Matahari telah berada di atas cakrawala langit dengan cerianya. Namun Ketrien masih tampak terlelap di peraduannya dengan pulas nya. Mungkin ia masih kelelahan, dengan aktifitas yang dilakukannya semalam tadi. Sebagai seorang seksi dancer, yang merupakan pekerjaan kesukaannya, yang dianggapnya sebagai Passionnya. Yang ia yakini sebagai jalan hidupnya.
Akan tetapi tiba-tiba saja, ia pun terbangun dari nyenyak tidurnya. Entah ia bermimpi apa, hingga ia pun dapat terbangun dari tidur nyenyak nya. Dengan penuh kecemasan yang tersirat jelas di wajah cantiknya. Seakan ia sedang mengalami mimpi terburuk di dalam hidupnya.
Setelah Ketrien benar-benar terjaga dari tidurnya. Ia lalu bersila di atas tempat tidurnya, dan termenung. Terdiam bermain dengan pikirannya sendiri. Dengan pikiran yang memikirkan tentang mimpi yang tadi ia alami. Mimpi yang dianggapnya buruk. Tak berharap menjadi kenyataan sama sekali, suatu saat nanti.
"Lian, semoga ini hanya mimpi biasa. Bukan sebuah firasat buruk untuk diriku. Karena aku tidak ingin dirimu dimiliki oleh orang lain, apalagi gadis berdandan menor itu. Yang aku lihat naik Busway bersamamu. Beberapa waktu yang lalu," ucap Ketrien di dalam hatinya. Mengungkapkan mimpi yang ia alami. Dengan wajah yang sayu. Seakan tanpa gairah sama sekali.
"Sepertinya aku hanya berspekulasi saja tentang banyak hal. Jadi bisa terbawa mimpi seperti itu," tepis Ketrien, masih di dalam hatinya.
Dan tiba-tiba saja smartphonenya berbunyi dengan kencangnya, yang membuat dirinya benar-benar terkejut mendengarnya. Ketrien segera mengambil smartphonenya. Yang tergeletak di tempat tidurnya.
Saat Ketrien melihat nama pemanggil nomor ponselnya. Ia pun seakan enggan untuk menerima panggilan, yang ternyata dari Marisa, kekasih perempuannya itu.
Ketrien tampak hanya menggenggam smartphone di tangan kanannya. Masih ragu untuk mengangkatnya atau tidak. Hingga panggilan itu pun berhenti sendiri. Tanpa ada penyesalan dari Ketrien sama sekali, karena belum sempat mengangkat telepon dari Marisa. Karena ia tahu bagaimana sifat dari Marisa. Pasti perempuan berwajah indo itu akan menghubunginya kembali. Dan tak akan pernah menyerah, sebelum dirinya mengangkat teleponnya.
"Marisa pasti akan meneleponku kembali, ia akan tetap seperti itu. Hingga aku menerima telepon darinya itu ..." tutur Ketrien di dalam hatinya.
Benar saja dengan apa yang ada di hati Ketrien. Sesaat kemudian smartphone Ketrien berbunyi kembali. Dan dengan sangat terpaksa, ia pun menerima telepon dari Marisa. Jika tidak, maka Marisa akan terus menghubungi dirinya lewat nomor selulernya, hingga dirinya menerima panggilan itu.
"Selamat siang Bieb ...," ucap Marisa, memulai pembicaraannya lewat telepon di antara mereka berdua. Dengan suara yang lembut dan manis.
"Selamat siang juga, Mar ...," jawab Ketrien datar, seakan sedang enggan untuk berbincang dengan Marisa.
"Ko, jawabnya datar begitu sih. Sedang ada masalah sama kamu?" tanya Marisa dengan penuh selidik terhadap Ketrien.
"Enggak, aku lagi suntuk dan masih mengantuk saja," jawab Ketrien. Mencoba mencari alasan untuk menghindari perbincangan panjang antara dirinya dan Marisa di perbincangan seluler itu.
"Kalau kamu lagi suntuk, aku akan mengajakmu jalan-jalan. Kamu tunggu aku, 1 jam lagi aku sampai di tempat kost mu," ucap Marisa, lalu memutuskan hubungan telepon Seluler itu. Tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu dari Ketrien. Ingin atau tidak, dirinya ikut jalan-jalan bersama dirinya.
Mendengar perkataan dari Marisa, Katrien pun kesal bukan main. Ia pun segera melempar smartphonenya, ke kasurnya. Sebagai pelampiasan dari kekesalannya terhadap Marisa, yang selalu bersikap egois tanpa memikirkan keinginannya. Atau menanyakan dirinya setuju atau tidak dengan keinginannya itu.
"Selalu saja mengambil keputusan sendiri, tanpa persetujuan dari diriku ...," ujar Ketrien di dalam kalbunya, lalu termenung kembali dengan begitu dalam.
"Apakah ini saat yang tepat untuk mengakhiri hubungan yang terlarang ini, bersama Marisa?" tanya Ketrien di dalam hatinya.
"Entah benar atau tidak, aku mencintai Marisa? Tapi pada kenyataannya aku sudah bersamanya selama 3 tahun terakhir ini. Tapi apakah ia hanya, pelarian cintaku saja. Saat aku kehilangan jejak Zulian selama ini? Dan saat aku sudah menemukan jejak Zulian, cintaku kepada Marisa hilang mendadak begitu saja?" tanya Ketrien di dalam hatinya, dengan penuh kesedihannya.
Ketrien lalu bangkit dari tempat tidurnya dengan pikiran yang masih kacau balau. Akibat dari mimpi buruknya itu.
"Lebih baik aku mandi saja, agar pikiranku menjadi fresh kembali," Ketrien, lalu melangkahkan kakinya menuju ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar kostnya itu.
Tak memerlukan waktu yang lama, akhirnya Ketrien keluar dari dalam kamar mandi itu. Lalu ia pun mengenakan pakaiannya, yang ada di dalam lemari pakaian kayu jati nya. Ia mengenakan kaos lengan panjang berwarna biru, yang dipadu dengan celana bahan panjang berwarna biru pula.
Setelah ia berpakaian lengkap. Ketrien lalu menguncir rambut belakangnya, hingga membuat ekor kuda, dengan pengikat rambut berwarna hitamnya. Setelah itu ia, duduk kembali di pinggir peraduannya. Kembali bermain dengan pikirannya sendiri. Tak merias wajahnya yang sudah cantik alami itu.
"Kenapa aku menjadi meragu dengan semua ini? Meninggalkan Marisa demi kebahagian ku sendiri, itu namanya egois. Tuhan ..., bantulah aku untuk menentukan sikapku ini ...," ucap Ketrien di dalam hatinya, dengan penuh kebimbangannya.
Dan tiba-tiba saja smartphonenya berdering kembali. Dan itu merupakan panggilan telepon dari Marisa kembali. Ketrien lalu mengambil smartphonenya, dan lalu menerima panggilan telepon seluler dari Marisa. Walaupun dengan sangat terpaksa sekali.
"Beib, kamu sudah siap untuk pergi denganku kan?" tanya Marisa mengawali pembicaraannya itu.
"Sudah," jawab Ketrien, dengan nada ringan.
"Kalau sudah, cepat kamu keluar. Aku sudah menunggumu di depan kost'an kamu. Kita jalan sekarang." kata Marisa, dengan suara yang renyah, yang dipenuhi oleh kebahagiannya.
Mendengar perkataan dari Marisa itu. Ketrien lalu mengambil tas wanitanya, yang ia gantungkan di pangkal lengan kirinya.
"Iya, tunggu sebentar lagi ...." sahut Ketrien, lalu memutuskan hubungan telepon seluler itu.
Ketrien lalu memakai sepatu sportnya, dengan tergesa-gesa.
Setelah selesai memakai sepatunya. Ketrien lalu keluar dari dalam kamar kostnya. Dengan terlebih dahulu mengunci kamar kostnya, yang kuncinya ia taruh di dalam kantung celananya. Ketrien lalu melangkahkan kakinya kembali, menuju ke arah Marisa yang berada di dalam mobil sedan berwarna merah. Dan langsung masuk ke dalam mobil itu.
Saat Ketrien berada di dalam mobil itu, Marisa langsung memeluk Ketrien dengan mesranya. Yang disambut dingin oleh Ketrien, yang segera melepaskan diri dari pelukan Marisa. Yang membuat Marisa sedikit kesal dan heran. Atas sikap kekasih wanitanya yang tak seperti biasanya.
"Sebenarnya ada apa dengan kamu Ket? Sikap kamu itu tidak seperti biasanya. Kamu sekarang menjadi dingin terhadap diriku?" tanya Marisa, dengan penuh selidik kepada Ketrien.
"Aku bilang kan, di telepon tadi, kalau aku itu lagi jenuh. Jadi mungkin itu juga yang mempengaruhi sikap ini sama kamu," sahut Ketrien, berusaha untuk mencari alasan. Agar Marisa tidak banyak bertanya lagi.
"Kalau begitu, lebih baik kita jalan sekarang. Agar rasa jenuh mu sedikit berkurang," ujar Marisa, lalu melajukan sedan merahnya, untuk meninggalkan daerah itu, dengan kecepatan sedang.