Gisel menghela napasnya.
"Apa Bapak selalu membiarkan orang asing membuka barang pribadi anda?" tanya Gisel.
Kepala Yuza menggeleng.
"Tentu saja tidak, hanya sama kamu karena saat ini saya sedang nyetir," jawab Yuza ambigu. Pasalnya, bisa saja dia menepi dulu atau nanti setelah sampai baru dia berikan uang Gisel, kenapa harus gadis itu yang mengambil sendiri didompetnya.
Gisel terdiam sambil memeluk tas Yuza tanpa dia sadari.
"Saya iri sama tas itu," gumam Yuza yang masih terdengar oleh Gisel.
"Kenapa?"
"Tas itu kamu peluk, pemiliknya tidak?" canda Yuza.
Gisel menatap Yuza dan tas yang ada di pangkuannya bergantian, dan dia baru menyadari apa yang dia lakukan, memeluk tas sang dosen.
Yuza berhasil menggoda Gisel dan membuat wajah gadis itu merona.
***
Gisel terpesona saat melihat Yuza membuka jas dan menggulung tangan panjang kemejanya hingga lengan, pria itu juga melepas dasinya dan membuka satu kancing atas kemejanya.
Yuza bukan hanya pintar mengajar, dia juga bisa menjadi montir dadakan. Sebagai pria harus bisa segalanya termasuk menjadi montir.
Otot lengan Yuza tercetak jelas di balik kemejanya, yang selama ini tertutup oleh jas.
"Done!" ucap Yuza dengan napas sedikit terengah karena dia mengerjakan semuanya sendiri, Gisel hanya menonton saja.
Yuza menyeka keringat di keningnya dengan lengannya.
"Jangan lupa ban ini kamu bawa kebengkel nanti biar kamu ada ban cadangan lagi," lanjut Yuza.
Gisel mengangguk.
Karena tangan Yuza kotor, Gisel membawakan semua barang-barang Yuza seperti buku, tas dan jas kerja pria itu sampai ke unitnya.
Sampai di depan pintu keduanya terdiam.
"Kuncinya ada di dompet," ucap Yuza sambil menunjukan tangannya yang kotor.
Mau tidak mau Gisel membuka tas Yuza dan mengambil dompetnya kemudian mencari kartu yang berfungsi sebagai kunci untuk membuka pintu unitnya.
Gisel menemukannya dan langsung membuka pintu itu. Dia juga ikut ke dalam karena gadis itu harus menaruh semua barang Yuza.
Ini pertama kali Gisel masuk. Tipe yang sama dengan unit milik Gisel hanya saja perabotan di dalam yang berbeda, seperti tempat tinggal pria pada umumnya lebih simpel dan tidak banyak perabotan. Dapur pun tidak banyak alat masak. Aroma maskulin lebih mendominasi, parfum yang Yuza pakai sangat khas di indra penciuman Gisel.
"Taruh saja di sana, dan anggap saja rumah sendiri." Yuza menunjuk kemana Gisel harus meletakan semua barang miliknya kemudian dia mencuci tangannya di washtafel yang ada di dapurnya.
Di ruang tamu hanya ada satu sofa lipat yang bisa juga di jadikan kasur jika lipatannya di buka. Televisi flat dan alat game PS 5. Alat pemutar film dan sound sistem yang lengkap. Sudah seperti di bioskop.
Setelah mencuci tangan Yuza memberikan minuman untuk Gisel, segelas jus jeruk instant. Karena hanya itu yang ada di kulkasnya.
"Maaf yah hanya ini yang ada di kulkas, kebetulan saya belum belanja bulanan untuk isi kulkas," ucap Yuza saat memberikan segelas jus jeruk itu pada Gisel.
"Pak Yuza suka maen game?" tanya Gisel karena dia melihat alat itu ada di dekat televisi.
"Iya, saya sama Kevin kalau ada waktu suka maen game itu," jawab Yuza sambil menyeruput minumannya.
"Kevin?"
"Sahabat saya, dia tidak tinggal di sini hanya sesekali main dan menginap setiap weekend, tapi akhir-akhir ini kami jarang main game karena tiap weekend saya pulang ke rumah orang tua," jawab Yuza.
Gisel menatap Yuza lekat, benarkah yang pria itu ucapkan? Jadi selama ini suara itu bukan Yuza melainkan Kevin jika ucapannya benar.
Yuza dan Gisel sama-sama menoleh saat pintu apartement terbuka.
"Mama,"
Kedua alis Gisel menyernyit saat mendengar Yuza memanggil seorang wanita cantik yang masih terlihat muda masuk ke dalam. Wanita itu lebih pantas menjadi kakak dosennya dari pada mamanya.
"Oh ternyata ada tamu, maaf ya Mama datang tanpa memberitahu," ucap Zea.
Yuza mencium tangan Zea begitu juga dengan Gisel. Gadis itu tidak menyangka Yuza sesopan itu sama orangtua.
"Ma, ini mahasiswi aku namanya Gisel kebetulan tinggal di sebelah," ucap Yuza memperkenalkan Gisel pada sang mama.
"Mama kira pacar," celetuk Zea.
Zea duduk berdampingan dengan Gisel.
Seketika wajah Gisel merona.
"Mama sendirian?" sela Yuza mengalihkan pembicaraan.
"Tadi mama habis rapat dekat sini, sekalian saja mama pikir untuk mampir lihat putra mama sedang apa, untung mama mampir yah jadi bisa bertemu Gisel," terang Zea.
"Kamu baru pulang?" tanya Zea.
"Iya," jawab Yuza singkat.
"Terus kamu gak langsung mandi?" tanya Zea.
"Ada Gisel, gak mungkin aku tinggalin dia sendiri," kelit Yuza.
"Sekarang kamu mandi, biar Gisel mama yang temani," usir Zea.
Gisel mengulum senyumnya, dia tidak menyangka ternyata dosennya menurut apa kata mamanya dia langsung laksanakan.
***
Setelah mandi dan tampil lebih segar Yuza keluar kamar untuk menemui mama dan mahasiswinya. Tapi ternyata keduanya tidak ada di sana.
Yuza mengambil ponselnya mencoba menghubungi salah satu dari mereka tapi tidak satupun yang menjawab panggilannya.
"Mereka pada kemana?" gumam Yuza.
Karena tidak ada kegiatan akhirnya Yuza menyalahkan televisinya dan dia memutar film aksi kesukaannya.
Setengah jam kemudian pria itu kembali dikejutkan dengan kedatangan mamanya dan Gisel, dengan kantung belanjaan di kedua tangan mereka.
"Aku kira mama kemana," ucap Yuza.
"Kamu mandinya kelamaan, jadi mama berinisiatif mengajak Gisel belanja di supermarket bawah, lumayan lengkap yah di sana," tutur Zea.
Gisel langsung membawa kantung belanjaannya ke dapur dan merapihkan. Apa yang Gisel lakukan tidak luput dari pengamatan Zea. Baru kenal dengan gadis itu tapi rasanya dia sudah mengenalnya lama, seperti ada kemistri di antara dirinya dan juga mahasiswi dari putranya itu.
Bukan hanya belanja bersama, tapi Zea juga mengajak Gisel masak bersama untuk mereka makan malam. Wanita itu memang sengaja mengajak Gisel melakukan aktifitas bersama karena ingin mengenal gadis itu lebih dekat lagi. Dan Gisel juga senang melakukan hal itu bersama Zea. Entah mengapa sejak bertemu dengannya Gisel bisa langsung dekat.
Gisel menguncir rambutnya ke atas dan memperlihatkan leher jenjangnya, panas kompor membuat Gisel berkeringat dan kulit putih gadis itu terlihat lebih berkilau, membuat sesuatu dalam diri Yuza bergejolak seketika. Pria itu berhayal memeluknya dari belakang dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Gisel mencium aroma tubuh gadis itu yang kemudian berlanjut dengan meraih bibir ranum dan melakukan perang indra pengecap didalamnya. Dapur semakin panas dengan aksi keduanya.
"Ouch!" pekik Yuza saat Zea menyentil keningnya. Mengusap keningnya, lamunan Yuza lenyap seketika.
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh," sindir Zea seakan tahu apa yang sedang ada di benak putra sambungnya.
"Mama kok tau?"
"Mama juga pernah muda, Za!"