Joko tetap terdiam dan bermain dengan jalan pikirannya sendiri. Dirinya benar-benar tidak menyangka sama sekali. Jika lelaki berwajah Korea yang berjalan dengan adiknya Lastri, adalah lelaki yang dicari oleh Ketrien, gadis pujaannya selama ini. Dirinya pun menjadi gundah-gulana, sikap apa yang harus diambilnya untuk Ketrien. Gadis pujaan hatinya itu.
"Sepertinya, lelaki berwajah Korea yang diceritakan oleh Ketrien, adalah lelaki berwajah Korea yang sama. Yang sedang bersama dengan Sri, adiknya Lastri. Yang memang berdandan menor itu," ucap Joko di dalam hatinya, dengan gundah-gulana nya.
Setelah puas bermain dengan pikirannya sendiri. Joko pun akhirnya berbicara kembali kepada Ketrien.
"Mungkin, lelaki yang kamu temui itu. Hanya berwajah mirip saja, sama pacar masa SMA mu itu. Oh ya namanya siapa dia?" tanya Joko, berusaha menyakinkan Ketrien.
"Namanya adalah Zulian dengan nama panggilan Lian. Dan aku Enggak mungkin salah mengenali dirinya. Walaupun aku enggak melihat wajahnya dari dekat, tapi aku hafal betul dengan cara berjalannya itu," sahut Ketrien, lalu mulai melihat daerah sekitarnya, yang telah dekat dengan tempat kostnya itu.
Pernyataan dari Ketrien itu, sudah membuat Joko terdiam. Dan bermain dengan jalan pikirannya sendiri.
"Benar, lelaki berwajah Korea itu, adalah lelaki berwajah Korea yang sama. Saat aku dan Lastri bertemu di Mall. Dan Sri pun memanggilnya dengan panggilan 'Lian'. Agar lebih yakin, nanti akan kutanyakan langsung kepada Lastri," kata Joko di dalam hatinya, sambil membelokan taksinya memasuki daerah tempat kost Ketrien. Dengan kecepatan rendah.
"Kamu hebat sekali dapat mengingat gaya berjalannya. Pantas kamu mengingat aku. Saat bertemu di Mall itu, padahal kita saat itu baru saja berkenalan beberapa hari sebelumnya. Pasti kamu itu cerdas, karena hanya orang cerdas. Yang dapat mengingat banyak hal dengan teliti," tutur Joko, seakan sedang menyanjung Ketrien. Padahal dirinya ingin menyembunyikan pikirannya. Jika sebenarnya dirinya pernah bertemu dengan Zulian.
"Kecerdasan itu enggak ada kolerasi nya, dengan ingatan yang kuat. Banyak orang bodoh, dengan ingatan yang kuat. Selalu saja ingat dan mengingat dendamnya kepada orang lain, hingga seumur hidupnya." sahut Ketrien, yang membuat Joko terdiam. Tak ingin memperpanjang perbincangan di antara mereka. Yang bisa saja nantinya menjadi sebuah perdebatan panjang. Yang mungkin tak akan ada akhirnya nanti.
"Jok, sudah sampai tuh. Tuh tempat kost ku, sudah berhenti di sini saja," Joko lalu menghentikan laju taksinya, tepat di depan tempat kost Ketrien.
Ketrien lalu mengeluarkan dompetnya, dan mengambil uang pecahan seratus ribuan, yang segera diberikan kepada Joko. Yang langsung menerima, dan hendak memberikan kembalian dari argometer taksi itu.
"Ini kembaliannya Ket ...," ucap Joko, sambil menyodorkan, uang pecahan 20 ribuan. Yang ditolak oleh Ketrien.
"Sudah ambil saja buat beli rokok mu, agar kamu enggak kapok mengantarku pagi buta seperti ini," timpal Ketrien, sambil tertawa, dan keluar dari dalam taksi itu.
"Waduh, kamu suka sedekah juga ya. Tapi ini kurang Ket, kurang banyak sekali untuk beli taksi sendiri. Ha ...!" canda Joko sambil tertawa.
"Cukup ko, buat beli taksi-taksian mah. Ha ...!" timpal Ketrien lalu tertawa, dan melangkahkan kakinya meninggalkan Joko bersama taksinya. Yang masih tetap terdiam, bersama Joko yang terdiam. Dikarenakan sedang bermain dengan pikirannya sendiri.
"Apakah aku harus jujur terhadap Ketrien, jika aku mengetahui keberadaan kekasih masa SMA nya itu?" tanya Joko di dalam hatinya. Dipenuhi oleh kebimbangan yang merajai kalbunya.
"Jika aku jujur kepadanya, maka habislah harapanku untuk menjadikan Ketrien milikku. Karena aku tahu diri, jika dibandingkan secara fisik. Maka aku akan kalah telak sekali, dari si wajah Korea Zulian itu," ucap Joko, masih di dalam hatinya, dengan mimik wajah yang dipenuhi oleh kesedihan plus kegalauannya
.
Dan tiba-tiba saja Ponsel Joko bergetar, lalu mengeluarkan nada dering lagu dangdutnya. Mengetahui ponselnya ada yang menghubunginya. Joko lalu mengambil ponselnya dari dalam kantung celananya. Dan terlihat betapa bahagia dirinya, ketika mengetahui siapa yang menghubunginya itu, ternyata gadis pujaan hatinya.
Joko pun segera mengangkat panggilan telepon itu. Yang merupakan panggilan telepon dari Ketrien.
"Ada apa sih Ket, aku belum pergi. Kamu sudah telepon aku, apa kamu masih kangen sama aku ya?" ucap Joko sambil tersenyum sendiri. Dengan tatapan mata ke arah tempat kost Ketrien. Sambil tersenyum-senyum sendiri, seperti orang gila. Padahal dirinya tak mampu melihat sosok Ketrien sama sekali dari tempat itu.
"Ge'er kamu, aku itu menelepon kamu hanya ingin memberitahu. Kalau ini malam jumat kliwon, kamu enggak tahukan. Kalau pohon besar di sebelah kananmu itu, ada penunggu gaibnya. Aku cuma takut kamu diganggu nya. Makhluk gaib itu suka iseng, mengganggu manusia loh," tutur Ketrien menakut-nakuti Joko. Dengan nada yang seakan serius. Yang membuat Joko sedikit ciut nyalinya. Mendengar cerita dari Ketrien itu.
"Masa sih Ket, jangan menakuti aku dong ...," kata Joko, lalu mengalihkan pandangannya ke arah kanan, di mana pohon besar itu berada. Yang membuat bulu kuduknya berdiri dengan sendirinya.
"Aku lagi enggak berbohong Jok, tukang jualan keliling pun yang mangkal tepat di depan pohon besar itu sering diganggu nya," timpal Ketrien, berusaha menyakinkan Joko. Yang tampaknya yakin dan percaya dengan semua ucapan Ketrien itu.
"Benar juga kata Ketrien, kalau di pohon besar itu ada penunggunya. Buktinya bulu kudukku berdiri, lebih baik aku pergi saja dari tempat ini, sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," kata Joko di dalam hatinya, sambil bersiap untuk melajukan taksinya.
"Okelah Ket, aku pergi sekarang ya. Selamat bobo dan mimpi indah ya ...," ujar Joko, lalu memutuskan hubungan telepon seluler itu.
Joko lalu melajukan taksinya, meninggalkan daerah tempat kost Ketrien dengan kecepatan sedang. Karena ia takut perkataan Ketrien itu adalah sebuah kebenaran. Apalagi malam ini, benar-benar malam jumat kliwon. Yang dipercaya sebagai malam minggunya para makhluk halus.
Joko terus melajukan taksinya dengan kecepatan lebih rendah dari yang tadi. Saat dirinya sudah berada di jalan raya yang begitu lenggang. Pikirannya masih berpikiran tentang Ketrien dan Zulian. Ada kalanya hati nuraninya berkata. Lebih baik mengatakan keberadaan Zulian kepada Ketrien. Agar gadis pujaannya itu bahagia. Tetapi kadang keegoisannya lah yang bicara. Yang menginginkan Ketrien menjadi kekasih hatinya untuk selamanya.
"Ket, sebenarnya aku tahu di mana kekasih masa lalu itu berada saat ini. Tapi maafkanlah aku, yang tak ingin memberitahumu. Karena aku benar-benar ingin memiliki dirimu ...," kata Joko di dalam hatinya, lalu tersenyum kecut.
Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Pertanda ada yang sedang menghubunginya. Dengan tangan kirinya, Joko mengambil ponselnya yang ada di saku celana kirinya. Saat ia melihat layar ponselnya. Ternyata Lastri yang menghubunginya lewat video call. Ada keraguan untuk menjawab panggilan video call itu. Akan tetapi Joko takut Lastri akan marah besar, jika dirinya tak menerima panggilan video call itu. Hingga akhirnya supir taksi itu memutuskan untuk menerima video call dari kekasih gelapnya itu.
Joko lalu meminggirkan taksinya di pinggir jalan raya yang sudah benar-benar sepi. Sebelum menerima panggilan video call dari Lastri.
"Sayang, ko lama amat sih mengangkat video call dari aku ...?" kata Lastri dengan manjanya.
Terlihat di video call itu Lastri hanya memakai daster dan sedang berbaring di ranjangnya. Dengan gaya manjanya.
"Iya, ada apa Mba?" tanya Joko dengan nada malas untuk menjawabnya.
"Besok, jadikan kita jalan?" tanya Lastri dengan suara yang menggoda.
"Jadi Mba. Tapi sekarang aku mau pulang. Aku mengantuk banget ...," sahut Joko, lalu memasang wajah yang mengantuk.
"Ya, sudah. Sono kamu pulang dan tidur. Muah ..." kata Lastri, lalu mengakhiri video call di antara mereka dengan ciumannya.
"Dasar alay ...," kata Joko, lalu melajukan taksinya kembali. Setelah menaruh ponselnya di saku celananya.