prolog
"GEA Samudera! Dulu lo pernah janji, kalau gue bisa lulus sesuai standar kampus, lo mau gue kawinin. Dan, nggak cuma nama gue yang berubah jadi Rafa Sebastian sarjana ekonomi, gue juga udah kerja sekarang. So, now?"
Beberapa langkah di depan lelaki bertubuh kurus itu, Gea Samudera—Gea—mengumpat sebanyak-banyaknya. Ini adalah tempat umum. Demi seluruh setan biadab yang hinggap di tubuh lelaki berumur 23 tahun itu, dirinya sangat malu. Semua mata pengunjung taman ini sedang menatap penuh minat.
Kalau tahu begini, dia tidak akan mengikuti ajakan Rafa untuk bertemu di sini—di taman dekat kompleks perumahannya. Tadi, saat Rafa sengaja menggoda perihal pernihakan, Gea langsung berdiri dan akan pulang. Namun, suara teriakan lelaki kere di belakangnya mengurungkan segala niat mulia Gea untuk meninggalkan lelaki itu.
"Lo bukan perempuan yang ingkar janji. Gue tau itu."
Memejamkan mata, Gea mengepalkan kedua tangan dan berbalik, menatap lelaki berkulit gelap yang sudah berdiri beberapa langkah di depannya. "Denger, pertama, gue nggak punya cita-cita buat nikah muda. Demi Tuhan, Raf, gue baru dua puluh dua tahun!" Ditariknya udara sebanyak mungkin, sebagai pasokan agar saat dia mengoceh nanti tidak akan kekurangan oksigen. Rambut keritingnya yang lebat mulai melambai tertiup angin. "Kedua, lo tahu hidup gue mahal. Gaji lo sekarang mungkin cuma cukup buat beli sepaket krim siang dan malam. Ketiga, gue nggak mau nikah sama cowok yang masih di bawah dua puluh lima.
"Jadi, mantan calon pacarku, Rafa Sebastian yang kulitnya se-eksotis pulau Lombok, lo balik ke kantor. Kerja yang bener. Nanti, kalau umurnya udah nambah, gue pertimbangin, deh." Perempuan berambut sebahu itu tersenyum tipis. Berbalik, dia melangkahkan kaki. Namun, baru beberapa langkah, dia kembali menoleh dan mendapati lelaki dengan rambut berantakan itu masih di tempat yang sama. "Ah, lagian gue heran, deh, Raf. Lo nggak coba deketin Ariel Tatum selama kuliah di sana?"
"Tangan gue nggak muat di dadanya. Kegedean."
Seharusnya Gea sudah memprediksi jawaban dari lelaki konyol dan tidak tahu malu ini. Sejak SMA hingga sekarang yang katanya sudah menjadi dosen, sepertinya tidak banyak mengubah lelaki kurus ini. Tuhan, bolehkah Gea membelikan s**u dengan kadar lemak yang banyak untuk Rafa? Sumpah mati Gea merasa kasihan.
"Lo janji, setelah umur gue dua puluh lima, lo mau nikah sama gue?"
Meletakkan telunjuk pada dagu, Gea bertingkah seolah sedang mempertimbangkan keputusan yang sangat serius. Tersenyum menggoda, dia lantas mengangguk tanpa beban. Pikirnya, dua tahun lagi semua pasti berubah. Rafa akan menemukan kekasih hati di tempatnya bekerja. Atau yang paling baiknya adalah, dirinya sudah lebih dulu menikah.
Tanpa ia ingat, bahwa ada dua malaikat yang selalu siap mencatat apapun yang ia pikirkan, lakukan, dan ucapkan. Bukankah menikah adalah tindakan mulia yang disukai oleh Tuhan dan merupakan penyempurna agama? Bukan tidak mungkin, kan, sekarang Tuhan sedang mempersiapkan sesuatu yang baik untuk niat mulia Rafa Sebastian?