Penyesalan

1303 Words
Saat Bagas sudah pergi dari hadapan Fina. wanita itu masih terdiam, memikirkan apa yang telah dia lakukan. Sementara Kino. Dia terus saja berteriak memanggil namanya. seolah tidak peduli dengan sekitarnya. Tetapi, Fina sama sekali tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Kino. "Fina…" panggil Kino. "Fina.. Apa kamu mendengarku?" tanya Kino mengeraskan suaranya. Merasa sangat geram dengan teriakan Kino. Fina mulai mengangkat kepalanya menatap tajam ke arah Kino. Dia mulai membuka mulutnya yang sedari tadi sangat susah untuk berbicara sepatah katapun. "Lebih baik, kamu segeralah pergi dari sini. Lagian kamu tidak salah. Biarkan aku yang menanggung semuanya." Dia yang semula duduk dengan kepala tertunduk, kedua kaki di tengkuk. Dan tangan memeluk kedua kakinya. Dia masih merasa menyesal dengan apa yang terjadi. Bayangan wajah wanita yang dia tabrak tadi membuatnya merasa terus bersalah. Dia seolah hidup dalam bayangan penyesalan. Kini dirinya terpukul, satu kata baginya. Hancur.. iya.. Hidupnya terasa sangat hancur. Orang tuanya yang sibuk dengan pekerjaannya. Dan, dirinya yang terabaikan. Kini ada masalah tidak ada yang mau datang mencoba membelanya. Dan, satu-satunya jalan kali ini dia harus menerima apa yang dikatakan laki-laki tadi. Dia ini jalan hidupnya. Untuk menebus semuanya. Maka dia harus rela menggantikan rasa sakit hati yang laki-laki tadi rasakan saat kehilangan orang yang paling dia sayang. Dan, dirinya juga harus meninggalkan orang yang dia sayangi. Untuk memulai hidup baru dengan orang yang sama sekali tidak dia kenal sebelumnya. Sebuah keputusan yang amat sangat berat baginya. "Fina. Percayalah. Jika orang tua kamu pasti datang. Dia akan menebus semuanya." "Tidak, aku tidak mau uang sebagai jaminan aku. Aku telah menghilangkan nyawa seseorang. Jadi, apapun resikonya. Aku akan tetap menikahinya." Fina Mencoba untuk tersenyum meski dia merasa sangat sakit. "Fina…" Kini mencoba untuk menyakinkan kekasihnya. Dia tidak mau kehilangan orang yang dia sayangi. Apalagi kekasihnya menikah dengan laki-laki lain. Hatinya bahkan terasa hancur jika itu keputusan yang dia ambil. "Kino, maaf! Mungkin memang ini yang terbaik. Kita berpisah lebih dulu. Jika kelak kita masih dipertemukan lagi. Bahkan masih disatukan oleh takdir. Maka aku akan kembali padamu. Jika kita tidak berjodoh, maka relakan aku." ucap Vina penuh penyesalan. "Apa kamu yakin dengan apa yang kamu katakan?" tajam Kino. Dia sangat kecewa dengan keputusan Fina. "Kita sudah pacaran 5 tahun. Sementara kamu sama sekali tidak perduli dengan perasaanku." "Kino, memang kamu adalah orang yang aku suka. Tapi hubungan kita selama ini bukanlah pacaran. Aku dekat dengan kamu dan Gio. Tapi, kita hanya sebatas sahabat. Jadi tolong, lupakan aku sekarang." Kino melebarkan matanya. Dia mencoba untuk berdiri. Kedua tangannya Mencoba menggapai tangan Fina yang berada di sel depannya. "Tidak! Fina.. Aku tidak akan membiarkan kamu bersama dengannya. Aku tidak akan tinggal diam… Fina.. Aku mohon! Pikirkan lagi baik-baik. pikirkan diri kamu, sahabat kamu, orang tua kamu, dan aku. Pikirkan perasaan mereka. Gimana jika kamu terjadi apa-apa nanti saat bersama dengannya." teriak Kino, suara kerasnya membuat gaduh lapas itu. Semua yang berada di dalam sel dekat dengannya menatap ke arahnya. Dengan tatapan tidak suka. Apalagi sekarang masih tengah malam jarum jam menunjukan pukul 1 malam. Semua yang semula sudah tertidur terganggu dengan terkena Kino. Hingga terbangun dari tidurnya. Praang… "Hai.. Diamlah! Jika kamu terus banyak bicara. Lebih baik keluar saja. Kamu juga tidak butuh tawanan seperti kamu. Lagian kamu hanya sebagai saksi. Sekarang anda boleh pergi. Orang tua anda sudah menjemput." ucap kesal salah satu polisi yang memukul keras besi sel itu. "Aku akan tetap disini." "Aku bilang keluar! Apa perlu seluruh penghuni lapas menyeret kamu keluar." pekik sang polisi yang terlihat penuh emosi. Dia membuka sel Kino. Dan membiarkan laki-laki itu segera keluar. Kini berjalan perlahan keluar dari sel tawarannya. Kedua mata masih terus memandang Fina yang duduk bersandar di dinding. Dengan wajah tertunduk. Seolah dia tidak peduli lagi dengannya. Tetapi, Kino sama sekali tidak mau pisah dengan Fina. Kini berlari mencoba mendekati Fina. Meski terhalang besi yang menjulang tinggi. Dia memasukan tangannya mencoba meraih Fina. "Fina.. Ayo kita keluar sekarang. Kita keluar bersama. Orang tuaku pasti akan menebusmu juga. Aku mohon padamu, kita harus keluar