bc

Setelah Dua Tahun Pernikahan (Cinta di Ujung Kertas)

book_age16+
158
FOLLOW
1.5K
READ
HE
fated
arranged marriage
blue collar
sweet
bxg
brilliant
campus
city
like
intro-logo
Blurb

#Romantis

#humor

Menikah muda tidak selamanya menyenangkan bagi Ervin dan Elina. Pertengkaran kecil mewarnai kisah rumah tangga mereka. Awalnya mereka bisa saling memahami satu sama lain dan menyelesaikan masalah dengan baik.

Ketika Elina sedang hamil orang ketiga muncul dalam rumah tangga mereka. Varen yang masih menyukai Elina berusaha mendekati gadis itu kembali dan bekerjasama dengan Cinta yang merupakan cinta pertama Ervin.

Mampukah Elina dan Ervin mempertahankan rumah tangga mereka? Terlebih perbedaan status sosial masih terlihat mencolok dari hubungan mereka.

---

“Ervin, maaf aku ganggu kamu. Aku boleh minta tolong ke rumah aku sekarang? Aku lagi sakit, nggak ada siapa-siapa di rumah.” (Cinta)

“Aku akan ke sana segera. Tunggu aku,ya, Cinta.” (Ervin)

“Mister pelit di mana? Kenapa belum pulang? Pada hal ini hari ulang tahun pernikahan kita.” (Elina)

chap-preview
Free preview
Merayu Suami
Hampir dua tahun pernikahan Elina dan Ervin berjalan, tapi mereka belum dikaruniai anak. Elina yang ingin memiliki bayi harus mengurungkan niatnya karena Ervin dengan tegas mengatakan kalau mereka tidak boleh berhubungan suami istri sebelum lulus kuliah. Berbagai cara Elina lakukan untuk menjebak suaminya, tapi Ervin selalu bisa kabur dari jebakannya. Menikah sebelum lulus kuliah membuat Ervin harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan Elina. Untuk itu ia berpegangan kuat pada keputusannya. Seperti malam ini ketika Elina coba merayu suaminya yang sedang mengerjakan tugas. Pakaian tidur yang transparan membalut tubuh putih mulus Elina. Ia membuka pintu kamar Ervin dan mendapati suaminya sedang sibuk di depan laptop. “Mister lihat jepit rambut aku gak?” tanya Elina sembari menutup pintu rapat-rapat. Sengaja ia menutupnya agak keras agar Ervin menoleh. Namun, rencananya gagal karena Ervin tetap fokus pada tugasnya. “Gak lihat, coba cari di kamar mandi,” jawab Ervin sesekali menatap buku tebal yang ada di sampingnya. Elina berdecih kesal karena Ervin tidak menatapnya. “Mister lagi sibuk,ya? Gak mau bantuin aku nyari jepit rambut?” Elina belum mendekat masih berada di dekat pintu. Ervin yang merasa pegal di bahunya seketika menghentikan sejenak aktivitas di depan laptop. Ia merenggangkan tangannya ke atas lalu menoleh pada istrinya. Seketika Ervin terperanjat hingga terjungkal ke belakang. “Aduh,” gumamnya sembari mengusap pinggang. Elina yang khawatir pada suaminya pun segera berlari mendekat. Gadis itu berjongkok dan membantu Ervin berdiri. “Elina siapa yang nyuruh kamu pakai baju transparan kayak gitu?” tanya Ervin tanpa menatap istrinya. Dalam hati pria itu bergumam agar matanya dijaga dari godaan istrinya. “Inisiatif aku sendiri. Di kamar gerah banget jadi aku pakai baju tipis. Aku boleh nginep di kamar Mister gak malam ini?” Elina meraih lengan Ervin untuk dipeluknya. Namun, Ervin malah melepaskannya dan menjaga jarak. Tubuh Ervin mulai berkeringat, bayangan tubuh Elina yang hanya dibalut kain transparan membuat Ervin menelan ludahnya. Bagaimana pun juga kalau istrinya terus menggoda Ervin bisa saja lepas kendali. Seketika Ervin menggeleng untuk mengenyahkan segala pemikiran primitifnya. “Mister,” panggil Elina manja sembari memeluk Ervin dari belakang. ‘Tuhan tolong aku,’ batinnya. ** Elina tengah melamun saat bertemu dengan teman-temannya. Teringat bagaimana semalam ia merayu Ervin, tapi gagal. Suaminya punya banyak alasan untuk menolak Elina. “Jadi apa kalian pacaran?” Gina kembali mengintrogasi Naura yang sedang makan. Naura meletakkan gelas jusnya di atas meja lalu menatap dua sahabatnya bergantian. Setelah ketegangan beberapa menit lalu sekarang mereka sudah kembali normal. Topik pembicaraan kembali pada hubungan Naura dan Varen. “Kalian tanya saja sama Varen. Gue nggak mau jawab,” kata Naura membuat Elina dan Gina mendesah kecewa. Mereka berharap kalau Varen dan Naura berpacaran. “Oh, iya, gue punya kabar baik buat kalian berdua,” kata Naura mengalihkan pembicaraan. Elina terlihat antusias sampai-sampai menggeser duduknya agar lebih dekat dengan Naura sementara Gina mencondongkan tubuh pada sahabatnya. “Ada diskon tas sampai 30% , kapan lagi dapat barang branded yang lagi diskon,” ujar Naura membuat Elina menelan ludahnya. Ia ingin sekali mendapatkan tas mungil berwarna merah itu. Tas bermerk yang simple dan cantik. “Ra, pesan buat gue satu,” kata Gina antusias. Kini kedua sahabatnya menatap Elina, menunggu keputusan gadis itu. “Aku juga mau beli, tapi….” Elina ragu. Ia tidak yakin Ervin mau membayarnya. “Pakai uang gue dulu, nanti bayarnya belakangan,” kata Naura. Elina semakin galau di satu sisi ia sangat ingin mendapatkan tas itu, tapi di sisi lain ia yakin Ervin akan marah. Tas Elina sudah menumpuk satu lemari penuh. Kalau ia menambah satu koleksi Ervin bisa menceramahinya. “Lo takut Kak Ervin marah? Lo rayu saja, siapa tahu suami lo luluh,” kata Gina berusaha meracuni pikiran Elina. Sejak pernikahan mereka terungkap Elina lebih bijak menggunakan uang terlebih Ervin sudah tidak bekerja lagi. Semua biaya ditanggung Tristan jadi mau tidak mau mereka harus menggunakan uang itu dengan bijak. Ervin yang sering memutuskan apakah barang itu layak dibeli―karena dibutuhkan― atau tidak “Kalau dia marah bagaimana?” Elina meremas tangannya. Kesempatan ini sangat langka membuat Elina tergiur untuk membelinya. Bayangan Ervin yang marah membuat ia kembali ragu. Kalau Ervin marah siapa nanti yang masak, nyuci baju dan bersih-bersih rumah? Elina belum terbiasa melakukannya sendiri. Ia yakin Ervin akan menghukumnya. “El, kesempatan tidak datang dua kali,” kata Naura membuat Elina menggigit bibir bawahnya. “Aku mau tanya dulu sama Mister. Nanti saja aku belinya,” kata Elina membuat kedua sahabatnya kecewa. Naura dan Gina sudah membayangkan mereka akan memakai tas yang sama ke kampus. Namun, sepertinya itu hanya ada dalam hayalan mereka saja. “Aku pulang dulu, ya. Sampai jumpa besok,” kata Elina buru-buru pergi. Naura dan Gina yang melihat sikap Elina yang aneh hanya bisa menatap punggung sahabatnya sampai menghilang. Biasanya Elina akan menunggu jemputan dari Ervin, tapi tidak dengan hari ini. Sesampainya di rumah Elina segera mencari keberadaan Ervin. Teriakan Elina menggema di setiap sudut rumah membuat Ervin menyumbat telinga dengan headset. Ia kembali fokus pada tugas kuliah. Tiba-tiba Elina membuka pintu kamar dengan kasar. Ervin sengaja tidak menoleh dan berpura-pura tidak melihat istrinya. Sejak Elina berteriak mencari dirinya perasaan Ervin tiba-tiba kurang nyaman. Ia merasakan sesuatu yang buruk akan terjadi—khusus pada dompetnya. “Mister aku punya kabar baik,” kata Elina dengan napas tersenggal. Ervin tidak sedikit pun menoleh, ia masih asyik menulis rumus di buku catatan. Kesal diabaikan oleh Ervin membuat Elina melepaskan headset yang menggantung di telinga suaminya. “Ada apa Elina?” tanya Ervin tenang seolah tidak terganggu. Lebih tepatnya pura-pura tidak khawatir. “Mister ada kabar bagus,” kata Elina dengan suara manja. Ervin menelan ludahnya perlahan sembari menatap was-was. Kabar bagus bagi Elina sama dengan kabar buruk untuk Ervin. Elina tersenyum lebar membuat Ervin memalingkan wajah. Seketika Ervin meraih dompet yang ada di atas meja lalu memasukkannya ke laci kemudian menguncinya rapat-rapat.“Oh, itu aku juga punya kabar bagus buat kamu,” ucap Ervin dengan senyum kaku. “Tapi kabar yang aku sampaikan lebih bagus, Mister,” sahut Elina tidak mau kalah. Ia harus memberitahu Ervin sebelum diskon tas itu berakhir. “Elina, kabar yang aku mau sampaikan lebih bagus lagi. Kamu dengar ya.” “Aku duluan yang kasih tahu,” sahut Elina. “Aku duluan, El.” “Nggak mau, pokoknya aku duluan.” Ervin menyadari kalau perdebatan ini tidak akan selesai kalau salah satu dari mereka tidak mau mengalah. “Apa kabar bagusnya?” Elina berjingkrak senang lalu mengambil ponselnya dari tas. Ia memperlihatkan gambar tas yang menjadi incarannya tadi. “Diskon 30%. Mister, beliin satu saja, ya. Semua tas aku sudah usang, perlu di-upgrade lagi. Mister kapan lagi ada diskon, please, ya? Mister-kan baik tidak sombong dan rajin menabung pasti senang dong kalau lihat istrinya bahagia apa la―” “Stop! Elina. Kamu jangan bicara lagi.” Elina memainkan tangannya pada lengan Ervin berharap pria itu mau mengeluarkan uangnya. Ervin sudah menduga Elina ada maunya. Gadis itu menatap Ervin sendu membuat pertahanan pria itu hampir runtuh. Elina membuatnya tidak berdaya dengan tatapan memelas seperti kucing kehujanan. “Sebenarnya aku mau ngasih tahu kamu kalau uang yang papa berikan sudah aku pakai untuk bayar semesteran kita berdua. Jadi aku nggak ada….” Ervin melirik Elina melalui ekor matanya. Elina menundukkan kepalanya, tahu maksud Ervin mengatakan itu. “Mister, mumpung diskon,” kata Elina masih berusaha merayu . Ia ingin sekali memiliki tas mewah seperti dua sahabatnya. Mereka bisa memakai tas itu saat jalan-jalan. Bukankah sangat seru memiliki barang yang sama dengan sahabat? “Nanti kita beli di pasar saja, ya, atau kita beli di toko biar lebih murah. Nanti kalau aku sudah kerja aku janji akan membelikan apa yang kamu mau.” Ervin mengusap rambut panjang Elina. Gadis itu mengangguk. Ia tidak bisa memaksa Ervin membelikan tas baru. Ia sadar ekonomi rumah tangga mereka dibiayai penuh oleh Tristan. Elina yakin Ervin sangat malu pada papanya karena menganggap dirinya menyusahkan Tristan. “Ya sudah kamu mandi dulu, nanti bantuin aku masak makan malam, ya,” ujar Ervin lembut. Ia harap istrinya akan menurut. Elina mengangguk lagi dengan wajah tertekuk. Ervin tahu gadis itu sedang patah hati karena keinginannya tidak terwujud. Mau bagaimana lagi tas yang Elina inginkan walau diskon 90% sekali pun harganya masih menyentuh jutaan. Ervin tidak mau mengorbankan uang dapur hanya untuk sebuah tas yang tidak bisa dimakan. m Ervin merangkul Elina untuk keluar dari kamar kemudian menutup pintu kamarnya setelah Elina berjalan jauh. Ervin bersandar pada pintu lalu mengusap dadanya pelan. “Fiuh… dompetku masih aman sampai akhir bulan,” gumam Ervin lega. Ia bergegas membereskan bukunya yang berserakan di atas meja. Ia segera ke dapur untuk membuat makan malam. Saat Ervin asik memotong sayur tiba-tiba Elina berteriak kencang sampai membuat ia harus menutup telinganya. “Mister ada kabar baik,” teriak Elina. Ervin berbalik menatap Elina, tapi ia segera memalingkan wajah saat melihat tubuh Elina hanya berbalut handuk mandi. “Elina pakai baju dulu,” sahut Ervin membuat Elina memajukan bibirnya. “Mister ada kabar baik,” ucap Elina lagi. Ervin memejamkan matanya saat Elina berdiri tepat di depannya. Walau sudah menikah satu tahun lebih bukan berarti Ervin sudah terbiasa melihat penampilan Elina yang menggoda. Ia harus mengendalikan dirinya setiap kali Elina berpakaian kurang bahan. “Mister kenapa tutup mata?” Elina memiringkan wajahnya ketika menatap Ervin yang tertunduk. Ervin membuka matanya berlahan, dan sialnya wajah Elina terlalu dekat membuat ia terlonjak kaget. “Mister aneh,” gumam Elina. “Kamu yang aneh nggak pakai baju,” sahut Ervin. “Akukan mau mandi masa pakai baju?” Elina mengernyitkan dahinya. “Mister kali ini aku mau kasih kabar yang sangat baik,” lanjut Elina. Ia menatap Ervin dengan senyum lebar. Elina benar-benar senang dengan kabar ini. Ya, Tuhan semoga bukan barang diskon lagi..

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

After That Night

read
13.3K
bc

BELENGGU

read
67.9K
bc

Revenge

read
27.7K
bc

Hasrat Istri simpanan

read
15.0K
bc

The CEO's Little Wife

read
653.1K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
80.2K
bc

Istri Lumpuh Sang CEO

read
3.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook