Terlalu asyik berbicara dengan Ine lebih tepatnya Ine yang banyak bicara sedangkan Fajar menanggapi seperlunya saja, Ine pulang terlebih dahulu karena pesanannya sudah selesai dikerjakan sedangkan mereka berdua masih melanjutkan makan malam yang sedikit terganggu dengan kehadiran Ine dan selalu di d******i dengan nostalgia mereka berdua, Indira hanya bisa makan dalam diam tidak tahu menanggapi apa karena memang tidak paham apa yang dibicarakan.
Mereka berdua pulang ke rumah sudah sedikit malam sedikit sepi karena terlalu lelah dan kenyang melakukan sesuatu, rupanya Fajar sudah menghubungi Aria dan meminta maaf karena pulang terlambat dan sedikit malam. Indira terkejut dengan apa yang Fajar lakukan pasalnya pria yang selama ini bersama Indira tidak pernah melakukan hal ini, nilai lebih untuk Fajar.
"Fajar baik ya, nak" kata Rosa mengikuti Indira masuk dalam kamar dan Indira hanya bisa mengangguk "gimana sama Fajar?" Indira menatap Rosa dengan bingung "perasaan mbak masa mama?" goda Rosa membuat Indira hanya bisa tersenyum kecut.
Indira mengangkat bahu "belum tau, ma. Lagian Kak Fajar gak bilang apa-apa ke aku, ma" Indira tidak mungkin mengatakan jika mereka berpacaran versi Fajar.
"Dengan semua sikap Fajar ke kamu belum cukup? bahkan kalau mau keluar sama kamu selalu ijin kita, kalau gak ketemu kita pasti hubungi papa buat minta ijin" terang Rosa menatap Indira tidak percaya.
Indira menatap Rosa tidak percaya pasalnya Rosa kerap melebih-lebihkan pada segala hal "masa, ma?" dijawab Rosa dengan mengangguk "ma, Kak Fajar mau wisuda minggu depan aku diminta datang" ucap Indira ketika mengingat permintaan Fajar tadi.
"Ketemu orang tua Fajar dong" goda Rosa membuat Indira menatap malas.
"Apaan sih" ucap Indira sedikit kesal "enaknya pakai baju apa ya, ma?."
"Pakai yang sopan dan biasa kamu pakai" jawab Rosa "udah sana tidur besok masih ke kampus?" Indira mengangguk “sudah siap bertemu dengan orang tua Fajar?” Indira terdiam “tidak semua orang tua seperti Dimas jadi tidak perlu khawatir, mama yakin Fajar akan membela kamu penuh karena terlihat bagaimana dia menyayangimu berbeda dengan Dimas” Indira menatap Rosa dengan tanda tanya “usia tidak bisa membohongi kedewasaan seseorang bukan?” Indira mengangguk “mama tahu kamu masih ragu karena Fajar sendiri juga tiba-tiba tapi ikuti kata hatimu dan jika seorang pria sudah berani melangkah masuk ke ranah keluarga berarti benar-benar serius”
“Dimas juga melakukan hal itu” sela Indira.
Rosa tersenyum “ketemu orang tua Dimas karena kalian mengerjakan tugas begitu juga sebaliknya walaupun Dimas suka kencan di rumah sih tapi jelas beda” Indira mengangkat alisnya petanda bingung “Dimas dan Fajar berbeda” ucap Rosa pasrah “kamu harus merelakan melepas Dimas”
“Udah rela kali, ma” jawab Indira sedikit kesal “tapi Fajar ini suka seenaknya kadang merasa gak nyaman”
Rosa tersenyum “papa kamu dulu juga sama menyebalkannya” Rosa menatap Indira tajam “pria dengan semua egonya jadi kita yang harus memahaminya” Indira mencibir namun Rosa tertawa “kamu gak suka sama Fajar? Masih keinget Dimas?” aku menggelengkan kepala “berarti”
“Bingung” jawabku langsung “biar aku yang menyelesaikan semuanya mama gak perlu khawatir”
Rosa mengangguk “mama percaya kamu bisa melakukannya” Rosa memeluk Indira erat “jaga kesehatan dan jangan terlalu lelah” Indira mengangguk pelan “putri bungsu mama sudah gede” menatap Indira setelah melepaskan pelukan “mama keluar sepertinya calon kamu sudah pulang, mama keluar dulu sebelum papa kamu teriak kencang dan menghancurkan rumah ini” Indira tersenyum melihat kelakuan Rosa yang seakan tidak ingat usia.
Rosa keluar dari kamar Indira dengan segera Indira beranjak untuk segera membersihkan diri karena tadi di kampus mengalami kegiatan yang melelahkan, berharap semua aman saat ini. Setelah selesai semua aku membuka ponsel untuk melihat pesan-pesan dari beberapa teman SMA yang masuk dan segera segera membalasnya. Apabila pesan sudah selesai Indira akan beralih pada permainan yang ada di televisi sampai rasanya tidak ingat waktu sambil memakan camilan yang selalu menjadi kebiasaan Indira.
Indira
sudah sampai rumah,kak?.
Cukup lama Fajar membalas pesan Indira karena memang ponselnya tadi sempat mati, salah satu sahabatnya Mutia menghubungi seperti biasa dan saling cerita banyak hal. Mutia sahabat dari jaman putih abu-abu mereka bertemu di lembaga kursus sampai saat ini masih berhubungan baik bahkan bersahabat juga dengan Gina dan Yuli.
Senior Fajar
Maaf baru balas tadi abis kasih lihat ibu baju yang dibeli dan kata ibu bagus , dihubungi gak bisa lagi apa?.
Indira
Curhay sama sahabat aku Mutia, boleh tanya-tanya tentang teman kakak tadi?.
Senior Fajar
Ine? Kita gak ada hubungan apa-apa lagian tadi sudah dengar kalau dari dulu sama Teguh .
Sebenarnya Indira ingin tanya mengenai masa lalu yang tadi sempat Ine bicarakan tapi bingung mulai dari mana dan pernyataan Fajar awal kali mengajak pacaran masih belum terpecahkan, hal ini yang membuat Indira tidak yakin dengan Fajar bahkan apa yang di jalani saat ini seperti abu-abu untuk Indira. Rasa Indira pada Fajar lebih pada junior pada senior tapi berjalannya waktu Indira merasa semuanya berubah termasuk perasaan pada Fajar.
Senior Fajar
Mengenai perkataan Ine suatu saat aku akan menceritakan tapi tidak saat ini karena aku membutuhkan waktu dan semoga kamu bisa sabar, yakinlah satu hal apa yang aku perbuat selama ini adalah aku memang menyayangimu tapi kedepannya aku berharap bisa mencintaimu.
Satu pesan yang Fajar kirim membuat Indira tidak tahu harus membalas apa karena Indira sendiri tidak tahu bagaimana perasaannya pada Fajar. Indira baru menyadari jika Fajar sama seperti dirinya belum mempunyai perasaan lebih, lantas apa Indira bisa berharap tentang hubungan ke depan dan bagaimana Fajar nantinya. Jauh dalam hati kecilnya Indira takut jika Fajar tidak jauh berbeda dengan Dimas terutama keluarganya ketika mengetahui penyakit yang Indira derita dan menjadi boomerang bagi hubungan ke depannya.
Senior Fajar
Besok sampai rumah jam 7 jadi siap-siap. Selamat istirahat ❤
Fajar memang penuh teka teki tapi apa Indira harus bertahan bersama dirinya atau kembali dengan Dimas yang pasti jelas tidak mungkin atau membuka lembaran baru dengan pria lain di luar mereka berdua atau fokus dengan kuliah saja. Awal masuk kuliah membuatnya pusing belum juga masalah dengan Shinta dan Lia yang sampai sekarang tidak terselesaikan. Indira sendiri merasa ini bukanlah bidangnya karena sampai masa ajaran selesai Indira belum memahami fakultas ini. Bagi Indira fakultas ini bukan dirinya tapi kecerdasan yang Indira miliki sedikit membantu walaupun tidak terlalu banyak. Indira takut jika hubungan ini terbuka maka tidak menutup kemungkinan Indira akan menjadi bahan pembicaraan seluruh fakultas di mana bagaimana bisa Fajar memilih gadis seperti aku yang tidak memiliki kelebihan apapun di banding gadis lainnya.