bersama." Kini terus memohon. Sementara Fina hanya diam, menutupi kedua telinganya. Mencoba untuk tidak mendengarkan perkataannya. Fina menggelengkan kepalanya pelan. Dengan kepala tertunduk, tanpa terasa dia menyembunyikan air mata yang kini ternyata sudah membasahi pipinya. Rambut panjangnya sudah mengarah ke depan. Menutupi wajahnya. "Fina.. Aku mohon padamu. Sekarang lebih baik kita pergi. Aku mohon." "Apa yang kamu lakukan?" Kedua polisi memegang lengan tangan Kino. Mencengkram, hingga menariknya segera keluar sebelum membuat kekacauan lebih parah di dalam sel. "Fina.. Tunggu aku! Aku akan bebaskan kamu." teriak Kino. "Gina… Jangan panik.. Kamu jangan takut. Aku akan mencari cara agar jamu bisa keluar. Kini tidak berhenti berteriak. Tubuhnya menoleh ke arah Fina. Meski Fina tidak mau menatapnya. *-*-*-- Sementara di rumah besar bernuansa putih. Dengan berbagai barang klasik dan begitu unik terpampang jelas di ruang tamu. Seorang laki-laki yang baru saja pulang. Dia berjalan masuk ke dalam rumah miliknya. Dengan tatapan kosong. Dan, kedua mata masih bengkak. Semua orang tahu jika Nafas Antara kini sedang meratapi kekasihnya. Dia masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri. Kali ini, tubuh kekasihnya masih dalam otopsi. Dia yang lelah dan tak sanggup lagi untuk melihatnya memutuskan untuk pulang. Mencoba menenangkan dirinya. "Arrggg.. Pikiranku benar-benar sangat kacau." teriak Bagas. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang keluarga. Tangan kanan sedikit melonggarkan dasi miliknya. Lalu, melipat lengan panjang kemejanya. Bergantian, setelah selesai. Dia menyandarkan punggungnya di sofa. Dengan kepala mengantar di atasnya. Pandangan mata menatap ke atap langit. "Wanita itu, aku tidak akan tinggal diam. Ingatlah! Aku akan membalas apa yang pernah kamu lakukan calon istriku." "Aku juga tidak akan pernah membiarkan hidup kamu tenang dan bahagia. Kamu akan hidup dalam belenggu benci yang kamu timbulkan sendiri." "Bahas… Bagas… Gimana dengan Calon istri kamu. Apa dia baik-baik saja. Dia tidak meninggalkan." suara cempreng seorang wanita paruh baya yang berlari ke arahnya. Suara kerasnya mengejutkan Bagas yang masih melamun sedari tadi. Bagas mencoba Mengangkat tubuhnya untuk duduk tegap. Wajah menyedihkan itu menatap ke arah mamanya. "Ma… Indah sudah tidak ada, dia meninggal di tempat." ucap bahas meski bibirnya terasa sangat berat mengeluarkan perkataannya. Mama Bagas seketika melebarkan matanya..Dengan bibir sedikit menganga tak percaya. Tubuhnya seketika lemas, dia beranjak duduk memegang dadànya yang terasa sangat sesak. "Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia harus meninggal dengan keadaan seperti ini." "Apa kamu sudah menangkap pelaku yang menabrak Indah?" tanya Mamanya antusias. Indah adalah calon menantunya. Dia wanita cantik, pintar, berbagai hal dia kuasai. Bahkan mamanya sangat suka belanja dengannya. Karena selera dia sangat bagus. Dia pintar memilih desain yang bagus. Dia bisa masak, baik, ramah, dan juga pastinya selalu merawat anaknya dengan baik. Selama ini Indah yang selalu ada buat Bagas. Selalu memberikan semangat, dalam.segala hal. Sebuah pekerjaan atau hal yang membuat dirinya juga merasa sangat kesal. Masalah pribadi yang di perdebatkan. "Tenang saja, aku tidak akan tinggal diam, Ma. Aku punya rencana yang akan membuat dia jatuh sejatuh jatuhnya. Sekarang aku akan cari tahu siapa dia. Setelah itu, aku akan membuatnya menderita." "Maksud kamu apa? Kamu tidak akan menikahinya, kan? Mama tidak mau, Kamu menikah dengan wanita pembunuh seperti dia. Lebih baik dari wanita lain." "Tidak, ma. Aku akan membalas kematian Indah. Dengan cara menjatuhkan harga dirinya. Membuat hidupnya menderita seperti di neraka dunia." ucap Bagas. menatap kedepan. Pandangan matanya menyorot tajam. Dia hanya menunjukan wajah yang begitu penuh dengan kebencian. Aroma kebencian itu mulai tercium di hidung mamanya. Terbesit dalam pikirannya jika dia akan membantu anaknya. Untuk meluruskan apa yang akan direncanakan olehnya. "Baiklah, sekarang aku akan membantu. Jika kamu butuh bantuan, dia tidak hanya di penjara saja. Tetapi dia juga harus menderita. Membunuhnya secara perlahan." ucap mamanya penuh dengan kebencian. Semua keluarga sangat setuju dengan pernikahan Bagas dengan Indah kekasihnya. Dia wanita yang sangat berjasa bagi keluarga Bagas. Bahkan dirinya mampu membuat semua keluar hanya sangat menyayanginya. Lebih dari anaknya sendiri."
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD