku juga belum bisa membahagiakan Elina,” kata Ervin membuat Tristan tersenyum.
“Ervin, bahagia tidak diukur dari seberapa banyak materi yang kamu punya. Bahagia itu masalah perasaan. Papa lihat Elina sangat bahagia bersama kamu selama dua tahun ini. Papa percaya kamu bisa membahagiakan Elina.”
Ervin tersenyum tipis. Ia sedikit lega sekarang. Tristan tidak pernah menganggapnya rendah, bahkan semua keluarga Elina menerima Ervin apa adanya. Walau mereka tahu Ervin dari keluarga yang sederhana dan pas-pasan.
“Nanti papa akan atur jadwal kamu latihan mengemudi. Ambil kursusnya saat kamu senggang biar tidak mengganggu kamu belajar,” ujar Tristan yang dibalas anggukan kepala oleh Ervin. Setelah keluar dari ruangan Tristan Ervin segera masuk ke kamar Elina.
Gadis itu sudah tidur membelakangi pintu masuk. Ervin duduk di sisi tempat tidur yang kosong. Diusapnya kepala Elina dengan lembut.
Elina maafkan aku yang belum bisa membahagiakan kamu. Aku janji akan bekerja keras untuk kalian berdua. Aku akan selesaikan skripsi dengan baik dan menjadi lulusan terbaik.