Wangi Parfume

1703 Words
Ervin mengusap leher belakangnya berusaha memikirkan cara untuk menolak halus. Ia tidak mungkin meninggalkan Elina sendiri di rumah. Cinta meraih tangan Ervin, menggenggamnya erat supaya Ervin mau menerima permintaannya. “Tapi, aku gak bisa lama-lama,” kata Ervin membuat Cinta tersenyum lebar. “Gak apa sebentar saja,” ucapnya membuat Ervin akhirnya mengangguk. Cinta mengepalkan tangannya bahagia. Ia sangat senang Ervin mau menerima permintaannya. “Terima kasih. Oh, iya besok aku hubungi lagi, ya, bye.” Cinta melambaikan tangannya lalu pergi. Perasaan Ervin semakin gunda. Ia merasa bersalah pada Elina, tapi juga tidak bisa menolak permintaan Cinta. “Susahnya jadi cowok ganteng,” gumam Ervin. “Oh, jadi kamu pacaran di sini dan lupa masuk kelas saya?” Tubuh Ervin menegang. Tanpa berbalik badan pun ia tahu siapa orang yang berdiri di belakangnya. Dirogohnya ponsel yang ada di saku celana yang ternyata jam pertama sudah lebih dari 5 menit berlalu. Ervin berbalik dan tersenyum menatap Pak Supra yag kumisnya sudah berdiri. “Maaf, Pak. Saya nggak lupa, tapi telat. Permisi, Pak.” Ervin berjalan menyamping sebelum akhirnya berlari kencang ke dalam kelas. Pak Supria mengusap kumis lalu menyusul Ervin. Beruntung ia bertemu Ervin sebelum masuk kelas sehingga ia mempunyai alasan kenapa bisa terlambat. ** Elina membereskan buku-bukunya lalu memasukkan ke dalam tas. Pak Dudung hari ini cukup baik entah karena apa yang jelas Elina tidak kena marah lagi. “El, pulang kampus bioskop yuk. Sekali-kali kita jalan,” ajak Gina. Hendra pun mendekati meja Elina. “Gimana, ya. Aku izin dulu,” jawab Elina. “Gak bisa ya sekali saja lo nggak izin ke Ervin? Apa dia nggak ngasih lo jalan sama kita lagi?” tanya Hendra. Elina segera menggeleng. Ia tidak mau sahabatnya berpikir buruk tentang Ervin. “Bukan begitu, aku nggak mau dia khawatir nyariin aku balas Elina membuat Gina dan Hendra saling bertatapan. Gina akhirnya mengangguk memberikan Elina waktu bertanya pada Ervin. Elina sedikit menjauh dari dua temannya untuk menghubungi Ervin. Namun, sayang Ervin tidak mengangkatnya. “Gak diangkat,” kata Elina menghampiri dua temannya. Ia duduk di tempat semula lalu menopang dagunya. “Lebih baik lo kirim pesan saja, biar nanti dibaca,” usul Hendra. “Kalau nggak diizinin bagaimana?” Elina menatap Gina dan Hendra bergantian. “Kita ajak sekalian Kak Ervin nonton,” jawab Gina membuat Elina tersenyum lebar. “Ya, sudah aku kirim pesan dulu.” Elina segera mengetik pesan lalu menngirimkan pada Ervin. “Berangkat!” *** Ervin memainkan pensilnya gusar. Telepon dari Elina tidak bisa ia jawab. Pesan istrinya tidak bisa ia balas. Ervin khawatir malam ini dia akan tidur di luar rumah. Isya menyenggol tangan Ervin membuat pria itu menoleh. Isya menulis sesuatu di sebuah kertas lalu memberikannya pada Ervin. Kamu kenapa? Ada masalah? Ervin melirik Isya yang tetap fokus ke depan. Tangan Ervin segera menulis balasan tanpa menundukkan kepala. Tidak, aku hanya memikirkan Elina. Tadi dia menelepon. Balasan dari Ervin membuat Isya menutup bukunya. Gadis itu tidak lagi bertanya pada Ervin, tatapannya hanya fokus ke depan. Saat yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Ervin bisa bernapas lega karena pelajaran Pak Supra berakhir tanpa adanya tugas. Ervin segera membaca pesan dari Elina yang memberitahu bahwa ia pergi ke bioskop bersama teman-temannya. “Kenapa? Istri kecil lo kabur?” ledek Isya setelah membereskan buku-bukunya. “Nggak, dia cuma bilang mau pergi sama temannya,” jawab Ervin setelah membalas pesan Elina. Ervin segera memasukkan ponselnya ke saku celana lalu keluar kelas bersama Isya. Dari arah berlawanan Ervin melihat Naura berjalan sendiri. Tatapan mereka bertemu. Naura dan Ervin saling melempar senyum. “Naura, kamu tidak ikut ke bioskop sama Elina?” tanya Ervin. Isya yang berada di sampingnya hanya terdiam memperhatikan. “Nggak, Kak. Aku ada kelas. Kak Ervin gak ikut emangnya?” Naura balik bertanya. “Aku baru selesai kelas. Aku balik dulu, selamat belajar, ya.” Naura mengangguk lalu masuk ke kelasnya. Isya yang terus mengekori Ervin lalu menarik tangan pria itu. Ervin berbalik menatap Isya yang sedang menunduk. “Elina gak di kampuskan?” tanya Isya membuat Ervin menggeleng pelan. Diam-diam Isya tersenyum tipis saat memalingkan wajahnya. “Ka―” “Aku ada rapat, Sya. Bentar lagi mulai, kamu mau bicara sesuatu?” potong Ervin membuat senyum Isya memudar. “Nggak jadi,” sahutnya. “Ya, sudah aku pergi dulu, ya.” Ervin berlari meninggalkan Isya. Terpaksa ia harus berbohong pada temannya untuk menghindari rasa bersalah yang kembali muncul dalam hatinya. Ia merasa seperti sedang selingkuh di belakang istrinya. Meski tidak ada niatan sedikit pun untuk menghianati Elina. *** Elina, Gina dan Hendra terlihat bahagia saat keluar dari gedung bioskop. Mereka masih tertawa mengingat adegan lucu dalam film. Elina dan dua temannya berhenti tertawa saat sebuah mobil berhenti di depan mereka. Mobil merah nan mahal itu milik Varen. Ia keluar lalu bersandar pada body mobil. Kaca mata hitam yang digunakan Varen membuat pria itu dilirik banyak wanita. Elina, Gina dan Hendra ingin menghampiri Varen, tetapi Ervin tiba-tiba datang dengan motor ninja merahnya. Ervin membuka helm-nya membuat rambutnya yang agak panjang jadi berantakan. Semua wanita berhenti menatap Ervin yang sedang menyisir rambut dengan tangannya. Elina yang sadar suaminya jadi pusat perhatian segera menghampiri Ervin. “Mister, pakai lagi helm-nya,” ucap Elina sembari memasangkan helm ke kepala Ervin. “Emang kenapa?” tanya Ervin heran. “Mister lebih ganteng kalau pakai helm,” sahut Elina membuat Ervin tersenyum tipis. Varen yang melihat Elina lebih memilih Ervin hanya bisa menahan kesal. “Gina, Hendra, Varen, aku pulang duluan, ya.” Elina melambaikan tangannya lalu mengenakan helm yang Ervin berikan. “Hati-hati Elina, Kak Ervin,” balas Gina. Elina segera naik ke atas motor lalu memeluk pinggang Ervin. Varen terdiam melihat Ervin dan Elina telah pergi. Gina dan Hendra menghampiri Varen lalu menepuk pundah sahabatnya. “Lo ke sini buat jemput kita,’kan?” tanya Gina. Varen menghela napas lalu mengangguk lemah. “Ya udah kita langsung pulang saja. Gue sudah mau istirahat,” ujar Hendra lalu masuk ke dalam mobil diikuti Gina. Varen menundukkan kepalanya sejenak sebelum masuk ke dalam mobil. *** “Capek banget.” Elina melempar tasnya ke sofa sebelum menjatuhkan tubuhnya. Elina memejamkan mata sejenak sebelum Ervin akhirnya mengganggu. “El, besok ada teman aku ulang tahun. Aku mau pergi ke sana sendiri, boleh, kan?” Kali ini Ervin yang meminta izin. Elina membuka sedikit matanya melihat Ervin. “Jam berapa?” “Dari sore sampai malam. Aku janji nggak akan pulang lebih dari jam 9,” janji Ervin. Elina terdiam sebentar sebelum akhirnya mengangkuk. Ervin merasa lega sudah mengantongi izin istrinya. Setidaknya rasa bersalah pada Elina sedikit berkurang. *** Bau parfum dari kamar Ervin membuat hidung Elina tergelitik. Siang tadi Ervin kembali mengingatkan izinnya tentang ulang tahun teman. Melihat Ervin yang berdandan rapi membuat Elina menyesal memberikan izin. “Mister,” panggil Elina dari ambang pintu. Ervin menatapnya sekilas lalu kembali memperbaiki kerah kemejanya. “Mister gak boleh cancel perginya?” tanya Elina membuat Ervin menoleh. “Aku pergi hanya sebentar. Kamu di rumah baik-baik, ya. Kalau ada apa-apa segera hubungi aku.” Ervin mengusap kepala Elina lalu bergegas pergi. Ia tidak ingin terlambat menjemput Cinta. Pikiran Ervin saat ini adalah semakin cepat ia datang maka semakin cepat ia pulang. Entah kenapa Elina ingin menahan Ervin pergi. Namun, ia sadar tidak bisa melakukannya. Ervin pergi membuat Elina hampa. “Elina jangan manja. Ervin juga sering pergi malam,” gumamnya untuk mengobati kegundahan. Setelah Ervin pergi Elina memutuskan untuk masak makan malam. Saat Ervin pulang nanti ia ingin makan berdua. Dengan cekatan Elina memasak bahan makanan seadanya. Ia mulai terbiasa dengan kegiatan dapur dan rumah tangga berkat Ervin yang mengajarinya. Setelah selesai masak, Elina duduk menonton TV untuk mengusir kebosanan. Menit demi menit berlalu membuat Elina jadi kesepian. Beberapa video sudah ia tonton di youtube tetapi rasa bosan itu tidak juga menghilang. “Kenapa Mister belum pulang?” gumam Elina saat waktu menunjuk pukul Sembilan. Elina mulai mengantuk, matanya berair dan mulai lelah. Ia berbaring di sofa panjang sembari menunggu kepulangan Ervin. *** Cinta segera turun dari motor Ervin kemudian membuka helm miliknya. Ervin membuka kaca helm lalu menatap Cinta sejenak. “Terima kasih Ervin sudah nemenin aku sampai malam,” kata Cinta. “Iya, gak apa-apa. Aku pulang dulu, ya, biar nggak kemalaman.” Ervin kembali menghidupkan mesin motornya lalu pergi dari rumah Cinta. Pikiran Ervin tidak tenang. Biasanya Elina menghubunginya jika terlambat pulang, tetapi kali ini istrinya tidak mengirimkan pesan satu pun. Keadaan rumah yang terang membuat Ervin menebak bahwa Elina belum tidur. Ervin bergegas masuk ke dalam rumah mencari Elina di kamarnya. Namun, kamar gadis itu kosong. Ervin panik, lalu mencari Elina di kamar pribadinya dan juga kamar mandi. Elina juga tidak ada. “Elina kamu di mana?” teriak Ervin. Ia pergi ke dapur lalu terdiam melihat Elina tidur di meja makan. Ervin bernapas lega. Ia berjalan pelan mendekati istrinya. Tangan Ervin terulur mengusap rambut yang menutupi wajah cantik Elina. “Mister,” gumam Elina. Perlahan matanya terbuka. Ervin tiba-tiba memeluknya erat membuat Elina membulatkan matanya. Ia merasa ada yang aneh dengan suaminya. “Mister kenapa? Ada masalah?” tanya Elina. Ervin menggeleng dan semakin mengeratkan pelukannya. “Aku cuma kangen sama kamu,” jawab Ervin lalu melepas pelukannya.Elina tidak berpikir macam-macam. Ia merasa senang karena Ervin tiba-tiba romantis padanya. “Mister kaki aku sakit,” keluh Elina. Ervin segera berjongkok memeriksa kaki kanan Elina. “Sakit kenapa?” tanya Ervin seraya memijatnya lembut. “Nggak tahu. Eh, Mister di punggungnya ada sesuatu coba balik badan,” suruh Elina. Ervin tanpa menaruh curiga mengikuti ucapan Elina. Ia berbalik badan sehingga Elina bisa dengan mudah memeluknya dari belakang. Kedua tangan Elina mengalung pada leher Ervin. “Kamu ngapain El?” Ervin memiringkan sedikit kepalanya saat Elina meletakkan dagunya di bahu. “Mister gendong aku sampai kamar, ya.” Elina menatap Ervin dari samping. Ervin tidak membantah. Ia segera berdiri menggendong Elina di punggung. Sudah beberapa kali ia tertipu trik yang sama. “Mister wanginya beda, ya. Kayak wangi parfum perempuan.” Elina mengendus-endus pakaian belakang suaminya. Ervin coba untuk tenang. Ia tidak ingin Elina tahu kalau ia pergi dengan Cinta. “Masak sih?” Elina mengangguk dan terus mencium pakaian Ervin. “Baunya kayak aku kenal,” gumamnya membuat Ervin was-was. Apa Elina pernah bertemu dengan Cinta? Batin Ervin gelisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD