Saat membuka mata, hal pertama yang kurasakan adalah pusing berlebihan. Aku merasa kepalaku seakan dihimpit batu besar, tak kuasa untuk kuangkat. Wahai, Tuhan, selama apa aku menangis semalam? Aku melihat, tangan Rafa masih melingkar di pinggangku. Ini pukul berapa? Kenapa ia belum bangun? Ketika aku menelengkan kepala, mataku beradu pandang dengan Rafa. Ia diam. Hanya memandangiku. Tiba-tiba, skenerio bagaimana Kamella menyentuh Rafaku terputar. Dadaku kembali sesak. Air mataku keluar lagi. Aku sakit. Yang kurasakan selanjutnya, Rafa memelukku erat. Terus membisikkan kata maaf. Aku tidak membencinya. Yang membuatku menangis hanya satu; apa yang harus kuperbaiki agar ia tidak terjerat dalam dosa itu lagi? Membiarkan seperti Mbak Angel? Aku takut. "Kamu enggak ngajar, Raf?" Aku berd