Gisel menghela napasnya kasar, dia kesal. Pasalnya nama yang tertera di sana adalah nama seseorang yang sosoknya beberapa hari ini mengganggunya terus.
Dosen Playboy memanggil ...
Untuk kedua kalinya nama itu menghubungi kembali karena panggilan pertama tidak terjawab setelah Gisel abaikan.
"Iya, Pak?" sapa Gisel langsung.
"Mata kuliah pak Ryan di undur yah?" tanya Yuza.
"Kok Pak Yuza tahu?" Gisel bertanya balik dengan polosnya.
Jelas saja Yuza tahu, dia seorang dosen jika ada rekan kerjanya yang tidak bisa mengajar tentu dia orang pertama yang tahu karena para dosen memiliki group di sebuah aplikasi pesan watna hijau itu.
"Gak penting saya tahu dari mana, sekarang kamu mau kemana sambil nunggu?"
"Teman-teman ngajak nonton, kenapa?"
"Saya boleh minta tolong? Nitip satu ukuran besar pizza tuna plus dua minuman sodanya," pinta Yuza.
"Tapi-"
"Nanti uangnya saya transfer ke kamu, kirim aja nomer rekening kamu."
"Iya," sahut Gisel pasrah. Dia tidak bisa menolak permintaan sang dosen, bukan karena Yuza akan transfer biaya pizzanya tapi dia merasa punya hutangbudi sama pria itu.
"Good! Thanks, oh iya nanti kamu anterin ke ruangan saya yah, bye."
Panggilan pun berakhir.
Sekali lagi Gisel menghela napasnya kasar karena kesal, sudah minta beliin pizza terus dia juga yang harus anterin ke ruangannya, yang benar saja?! Untung dosen kalau bukan entah apa yang akan Gisel lakukan.
***
"Loe masih lama kan di sini?" tanya Yuza pada Kevin.
Pria m***m itu memang sedang main ke Kampus seperti biasa untuk merayu sahabatnya agar diperbolehkan kembali memakai apartementnya.
"Iya, kenapa?" jawab Kevin.
"Gue mau ngajar sebentar, loe di sini aja yah kebetulan gue dah pesen pizza sama salah satu mahasiswi gue tar kalau dia datang ajak ngobrol aja, tapi jangan ganggu dia, dia milik gue!" tutur Yuza dengan ancaman kecil di akhiran kalimat.
"Sip! Selamat ngajar, Bro!" Kevin mengacungkan kedua ibu jarinya.
"Makasih," balas Yuza.
Kemudian Yuza pergi dari sana.
Tidak lama kepergian Yuza seorang mahasiswi datang mencarinya, Kevin menyampaikan kalau dosen yang orang itu cari sedang mengajar. Tapi tidak satupun dari mereka yang datang membawa pizza seperti yang Yuza ucapkan tadi.
"Gila si Yuza, mahasiswinya cantik-cantik!" gumam Kevin. Pasalnya, selama Yuza tidak ada sudah beberapa mahasiswi yang mencarinya, dan menurut Kevin semuanya cantik.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk," titah Kevin. Entah ini sudah mahasiswi beberapa yang mencari Yuza, tapi kali ini Kevin berniat mendapatkan salah satu dari mereka. Bukan Kevin namanya kalau tidak bisa menaklukan wanita. Asal jangan mahasiswi yang membawa pizza, bukan begitu tadi pesan Yuza?
Kevin menarik napas panjang dan menghempasnya pelan saat dia melihat seorang mahasiswi dengan pakaian seksi masuk ke dalam. Gadis muda itu mencari dosennya tapi yang dia temui adalah Kevin, pria m***m yang tidak bisa melihat lekuk tubuh wanita terlebih wanita itu memiliki bagian depan dan belakang yang semok.
***
Selesai nonton Gisel mampir untuk membeli pesanan Yuza, teman-temannya sampai bingung. Tapi saat ini Gisel masih bisa mengelak dengan alasan pizza itu untuk Ello padahal bukan.
Sesampainya di Kampus, Gisel pamit dengan alasan ingin menemui Ello dan memberikan pizza yang ada di tangannya untuk pria itu. Karena tidak mungkin Gisel jujur pada teman-temannya kalau pizza itu untuk Yuza 'kan.
"Kalian duluan aja, gue mau anter ini," ucap Gisel sambil menunjukan satu kotakk besar pizza beserta minumannya.
"Oke," sahut semuanya sambil melambaikan tangan.
Setelah teman-temannya masuk lift menuju kelas, Gisel menyusul naik lift di sebelahnya menuju lantai khusus dosen.
Sama seperti kebanyakan mahasiswa jika menemui dosen pasti takut campur grogi. Begitu juga dengan Gisel jantungnya berdegub dua kali lipat.
Sebelum dia mengetuk pintu ruangan Yuza, gadis itu mendengar suara dua orang didalam. Gisel bukan anak kecil yang tidak mengerti suara apa itu, tidak mungkin suara orang menyanyi karena suara itu sangat khas sekali desahan sesekali pekikan dua orang yang sedang bercinta.
Gadis cantik itu kesulitan menelan saliva-nya.
"Penjahat kelamin nih dosen, hyper kali yah? Gak di apartement gak di Kampus." Gisel mendengus dan memijat keningnya.
Gisel menghela napas panjang sambil geleng kepala kemudian dia pergi dari sana.
Satu box besar beserta minuman bersoda pesanan Yuza dia titipkan pada receptionis yang ada di depan dekat lift. Lalu dia pergi dari sana.
***
Yuza menunggu Gisel datang ke ruangannya tapi gadis itu tidak datang juga padahal setahu dia kalau mata kuliah pam Ryan sudah selesai setengah jam yang lalu, hari semakin sore dan akhirnya Yuza berniat mencari gadis itu di sekitar Kampus.
Pucuk di cinta ulam pun tiba, dosen tampan itu menemukan mahasiswi yang di carinya tidak jauh dari gedung Fakultasnya.
"Gisel," panggil Yuza.
"Gisel!" ulangnya dan lebih keras lagi memanggil.
Namun gadis yang dia panggil acuh dan mengabaikannya, Gisel terus berjalan keluar kampus. Yuza berlari kecil mengejar mahasiswinya itu.
Langkah kaki Gisel berhenti melangkah saat lengannya ditarik oleh Yuza.
"Kamu gak dengar dari tadi saya panggil?"
"Maaf, Pak. Saya lagi dengar lagu."
Yuza tersenyum getir saat Gisel melepas earphonenya, pantas saja gadis itu tidak mendengar panggilannya.
"Kamu mau kemana? Kan sudah saya bilang kalau kita pulang sama-sama biar aku bisa perbaiki ban mobil kamu," ucap Yuza.
"Gak usah, Pak. Saya nanti panggil montir aja," jawab Gisel.
Yuza menggeleng. "Saya sudah bilang kalau saya yang akan perbaiki ban mobil kamu," seru Yuza.
Tanpa ragu Yuza menuntun tangan Gisel, tapi gadis itu menepis tangan sang dosen sampai Yuza tersentak dan akhirnya keduanya berjalan beriringan dengan jarak yang cukup jauh.
Kening Yuza menyernyit atas sikap Gisel yang tidak mau dia sentuh bahkan menjaga jarak saat jalan bersamanya.
Di dalam mobil pun suasana menjadi hening dan canggung, Gisel kembali memilih membisu dari pada ngobrol dengan Yuza.
"Tadi kenapa kamu titip pizza dan minuman sama receptionis? Kenapa gak kamu antar sendiri ke ruangan saya?" tanya Yuza memecah keheningan di dalam mobil.
Gisel melirik tajam. Yang benar saja, dia harus masuk ke dalam ruang kerja dan menyaksikan sang dosen sedang bercinta gitu? Pikir Gisel.
"Tadi di ruangan Bapak sedang ada tamu kan?" sahut Gisel dengan bertanya balik.
"Oh iya tadi ada sahabat saya, tadi kami berdua-"
"Stop! Saya tidak mau dengar alasan apapun," potong Gisel cepat sambil menutup kedua telinganya dengan tangan.
"Ya sudah kalau begitu, oh iya berapa saya harus bayar pesanan saya? Kamu dari tadi gak kirim nomer rekening kamu," balas Yuza.
"Seratus lima puluh ribu," jawabnya singkat.
Sebenarnya Gisel tidak pernah perhitungan, tapi karena saldo di rekeningnya sudah menipis mau tidak mau dia harus meminta ganti uangnya yang sudah terpakai untuk beli pesanan dosennya. Uang segitu sangat berarti baginya, lumayan buat jajan kan!
"Bisa minta tolong ambil kan tas saya?" pinta Yuza.
Gisel mengambil tas Yuza dan menyerahkan tas itu pada pemiliknya tapi Yuza menolaknya dengan alasan dia sedang fokus menyetir.
"Didalamnya ada dompet saya, kamu ambil sendiri uangnya," titah Yuza.
Gisel tercengang dengan titah sang dosen, tas terlebih dompet adalah barang pribadi dan dia harus membuka dan mengambil uang dari sana? Yang benar saja!