Hukuman

1238 Words
Pagi hari yang tidak biasa bagi Ervin. Saat ini ia duduk di atas tempat tidur sembari melihat Elina yang didandani para pelayan. Ada yang memakaikan sepatu, merias wajah dan menata rambut. Ervin tidak tahu kalau Elina semanja ini. “Den Ervin coba lihat Non Elina, cantikkan?” tanya seorang pelayan yang usianya masih muda. Elina berdiri menghadap suaminya dengan wajah cemberut. Semalam ia bermimpi buruk tentang suaminya pergi dengan wanita lain. Elina merasa mimpi itu seperti nyata. Pagi ini Elina tidak ingin melihat wajah Ervin walau sepanjang malam Ervin memeluk pinggang Elina. “Nggak, jelek,” jawab Ervin membuat Elina melotot. Ia benar-benar kesal sekarang. Melihat wajah Elina memerah Ervin bisa menebak kalau istrinya akan menangis. Senyum di wajah pelayan itu seketika lenyap. Ditatapnya Elina yang cemberut. “Bisa kalian pergi? Aku ingin bicara dengan Elina.” Semua pelayan keluar dari kamar Elina sembari menutup pintu. Kini hanya tinggal mereka berdua di kamar. Elina tidak bisa menahan air matanya. Ia menangis dalam diam. Ervin bisa melihat air matanya menggenang yang mengaburkan pandangan. “Kamu cantik, bahkan makin hari makin cantik,” kata Ervin setelah berdiri di depan Elina yang masih duduk di dekat meja riasnya. Elina memalingkan wajahnya masih teringat pada mimpinya semalam. Melihat istrinya hanya diam membuat Ervin merasakan ada yang aneh. “El, aku punya salah apa sama kamu?” tanya Ervin. Gadis itu mengusap pipinya yang basah. Belum ada kata yang terucap dari bibir istrinya. Ervin bersimpuh sembari menggenggam tangan Elina. “Kalau kamu diam terus masalah nggak akan selesai.” Elina segera menarik tangannya. “Kalau kamu nggak mau bicara aku akan cium bibir kamu,” ancam Ervin. Elina hanya melirik sekilas lalu mengabaikan ancaman itu. Ervin mulai menghitung dari sepuluh, tapi Elina tidak goyah. Ia tetap diam seperti kemarin. Hitungan sudah selesai membuat Ervin bingung. Ia harus mencari cara agar Elina mau membuka mulutnya. Ervin menangkup kedua sisi wajah Elina dengan tangannya. Wajah mereka berhadapan, tapi tatapan Elina ke arah lain. “Elina aku hitung sampai tiga kalau tidak bicara aku beneran cium kamu.” Tidak ada jawaban dari gadis itu sampai Ervin bingung sendiri bagaimana cara membuka mulut Elina agar mau bicara dengannya. “Aku cium, ya,” kata Ervin meminta izin. Elina tidak menjawab, ia hanya diam seperti patung. Ervin mulai mendekakan wajahnya berharap Elina akan marah atau memakinya. Namun, hal itu tidak terjadi karena Elina tak bergeming sedikit pun. Kecupan singkat di bibir Elina membuat Ervin takut. Ia tidak ingin istrinya marah dengan apa yang ia lakukan. Dugaan Ervin benar. Setelah ciuman itu Elina langsung beraksi mencubit perutnya. Ervin berteriak kesakitan sehingga Elina melepaskan cubitannya. “Sakit Elina. Kamu nyubitnya nggak pakai perasaan. Sakit banget,” kata Ervin membuat istrinya melotot. “Mister niat nggak sih nyium aku? Pelit banget nyiumnya,” ujar gadis itu. Ervin terdiam mendengar ujaran itu. Ia tidak menyangka kalau istrinya malah menunggu ia mencium. Benar saja Elina tidak mempan dengan ancaman itu. ‘Lah, dia suka sama hukumannya, beneran nggak mau ngomong,’ batin Ervin. Wajah Elina semakin tertekuk. Ervin menarik tangan istirnya lalu memeluknya erat berharap kemarahan Elina mereda. “Kamu marah sama aku?” Elina mengangguk dalam dekapan Ervin. “Aku minta maaf kalau punya salah sama kamu, tapi kamu nggak boleh kayak gini lagi. Aku takut baby ikutan stress.” Elina melepas pelukan Ervin. Tatapan keduanya bertemu membuat situasi kembali hening. “Mister sejak kapan mulai berbohong?” tanya Elina dengan mata berkaca-kaca. Ervin menekuk alisnya tidak mengerti. Elina mulai marah lagi itu artinya Ervin harus siap mengalah. “Maksud kamu apa, El?” Elina mengusap air matanya yang kembali jatuh. Ia sulit untuk bicara dalam keadaan tertekan. Ia sangat sedih membayangkan Ervin pergi dengan wanita lain dan berbohong padanya. “Aku lihat Mister kencan dengan cewek di restaurant kemarin.” Ervin tersentak mendengar ucapan Elina. Ia teringat akan Dinda yang ingin mentraktirnya. Ervin tidak tahu Elina melihatnya saat itu. Benar saja gadis itu mengulang chat menanyakan keberadaannya. “Oh, yang kemarin? Itu namnaya Dinda, dia mau traktir aku makan karena aku bantuin dia buat skripsi. Terus ngobrol biasa. Aku minta maaf sama kamu karena sudah bohong. Itu semua aku lakukan biar kamu nggak kepikiran. Kemarin aku mau jujur, tapi kamu malah diemin aku.” Jantung Ervin berdetak kencang. Ia berharap Elina percaya padanya. Ervin berusaha tidak gugup di depan istrinya untuk meyakinkan bahwa dia tidak salah. Elina terdiam menatap Ervin lekat. Ia lalu memeluk suaminya erat. “Mister janji nggak bohong lagi sama aku?” Ervin mengeratkan pelukannya. Ia senang Elina sudah kembali seperti biasa. Perasaan gadis itu mulai stabil lagi. “Iya, aku janji. Kalau aku jalan sama teman cewek aku akan jujur sama kamu.” Elina merenggangkan pelukan mereka. “Tapi jangan selingkuh, ya.” Ervin mengangguk. Elina mengacungi kelingkingnya dan dikaitkan dengan kelingking Ervin. “Kamu juga harus janji percaya sama aku. Kita harus saling percaya satu sama lain, oke?” Senyum Elina sudah kembali. Ia mengangguk dengan semangat membuat perasaan Ervin lega. Istrinya sudah kembali normal lagi. Betapa bahagianya Ervin saat ini. “Mister nggak mau ngasi aku hukuman lagi?” tanya Elina membuat senyum Ervin menghilang. Pria itu salah tingkah saat Elina menatapnya penuh harap. Ervin lalu berdiri menatap ke arah lain. “Aku belum sikat gigi sama mandi. Aku ke kamar mandi dulu, ya.” Ervin segera berlari ke kamar mandi meninggalkan Elina yang nampak kesal. “Mister pelit, jangan harap malam ini kamu bisa tidur nyenyak!” teriak Elina lalu keluar dari kamar. *** Setelah pulang dari rumah Tristan kehidupan Ervin rasanya berubah. Kini ada dua pembantu yang ikut serta ke rumah mereka. Dua pembantu ini akan datang di pagi dan sore hari untuk membersihkan rumah dan memasak untuk Elina dan Ervin. Beberapa kado juga dikirim ke rumah mereka. Ervin tidak tahu kalau kehamilan bisa menyebabkan rumahnya penuh dengan kotak hadiah. Ia tidak tahu dari mana asal hadiah ini. Menurut jawaban Elina semua hadiah ini dari teman kantor papanya. Ervin yakin mertuanya sudah memberitahu kabar bahagia ini pada temannya. “El, kadonya banyak banget. Kita mau buka sekarang?” tanya Ervin. Ia sudah pusing melihat tumpukan hadiah itu. Ervin sendiri bingung mau meletakkan barang itu di mana? Semua lemari di kamarnya sudah penuh sesak. “Buka saja Mister. Siapa tahu ada yang bagus,” ujar Elina. Ia sudah membawa gunting untuk membantu membuka hadiah. Ervin ikut duduk di samping istrinya. Mereka membongkar satu per satu hadiah yang diberikan. Banyak barang bermerk yang Ervin dapatkan mulai dari topi couple sampai piyama orang tua dan anak. Banyak kartu ucapan yang mereka dapatkan juga. “Mister ini apa?” tanya Elina. Beberapa kotak berwarna merah yang ada gambar pria dan wanita. Ervin yang penasaran pun ikut melihat kotak itu. “Sutra?” gumamnya membaca tulisan yang ada di bagian depan. Ervin membuka bungkusan itu karena penasaran. Saat ia membuka salah satunya Ervin teriam cukup lama. Meski ia tidak tertarik dengan petualangan orang dewasa yang liar, bukan berarti ia tidak tahu benda apa yang dipegangnya saat ini. Ini pasti ulah Bagas. Wajah Ervin memerah semakin membuat rasa ingin tahu Elina meningkat. “Mister kenapa?” tanya Elina menyadarkan Ervin dari lamunan. “Eh… enggak…aku nggak apa-apa. Ini cuma mainan anak-anak yang sering dijual di swalayan depan kasir.” Ervin berusaha tersenyum lalu menyimpan benda itu kembali. Elina tidak memusingkan benda aneh itu. Ia juga tidak peduli dengan mainan anak. “Aneh banget kenapa ada yang ngasi mainan anak. Baby saja belum lahir,” gumam Elina membuat Ervin tersenyum kaku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD