Ngidam

1143 Words
Ervin berusaha menghubungi Cinta setelah sampai di hotel yang dimaksud. Ia berlari kecil menuju salah satu kamar hotel yang ada di lantai dua. Ervin segera mengetuk kamar nomor 225 yang ada di tengah-tengah. Tidak perlu menunggu lama pintu dibuka. Cinta menarik tangan Ervin masuk ke kamar hotel. “Cinta apa yang terjadi?” tanya Ervin. Gadis itu tidak menjawab. Ia langsung memeluk Ervin erat. “Ervin aku takut,” ujarnya sambil menangis. Ervin merasa tidak enak hati berdua dengan wanita di kamar hotel. Terlebih pakaian yang dikenakan Cinta cukup terbuka. Ervin mengurai pelukannya, menatap wajah Cinta dengan seksama. “Kamu kenapa ada di sini?” tanya Ervin. Gadis itu hanya menunduk tanpa berani menatap wajah Ervin. “Aku nggak bisa cerita sama kamu sekarang,” ujarnya dengan suara bergetar. Ervin memegang kedua pundak Cinta untuk menenangkan gadis itu. “Ya sudah kita keluar dari hotel ini. Aku antar kamu pulang, ya.” Ervin mengambil blazer panjang dan tas Cinta di atas tempat tidur. Tiba-tiba gadis itu memeluknya dari belakang. Ervin tersentak. Ia teringat pada Elina yang sedang hamil. Rasa bersalah pada istrinya muncul. Entah mengapa Ervin merasa menyesal telah datang menemui Cinta. “Terima kasih Ervin. Kamu teman yang paling baik,” kata Cinta lalu melepaskan pelukannya. Ervin berbalik memberikan blazer dan tas milik gadis itu. “Aku tunggu kamu di luar, ya.” Ervin tersenyum tipis lalu keluar dari kamar. Bayang-bayang Elina menghantui pikiran Ervin. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini bukanlah perselingkuhan. Ervin sangat takut Elina mengetahui apa yang terjadi saat ini. “Ervin,” panggil Cinta. Ervin menegakkan tubuhnya. Cinta terlihat lebih baik saat ini. Mereka berjalan bersisian keluar dari hotel. Ervin memacu motornya ke rumah Cinta. Semakin cepat ia sampai maka semakin cepat ia pulang. “Terima kasih Ervin. Maaf, aku ngerepotin kamu terus,” kata Cinta. “Sama-sama. Lebih baik kamu tinggal sama teman, gak baik tinggal sendiri. Aku pulang dulu.” Cinta mengangguk pelan sembari melambaikan tangannya pada Ervin. Selang beberapa saat sebuah mobil berhenti di depan Cinta. Gadis itu membungkukkan badanya saat kaca mobil diturunkan. Dua pria berada di dalam mobil. Salah satu dari mereka memberikan Cinta amplop warna coklat. “Segera pergi. Jangan kembali lagi ke rumah ini, kamu paham?” tanya pria berambut panjang. Badannya kurus dengan tato memenuhi tangan kirinya. Berbeda dengan pria plontos yang duduk di belakang kemudi yang tidak memiliki tato di tangan, tapi pria itu memiliki tindik di telinganya. “Oke, terima kasih.” Mobil itu pun pergi meninggalkan rumah Cinta. Setelah mendapatkan amplop coklat itu Cinta segera masuk ke rumahnya untuk berkemas. ** Suasana hati Elina sangat baik malam ini. Senandung lagu rindu dari Krispatih menemaninya memasak di dapur. Sembari menunggu Ervin pulang Elina sudah menyiapkan makan malam untuk mereka berdua. Untuk pertama kalinya ia memasak makanan luar. Ada salad dan juga daging panggang. Saos instan yang dibeli Elina sangat membantunya. Ia tidak perlu repot-repot meracik saos lada hitam untuk menemani daging panggangnya. Semua bahan makanan ini Elina ‘impor’ dari rumahnya. “Aku pulang. Elina kamu di mana?” teriak Ervin. Elina bergegas keluar dari dapur. Ervin menghampirinya setelah melepaskan jaket lalu meletakkannya di atas meja dekat lemari kaca empat penyimpanan barang. Elina menarik tangan Ervin masuk ke dapur. Ia segera memutar lagu rindu sekali lagi. “Tumben dengerin musik,” kata Ervin. Elina berbalik lalu meletakkan kedua tangan Ervin di pinggangnya sementara Elina mengalungkan tanganya di leher Ervin. “Mister kita dansa, ya. Aku pengen dansa sama Mister sebelum makan malam,” kata Elina. Ervin menatap hidangan yang tersaji di atas meja. Elina menatanya dengan cantik. Alunan piano dari lagu itu membuat suasana menjadi syahdu. Sesekali Ervin menyisir rambut panjang Elina dengan tangannya. Mereka sangat menikmati kebersamaan kali ini. “Kamu sudah pintar masak ya,” puji Ervin. “Jelas dong. Siapa dulu, Elina.” Gadis itu selalu membanggakan dirinya. Mereka terus berdansa sampai lagu yang diputar selesai. Ervin melepas pelukannya dari pinggang Elina. Perutnya jadi lapar setelah mencium aroma daging panggang. “Bagaimana keadaan teman Mister?” tanya Elina ketika mereka duduk berdampingan. Ervin menghela napas panjang lalu mulai menikmati saladnya terlebih dahulu. “Dia baik-baik saja.” Elina menatap Ervin dari samping. Suaminya terlihat tegang. “Mister,” panggil Elina. Ervin menoleh dengan mulut penuh salad. “Kita tidurnya masih pisah? Kan udah ada baby,” kata Elina membuat Ervin berhenti mengunyah. Ia terlihat berpikir lalu kembali menyantap saladnya tanpa menjawab. Elina menuangkan air ke dalam gelas lalu meminumnya, sementara Ervin mendekatkan seporsi daging panggang. “Kam mau kita sekamar?” tanya Ervin. Ia memotong daging panggang menjadi bagian kecil lalu mengambil daun selada kemudian membungkus daging dengan selada sebelum menyantapnya. “Kalau Mister mau.” Elina terlihat malu-malu.Ia makan sangat pelan menikmati salad segar yang ia buat. Seporsi daging sapi panggang belum ia sentuh. Ervin meletakkan alat makannya lalu meminum air. “Boleh, malam ini aku tidur di kamar kamu.” Elina menatapnya tidak percaya. Ervin mau tidur sekamar dengannya. “Mister….” Elina takjub dengan perubahan Ervin semenjak dirinya mengandung. Ervin banyak berubah hari ini, tidak sekaku biasanya. Elina tanpa sadar mengusap perut ratanya. Ia bersyukur telah mengandung. “Tapi hanya tidur saja. Aku harus fokus dengan skripsi aku, biar cepat lulus.” Elina mengangguk dengan semangat. Ia menyantap saladanya sampai habis. Ervin kembali menikmati makan malamnya dengan tenang. *** Lampu kamar Elina masih menyala ketika Ervin masuk. Waktu sudah menunjuk pukul dua belas malam dan Ervin baru menemui Elina. Mengerjakan skripsi membuat kepalanya pusing tujuh keliling. Badannya terasa pegal duduk semalaman. Sempat terbesit keinginan untuk tidur di kamarnya, tapi mengingat Elina yang memintanya tidur bersama membuat Ervin terpaksa ke kamar gadis itu. Setelah lampu di matikan, Ervin berbaring di samping istrinya yang tertidur pulas memeluk guling. Dengan gerakan pelan Ervin membaringkan tubuhnya di samping Elina. Mereka saling memunggungi. Kualitas bantal dan tempat tidur Elina memang berbeda dari miliknya.Ervin akui tempat tidur istrinya lebih nyaman. Terbukti ketika ia merebahkan tubuh matanya langsung terpejam. Baru satu jam ia memejamkan mata Elina sudah mengguncangkan tubuhnya meminta Ervin bangun. Sedikit malas ia membuka matanya untuk melihat sang istri. “Mister aku haus,” kata Elina membuat Ervin menghela napas panjang. Tanpa bicara ia segera bangkit mengambilkan Elina minum di dapur. “Ini.” Elina menerimanya. Ervin kembali tidur setelah meletakkan gelas kosong di atas meja. Elina memeluknya dari samping menjadikan tubuh Ervin sebagai guling. Selang beberapa jam Elina kembali mengguncang tubuh Ervin. Ia hanya bergumam ketika Elina memintanya bangun. “Mister aku lapar.” Ervin enggan membuka matanya yang terasa berat untuk terbuka. “Nanti aku beliin makanan, kamu tidur saja, ya,” kata Ervin dengan mata terpejam. “Tapi aku laparnya sekarang. Apa jangan-jangan aku ngidam, ya,” kata Elina berhasil membuat Ervin membuka mata. Ervin pernah dengar tentang wanita ngidam yang minta aneh-aneh, kalau tidak dituruti akan berdampak pada bayinya. “Demi dia aku akan masak,” kata Ervin sembari mengusap perut Elina.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD