Hari menjelang pagi. Suasana di sebuah sel terlihat begitu sunyi. Semua segera keluar menunggu giliran untuk berolahraga pagi. Sementara Fina, dia masih tertidur. Dengan kedua kaki menjepit tangannya. Rasa dingin masih terasa menusuk ke sumsung tulangnya. Wajah cantik itu kini terlihat sangat pucat. Tubuhnya gemetar, tanpa selimut. Bahkan dia berbaring di lantai tanpa alas.
“Hey… Bangun! Bangun!.” Salah satu polisi wanita membawa tongkat kecil memukul kakinya. Mencoba untuk membangunkan Fina.
“Iya…” ucapnya lirih tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Seolah dia tidak bisa bangkit dari tidurnya. Fina mencoba untuk menguatkan dirinya. Bibirnya masih gemetar. Mencoba untuk bangun dari tidurnya. Dengan kedua mata masih menyipit seolah tak mau terbuka lebar.
“Cepetan bangun!” panggilnya kasar.
“Iya, aku akan bangun.” Fina, menghela nafasnya dan beranjak bangkit dari duduknya.
“Sekarang pergilah olahraga, lalu kembali lagi setelah mendengarkan peluit.” Pinta polisi itu.
“Baik.” Dengan terpaksa Fina, berjalan dengan langkah ringan keluar dari sel. Dan segera menuju ke lapangan tepat di belakang penjara yang Fina tempati. Semua mata tertuju padanya, dari tatapan tidak tahu sampai tatapan tidak suka dia terima. Fina tidak pedulikan itu semuanya. Dia, segera berbaris di samping seseorang yang tak dikenal. Saat senam pagi dimulai, Fina yang mencoba untuk serius. Dia tiba-tiba terjatuh, wanita di sampingnya sengaja ,menyenggolkan bahunya ke bahu Fina sangat keras hingga terjatuh ke lantai.
Fina menatap ke arah wanita itu. Wajahnya sama sekali tidak merasa bersalah. Fina mencoba untuk tetap sabar dan tidak menghiraukannya. Dia segera bangkit lagi. Dan memulai senam. Sementara wanita di belakangnya sengaja menendangkan kakinya di punggung Fina, hingga menabrak wanita depannya.
“Apa yang kamu lakukan?” Tanya wanita itu menatap tajam kearah Fina. Dia sosok wanita yang sudah lama berada dalam penjara itu. Wajahnya terlihat begitu menakutkan. Tangan sedikit kekar itu menarik kerah baju Fina.
“Maaf! Aku tidak sengaja?” ucap Fina mencoba merendahkan ucapannya.
“Iya.. Tidak sengaja, tapi.. Jika seperti ini gimana?”
Plakkk…
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Fina. Semua mata tertuju padanya. Sementara Fina hanya diam memegang pipinya yang terasa sangat sakit.
“Jangan mencoba menentangku atau berani melawanku disini.” Ucap wanita dengan badan besar dan sedikit berotot. Mencengkeram kerahnya, menariknya ke atas. Cengkeraman itu sangat kuat hampir mencekik lehernya.
“Sudah.. Hentikan, apa yang kalian lakukan?”
teriak salah satu polisi wanita. Berjalan menghampiri Fina.
"Kamu, ikut aku. Ada yang menjemputku sekarang." ucap polisi itu pada Fina.
"siapa? Aku?" tanya Cuma memastikan.
"Iya… Kamu, sekarang cepat bersiap keluar." pinta jutek polisi wanita itu.
"Dan, untuk semuanya. Lanjutkan kegiatan kalian."
Fina segera melangkahkan kakinya pergi. Tanpa menoleh kemana-mana. Dia berjalan lurus ke depan. Dalam hati dia merasa bangga. Tetapi, tidak dengan pikirannya. Dia memikirkan tentang masa depan dirinya yang membuatnya sangat hancur nantinya. Seolah ini adalah awal dari semua pemberitaannya.
"Apa dia keluar sekarang? Enak sekali!" ucap salah satu wanita yang wanita yang berbaris di samping Fina.
"Iya.. Padahal baru satu hari dalam penjara. Dia hari ini tidak genap, tetapi kenapa dia cepat sekali keluar!" timpal yang lainya.
"Mungkin dia merayu laki-laki tampan kemarin. Atau mungkin dia menuai tubuhnya untuk menebus kesalahannya." saut lainya.
"Apa kasusnya?" tanya pemimpin mereka yang ditabrak Fina tadi.
"Dia menabrak seorang wanita masih muda. Dan, sekarang dia begitu mudahnya bebas." jawab teman lainya.
"Dia masih muda sudah bertindak jahat. Mungkin memang dia sekarang menjual tubuhnya menebus kesalahan itu."
mendengar desas desus semua yang membicarakan dirinya. Fina mencoba acuh tak acuh. Terus berjalan masuk ke dalam.
-*-*-*-
Fina bersiap keluar. Seorang laki-laki tampan sudah menjemputnya. Dengan penuh keraguan. Dia berjalan menghampiri laki-laki itu.
"Siapa nama kamu?" tanya Bagas. laki-laki yang menjemputnya. Dia adalah laki-laki yang akan menikahinya nanti.
"A-Aku... Fina.. Dan masih berumur 19 tahun."
"Masih berumur 19 tahun. Dan kamu mengemudi dengan keadaan mabuk?" tanya Bagas kesal. Melihat wajahnya saja dia sangat jijik. Bayangannya hanya kematian calon istrinya. Yang sangat sadis akibat ulahnya.
"Kamu tidak tahu Semua masalahnya."
"Masalah kamu hanyalah membunuh seseorang." bentak Bagas. Fina mengerutkan kedua bahunya saat mendengar kerasnya suara Bagas yang terngiang di telinganya.
"Sekarang, ikut aku." Bagas meraih tangan Fina. Menarik tangannya Segera keluar dari kantor polisi menuju ke mobilnya.
Bagas mendorong tubuh Fina hingga terbentur di body mobil miliknya. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Fina was-was. Laki-laki di depannya menatap tajam Fina. mencengkram rahangnya. Hingga membuat lehernya terasa tertekan dan susah sekali bernapas lega.
"Sampai di rumah. Kamu harus menurut semua kataku. Jangan membantahnya! Dan, kamu harus siap menebus semua yang telah kamu lakukan."
"i-Iya... Aku siap... Tolong lepaskan!" ucap Fina memegang tangan Kekar Bagas.
"Panggil saja aku Bagas. Jika kamu mencariku, maka kamu tidak akan bis menemukanmu. setelah pernikahan selesai. Hidup kamu kan menderita. Dan, kamu harus siap itu." Bagas melepaskan tangannya. Membuat Fina yang tercekik.
"Uhuk... Uhuk.."
Bagas mengabaikan Fina, dia mendorong tubuh Fina menjauh. Laku membuka pintu mobilnya. Bagas kembali menarik tangan Fina kasar, masuk ke dalam mobilnya.
"Diamlah disitu!" pekik Bagas. Menutup pintu mobilnya. Dia berlari kecil di depan mobilnya. Lalu masuk ke dalam duduk di samping Fina.
"Jika kamu menikah, apa kamu sudah siap melayaniku?"
Fina yang semula terdiam, dia mengangkat kepalanya menatap Bagas.
Apa aku siap melayaninya? Sama saja aku menjual tubuhku hanya untuk menebus semua kesalahan yang aku lakukan? Apa yang di katakan orang dalam penjara tadi benar, jika aku memang menjual tubuhku.
Bagas melirik tajam ke arah Fina. "Kenapa kamu diam?" tanya Bagas sedikit membentak.
"Aku... Aku..." Fina merasa sangat berat untuk mengucapkan kata 'Iya'.
"Cepat katakan?" bentak Bagas. Dia menarik tangan Fina mendekat ke arahnya.
"Iya.. Aku siap!" ucap Fina gugup.
"Siap apa?"
"Siap melayani anda tuan!" Fina tertunduk malu. Menundukkan wajahnya. Mencoba untuk tetap tenang.
"kalau begitu buktikan sekarang, buka baju mu!" pinta Bagas.
"Apa?" Fina kembali mengangkat kepalanya. Dia terkejut mendengar apa yang dikatakan laki-laki.
"Ini di kantor polisi." ucap Fina.
"Kenapa, kaca ini tidak tembus pandang. Jadi tenang saja." ucap Bagas. "Cepat lakukan!" bentaknya. Membuat Fina bergidik takut.
Kedua tangannya yang masih gemetar. Dia memegang kancing bajunya. Dengan ragu, perlahan melepaskan kancingnya. Hingga terbuka meninggalkan baju dalamnya.
Bukanya tertarik, Bagas menarik sudut bibirnya tipis. Melihat wanita di sampingnya. "Ternyata kamu memang wanita murahàn. Baiklah! Tidak masalah! Aku akan membuat kamu menyesal nantinya." ucap Bagas. Dia menarik kemeja yang sudah terlepas dalam genggaman tangan Fina. Membuangnya ke belakang.
"tetaplah seperti itu!" pinta Bagas. Dia segera menjalankan mobilnya. Tanpa melirik sama sekali ke arah Fina. Sementara Fina memeluk tubuhnya sendiri. Dinginnya ac menembus tubuh mungilnya tanpa balutan benang.
"Mungkin kamu sudah melakukan hal bodoh dengan pacar kamu saat pacaran, atau tubuh kamu sudah dengan mudah disentuh olehnya."
Mendengar perkataan Bagas. Fina tidak tahan lagi. Telinganya terasa panas. Kepalanya seketika mendidih di buatnya.
"Jaga mulutmu! Aku tidak pernah menyerahkan tubuhku pada laki-laki yang bukan suamiku." ucap tegas Fina.
Bagas tersenyum simpul. Bukan senyum manis terlihat di wajahnya. Tetapi senyum kebencian yang terlihat. "Aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang kamu katakan!" tegas Bagas. Tanpa pedulikan Fina lagi. Dia kembali fokus mengemudi mobilnya. Sementara Fina merasa sangat malu. Dia mencoba meraih kemejanya di jok belakang mobilnya. Hingga Dia berhasil mengambilnya. Tanpa Bagas sadari, Fina dengan cepat memakainya kembali.