Gisel terkekeh melihat interaksi Zea dan Yuza, rasanya penuh dengan kehangatan.
Beginikah rasanya memiliki seorang ibu?
Jujur Gisel tidak tahu karena dia hanya tinggal dengan ayahnya sejak bayi, dan kalau di tanya kemana ibu kandungnya sang ayah hanya bilang sudah meninggal tanpa memberitahu di mana makam atau foto-foto ibunya, tidak ada sanak saudara. Gisel hanya hidup berdua dengan ayahnya. Sesekali teman-teman kerja atau karyawan ayahnya datang ke rumah tapi tidak satupun dari mereka yang memberikan kehangatan seperti yang Zea berikan padanya. Baru pertama bertemu, apakah itu wajar?
"Gisel, apa kamu melamun juga?" selidik Zea. Kalau benar dia sudah bersiap ingin menyentil kening Gisel juga sama seperti yang dia lakukan pada Yuza.
Kini Yuza yang terkekeh.
"Heum? A-aku tadi mebayangkan betapa bahagianya jika aku juga memiliki ibu seperti Tante," ungkap Gisel lirih.
Dari ruang tamu yang tidak jauh dari dapur Yuza mendengar apa yang mamanya dan Gisel bicarakan, sambil pura-pura menonton film.
"Jangan bicara seperti itu, nanti ibu kamu sedih jika mendengar," ujar Zea, sambil melanjutkan menyiapkan masakannya yang sudah matang kepiring.
"Dia tidak akan sedih," gumam Gisel pelan.
"Kenapa? Setiap orang tua akan sedih jika dibanding-bandingkan loh!"
"Aku hanya hidup berdua saja dengan papa. Kata papa, ibu kandungku sudah meninggal sejak aku kecil," gumam Gisel.
Seketika itu juga Zea menghentikan aktifitasnya dan menatap Gisel dengan penuh empati. Begitu juga dengan Yuza, dia langsung terpaku di tempatnya tanpa menoleh. Yuza pun ikut berempati. Dia tahu rasanya karena ibu kandungnya juga meninggal saat dia baru dilahirkan ke dunia ini, lima tahun dia tidak merasakan kasih sayang seorang ibu hingga Zea datang dan menjadi mama sambungnya, barulah Yuza mendapat kasih sayang seorang ibu yang sebenarnya. Jadi, apa yang Gisel rasakan Yuza juga mengalaminya.
Gisel tersentak saat Zea tiba-tiba memeluk dirinya.
"Mulai sekarang kamu bisa panggil aku dengan sebutan mama," bisik Zea.
Mata Gisel langsung berkaca-kaca mendengar ucapan Zea.
Mama sambung Yuza itu menangkup wajah Gisel dengan kedua tangannya dan mengusap lembut pipi Gisel dengan Ibu jarinya.
"Makan malamnya sudah jadi belum? Perutku sudah lapar nih," teriak Yuza dari tempat duduknya, sengaja agar tidak ada adegan tangis menangis karena suasana di sana sudah sangat mendung.
Zea mendengus kesal karena sang putra merusak suasana.
"Harap maklum, dia memang seperti itu sejak kecil," ungkit Zea.
"Ma," teriak Yuza memberi kode agar sang mama tidak membuka kartunya di depan mahasiswinya.
Gisel terkekeh sambil menyeka ujung matanya.
Zea dan Gisel bersama menyiapkan makan malam yang selesai mereka masak ke atas meja makan, mengetahui makanan malamnya sudah siap Yuza langsung beranjak dan menghampiri ke dapur.
***
"Selamat makan," ucap Zea dan Yuza si susuk oleh Gisel.
"Ini makanan kesukaan Yuza, mama sudah berikan resepnya pada Gisel. Kamu bisa kasih uang makan kamu sama dia biar dia masakin buat kamu. Mama rasa dia juga gak akan keberatan, bukan begitu, Sel?" ucap Zea
Gisel dan Yuza saling pandang penuh arti. Dan kemudian di jawab lewat anggukan kepala gadis itu.
Mereka bertiga makan malam bersama sambil berbincang.
Sayangnya akhir makan malam Zea harus langsung pulang karena putri kembarnya sudah mencari dirinya.
"Maaf ya, Gisel. Mama gak bisa bantuin kamu beresin, kedua adik Yuza barusan telpon," pamit Zea pada Gisel.
"Iya, Ma. Hati-hati di jalan," balas Gisel.
"Za, weekend ajak Gisel ke rumah yah," titah Zea pada sang putra.
Yuza dan Gisel kembali saling pandang.
"Sudah ya, mama pulang," ulang Zea berpamitan kemudian dia mengambil tasnya dan menyerahkan tangannya untuk Yuza dan Gisel salim seperti biasa.
Yuza mengantar mamanya sampai ke parkiran mobil dan Gisel membereskan bekas makan malam mereka.
Saat di parkiran Zea berpesan. "Za, jaga Gisel baik-baik yah, dia gadis yang baik loh! Mungkin dia bidadari surga kamu," cerocos Zea sebelum masuk kedalam mobil.
"Mama ini! Baru juga ketemu masa bisa bilang kalau dia bidadari surga aku?" sahut Yuza.
"Hati kecil mama berkata demikian, dan tidak pernah salah." Zea menunjuk ke dadanya sendiri.
Yuza tersenyum, memang benar selama ini apa yang maka rasakan tidak pernah salah.
***
Seperginya Zea, Yuza kembali ke unitnya.
"Gisel," panggil Yuza.
Gadis itu menoleh dengan tangan yang tidak berhenti mencuci piring terakhir.
"Makasih yah karena kamu sudah memasak dan merapihkan semuanya," ucap Yuza sembari menunjuk semua pekerjaan Gisel.
"Dan maaf tadi soal mama saya yang terlalu-"
"Gak apa, Pak. Saya senang berkenalan dengan mama Ze," potong Gisel.
Kepala Yuza mengangguk dan setelah itu keduanya kembali menjadi canggung satu sama lain.
"Hm! Makasih untuk bantuan Pak Yuza," ucap Gisel.
Kening Yuza menyernyit.
"Ban mobil saya," lanjut Gisel.
"Oh! It's okay," jawab Yuza.
"Setiap hari juga gak apa asal bisa terus sama kamu," bathin Yuza sayangnya Gisel tidak bisa mendengarnya.
"Kalau begitu saya pulang dulu," pamit Gisel.
Yuza mengangguk.
Gisel mengambil tasnya lalu keluar dari unit Yuza dan masuk ke unitnya yang hanya lima langkah. Keduanya saling lempar senyum kemudian Gisel masuk ke dalam unitnya dan menutup pintunya. Bersamaan dengan Yuza.
Di balik pintu masing-masing keduanya mengulum senyum, hati keduanya di penuhi oleh bunga-bunga, indah rasanya.
***
Malam ini Gisel tidak fokus menyelesaikan tugas kuliahnya, dia kepikiran terus dengan Zea dan Yuza.
"Pak Yuza kok gak mirip yah sama mama Ze? Dari fisik sama sifatnya. Mama Ze lebih Indonesia sedangkan pak Yuza seperti ada Jepang China Korea gitu, sifatnya juga jauh berbeda walaupun sama-sama baik sih. Ck! Kenapa tadi gak tanya, tapi kalau gue tanya juga gak etis banget sih baru ketemu juga masa udah tanya hal pribadi," monolog Gisel.
Gisel menopang dagu dengan kedua tangan di atas meja memandangi layar laptopnya tapi pikirannya tidak di sana.
"Pak Yuza juga punya dua adik, usia berapa yah mereka? Kalau di lihat mama Ze masih muda pasti kedua adiknya pak Yuza masih sekolah dan mereka berbeda usia berapa tahun?"
"Mama Ze minta pak Yuza ngajak gue kerumahnya pas weekend apa dia akan beneran ngajak gue yah?"
Gisel menutup wajahnya dengan kedua tangannya kemudian menggeleng cepat.
"Ish! Kenapa gue kepikiran mama Ze dan pak Yuza terus sih?!" Gisel mendengus kesal. Dia mengutuk dirinya sendiri kenapa bisa sampai terikat dengan dosen playboynya.
"Mama Ze juga pakai acara kasih resep makanan kesukaan pak Yuza terus suruh gue masak untuknya! Ck!" Gisel berdecak kesal tapi hatinya senang.
Gadis itu merasa aneh dengan dirinya sendiri.
Dia menutup laptopnya setelah mengirim tugas kuliahnya lewat email. Kemudian pergi tidur setelah dia membersihkan diri dan berganti pakaian tidur.
Baru saja dia hendak naik ke atas kasurnya tiba-tiba lampu padam dan menjadi gelap gulita.
"KYAAA," teriak Gisel.
Suara gadis itu sampai tembus ke kamar Yuza yang baru saja mau mengambil lampu daruratnya.
"Gisel," gumam Yuza dan dia langsung secepatnya keluar unit dan mengetuk pintu unit Gisel.