Bertemu Cinta

1894 Words
Elina membersihkan tempat tidurnya sebelum mengunci kamar. Malam ini dia ingin menginap di kamar Ervin dengan sebuah misi yang sudah ia rencanakan. Diketuknya pintu kamar Ervin sampai suara pria itu terdengar dari dalam. Perlahan Elina membuka pintu kayu itu lalu memasukkan kepalanya melihat keberadaan Ervin. Suaminya memang suka belajar membuat Elina kagum. Jarum jam sudah menunjuk angka sepuluh, tapi Ervin masih setia duduk di kursi meghadap meja yang diterangi lampu portable. “Ada apa, El?” tanya Ervin tanpa mengalihkan perhatiannya pada buku tebal yang berisi angka dan penjumlahan. Elina langsung masuk lalu menutup pintunya rapat, tidak lupa menguncinya. “Mister aku nginep di sini, ya,” ucapnya membuat Ervin menoleh. Elina berdiri di sampingnya membawa boneka dan juga bantal. Ervin beralih menatap tempat tidur single-nya. “Mana cukup, El. Entar sesak, terus kepanasan. Di sini nggak ada AC,” kata Ervin. “Nggak apa, Mister. Aku bisa tidur tanpa AC,” jawab Elina. Ervin terdiam mencerna apa yang sebenarnya terjadi pada istrinya. Tidak biasa Elina menginap di kamarnya kecuali ada sesuatu yang terjadi atau dia meminta sesuatu. Ervin mulai waspada, sikap baik Elina bisa saja membuatnya kecolongan. Ia tidak boleh lengah dengan taktik istrinya. “Ya sudah, kamu boleh tidur di sini, tapi jangan bangunkan aku kalau kamu kepanasan atau nggak nyaman,” ujar Ervin memperingati. Elina mengangguk setuju. Gadis itu langsung menata bantal dan bonekanya di atas tempat tidur. Elina membaringkan tubuhnya miring menatap Ervin yang masih mengerjakan tugas. “Mister nggak tidur?” tanya Elina. Ervin terlihat fokus mengerjakan tugasnya. “Kamu duluan saja, tugasku masih banyak,” kata Ervin. Elina lalu bangkit, duduk di tepi tempat tidur. “Besok Sabtu, Mister libur,’kan? Kenapa nggak besok saja buatnya.” Kali ini Ervin menegakkan tubuhnya lalu berbalik menatap Elina. “Tugas aku banyak, El, sudah semester tua. Sebentar lagi mau nyusun, jadi aku harus benar-benar belajar.” “Tapi Mister sudah pintar, besok saja dikerjakan,” rayu Elina lagi. Ervin memainkan pensil yang ada di tangannya lalu menutup bukunya. Ia langsung mematikan lampu belajar lalu menghampiri Elina. Melihat Ervin yang menghampirinya Elina pun segera membaringkan dirinya. Ervin menarik selimut seraya membaringkan tubuhnya di samping Elina. Senyum Elina semakin merekah. Gadis itu senang kalau Ervin menurut. Sebentar lagi Elina akan mendapatkan keinginannya, yaitu membeli tas yang sama seperti Naura dan Gina. Sore tadi setelah ia sampai di rumah, Elina segera menghubungi ayahnya dan meminta izin membeli tas. Tentu hal itu bukan hal yang berat bagi Tristan untuk mengabulkannya. Sebelum menikah Elina hampir setiap bulan membeli tas mewah, sehingga Tristan sudah menghemat puluhan juta ketika Elina menikah dengan Ervin. Setelah Ervin berbaring, Elina langsung memejamkan mata. Tanpa disangka Ervin memeluk Elina erat kemudian mengunci kaki gadis itu hingga Elina tidak bisa bergerak. “Mister aku nggak bisa bergerak,” kata Elina berusaha melepaskan tangan Ervin yang mendekapnya. Namun, Ervin tak kunjung melepaskan. “Kamu pasti merencanakan sesuatu, ya, ‘kan?” bisik Ervin dekat telinga Elina. Tahu kalau rencananya sudah diketahui membuat Elina berusaha tenang. Ia tidak boleh terpancing sedikit pun. “Mister bicara apa, sih? Aku mau tidur, jarang-jarang kalau kita bermesraan seperti ini. Suami istri tapi tidurnya pisah,” kata Elina membuat Ervin terdiam. Ia merasa bersalah pada Elina karena telah berburuk sangka. “Iya, aku minta maaf. Ya, sudah kita tidur saja, aku mulai ngantuk.” Ervin melepas pelukan dan belitan kakinya pada Elina. “Selamat tidur Mister,” gumam Elina membuat Ervin tersenyum sebelum memejamkan matanya. Elina memejamkan matanya membuat Ervin yang tadinya berpura-pura merasa yakin kalau istrinya tidak merencanakan sesuatu. Ervin bisa tidur dengan tenang malam ini. Setelah suaminya terlelap, tiba-tiba Elina membuka mata. Ia melambaikan tangan di depan wajah Ervin. Suara dengkuran halus mulai terdengar. Ervin tidur pulas membuat Elina senang. Ini saatnya ia melancarkan rencananya. Maafkan aku, Mister. *** Malam yang cerah tidak membuat suasana hati Varen menjadi lebih baik. Sore tadi ia melihat Elina dan Ervin jalan bersama. Walau satu tahun lebih Elina menikah tidak juga membuat hati Varen berpaling. Elina masih menjadi pemilik hatinya sampai saat ini. Belum ada gadis yang bisa menggantikan dirinya di hati Varen. “Kamu masih memikirkan kejadian sore tadi?” tanya Naura membuat Varen menoleh. Naura berdiri di belakang. Varen bahkan tidak merasakan kehadiran sahabatnya. “Kapan kamu sampai?” tanya Varen. Naura mendekat, beridri di samping pria itu sembari menatap kolam renang yang airnya tenang. Kolam yang terlihat berwarna hitam memantulkan cahaya bulan yang bulat sempurna. “Baru saja. Padahal aku sudah memencet bel berkali-kali, tapi malah pembantu kamu yang bukain pintu,” kata Naura dengan nada yang dibuat manja. Sayang, Varen tidak menanggapi ucapannya. “Varen, aku suka sama kamu. Apa kehadiran aku belum cukup membuat kamu jatuh cinta dan melupakan Elina?” tanya Naura. Ia sudah terlalu lama menunggu Varen yang tidak kunjung membalas cintanya. Varen memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Ia menengadah menatap langit cerah berbintang. Ia teringat ada Elina yang suka menatap bintang di langit. Semua hal yang ia lalui dengan gadis itu selalu membekas dalam ingatannya. “Maaf, Ra, aku belum bisa membalas cinta kamu. Aku nggak mau menjadikan kamu pelarian.” Varen menurunkan pandangan pada Naura yang sedang menatapnya. “Kamu terlalu baik buat aku, sedangkan hati aku selalu memanggil nama Elina. Aku tidak bisa berbohong,” kata Varen membuat Naura tersakiti. Gadis itu tersenyum walau air matanya siap menetes. Ia sudah menunggu Varen cukup lama, tapi hasilnya tetap sama. Dia tidak mencintai Naura, bagaimana pun Naura mengubah penampilannya itu tidak akan berpengaruh. Varen menghapus air mata Naura dengan ibu jarinya. Ia sudah menyakiti seseorang yang tulus mencintainya sejak lama. “Seharusnya aku berhenti dari dulu, tapi aku terlalu berharap kamu akan berubah pikiran dan berpaling.” Naura menundukkan wajahnya mencoba menenangkan perasaan yang bergejolak. “Tapi sekarang… malam hari ini aku sudah memutuskan untuk berhenti memperjuangkan cintaku. Aku rasa ini sudah cukup,” kata Naura membuat Varen menundukkan kepala tanpa mampu menatap sahabatnya. “Varen, jangan membuat hatimu terluka lebih lama. Berikan waktu pada dirimu sendiri, sampai kapan kamu akan bertahan.” Naura menepuk bahu Varen membuat pria itu mendongkak. “Aku pergi.” Naura berusaha memberikan senyumnya lalu pergi meninggalkan Varen yang mematung di sisi kolam. Naura tahu tidak ada tempat sedikit pun di hati Varen untuk cintanya. Ia tidak bisa berharap lebih dan menunggu lagi. Varen bukan untuknya dari dulu sampai sekarang akan tetap sama. Mereka hanya sahabat, tidak lebih. Varen menatap punggung Naura tanpa berniat mencegahnya pergi. Ada rasa sakit ketika melihat Naura menangis, tapi Varen tidak bisa menyakiti Naura lebih lama lagi. Lebih baik ia jujur dari pada membuat sahabatnya semakin menderita berada di sisinya. *** Rasa lembut dan basah di pipi Ervin membuatnya terjaga. Setelah membuka mata wajah Elina yang pertama kali ia lihat. Senyum manis istrinya membuat Ervin berbunga-bunga. Ini adalah pagi terindah dalam hidupnya. Mungkin pagi terindah sejak ia menikah. Tangan Ervin terangkat memeluk pinggang istrinya. “Kenapa tumben kamu cium aku?” tanya Ervin. Elina mengusap rambut depan suaminya yang menutupi kening. “Emang salah cium suami sendiri?” Elina kembali bertanya membuat Ervin melepaskan pelukannya pada pinggang gadis itu. Ervin segera duduk bersila sementara Elina duduk di pinggir tempat tidur. “Elina, dengarkan aku baik-baik. Aku berjanji suatu hari nanti kita akan merayakan resepsi yang mewah. Aku ingin semua orang tahu kalau kamu adalah milik aku seorang. Jadi, tolong bersabar, ya. Aku tidak akan ingkar janji,” kata Ervin tiba-tiba sembari mengusap kepala istrinya. Entah mimpi apa yang membuat Ervin tiba-tiba berkata seperti itu sampai membuat Elina terharu. Ia melihat kesungguhan di mata suaminya. Sebagai perempuan, Elina juga menginginkan resepsi perikahan yang mewah, tapi entah kenapa dari pada memikirkan resepsi ia justru hanya ingin terus bersama Ervin. “Aku akan menunggu sampai saat itu tiba.” Elina memeluk Ervin, merasakan debaran jantung suaminya yang menggila. Ervin mengurai pelukan mereka lalu menatap wajah Elina lekat. “El, aku lapar.” “Tunggu sebentar, aku buatkan sarapan.” Elina melepaskan tangan Ervin dari pinggangnya. Buru-buru ia keluar dari kamar untuk membuat sarapan. Melihat Elina yang berubah baik membuat Ervin jatuh hati. Ia tidak menyangka kalau Elina bisa membuatnya melayang dan senyum-senyum sendiri. “Jadi begini rasanya punya istri. Harusnya Elina berubah sejak dulu. Aku baru ngerasain jadi suami,” gumam Ervin sembari berbaring di tempat tidur menikmati pagi indahnya yang langka. *** Hari pernikahan Bagus tinggal dua hari lagi. Elina sudah mempersiapkan pakaian untuk mereka kenakan. Ia juga sudah membeli hadiah untuk kakaknya. Di kampus Elina tidak lagi mengganggu Ervin seperti biasa. Mereka hanya berangkat dan pulang bersama. Seperti saat ini Ervin berjalan sendiri membawa tumpukan tugas yang harus disetorkan pada Pak Supra. Karena kewajiban ini membuat Ervin selama lima hari mendapat banyak pesan dari teman-temannya untuk memanipulasi tanggal dan jam pengumpulan. Sebagai teman yang baik, Ervin hanya mengiyakan. Baginya tidak masalah terlambat mengumpul asal sebelum waktu penyerahan tugas ke Pak Supra mereka sudah menyelesaikannya. Saat Ervin berbelok menuju ruang dosen, tiba-tiba ada seorang perempuan yang tidak sengaja menabraknya. Kertas-kertas berhamburan di lantai membuat Ervin mengerang kesal. “Maaf aku nggak sengaja,” ujarnya sembari membantu Ervin memungut kertas-kertas itu. Ervin menganggkat kepalanya saat mendengar suara gadis yang menabraknya. Ia terdiam mengamati wajah cantik gadis yang ada di hadapannya. Ervin tidak asing dengan gadis berlesung pipi itu. “Cinta,” panggil Ervin membuat gadis itu mendongkak. “Ervin?” Setelah berhasil mengumpulkan semua kertas mereka pun berjalan beriringan. “Kamu kenapa ada di sini?” tanya Ervin. Cinta tersenyum memperlihatkan lesung pipinya yang membuat gadis itu terlihat semakin cantik. “Itu, teman aku tugasnya ketinggalan di rumah. Kebetulan kemarin dia nginep di rumah aku, ya, sudah sekalian saja aku antar sambil ke kampus,” jelas Cinta. Ervin mengangguk. Cinta terus menatap wajah Ervin membuat pria itu malu. “Kenapa lihat aku kayak gitu?” tanya Ervin membuat Cinta memalingkan wajahnya. Gadis itu menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. Ervin juga menatapnya ingin tahu. Dulu saat SMA Ervin sempat menaruh hati pada Cinta. Namun, cintanya ditolak karena gadis itu sudah memiliki pria yang disuka. Walau cintanya ditolak, tapi Ervin tetap menganggap Cinta adalah teman istimewa. Hubungan mereka tetap baik walau Cinta sudah memiliki kekasih. Setelah hari kelulusan hubungan mereka merenggang. Ervin tidak mendengar kabar gadis itu lagi. “Kamu makin ganteng, ya, aku jadi nyesel nolak kamu dulu,” ucapnya jujur membuat Ervin terkenang masa lalu. Ervin tertawa kecil mengingat bagaimana perjuangannya mendekati Cinta. Tubuhnya yang kurus kering seperti anak kurang gizi membuat Cinta tanpa beban menolaknya. Namun, kali ini jelas berbeda, Ervin jauh lebih menawan dari sebelumnya. “Ya, jelas. Aku mahasiswa terganteng di kampus ini,” kata Ervin menyombongkan diri. Cinta mencubit lengannya. Ervin ternyata banyak berubah, bukan hanya fisik tapi juga sifatnya. Entah kenapa Cinta merasa nyaman ketika berada di dekatnya. Ervin terlihat semakin dewasa. “Senang bisa ketemu kamu lagi, Cinta, tapi aku harus ke ruang dosen dulu. Sampai ketemu lain kali, ya.” Ervin berjalan cepat mendahului Cinta. Namun, langkah kakinya terhenti ketika Cinta memanggil namanya. Ervin berbalik menatap gadis itu. “Boleh aku minta nomor ponsel kamu?” tanya Cinta. Ia berjalan cepat mendekati Ervin. “Nomor ponsel aku masih sama seperti dulu, nggak berubah,” jawab Ervin. Cinta lalu berhenti tepat di hadapannya. “Setelah lulus aku mengganti nomor, jadi nomor kamu ikutan hilang. Boleh aku minta?” Ervin terdiam sejenak lalu mengangguk pelan. Ia segera memberi nomor ponselnya pada Cinta lalu bergegas pergi. “Ervin, dia cukup menarik,” gumam Cinta saat menatap Ervin dari belakang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD