Aksa

1544 Words
Kasus Bi Inem sepertinya memang bukan penyakit ilmiah atau dari ilmu kedokteran. Karena dari hasil cek semua kesehatannya yang sering ia lakukan tidak terdapat penyakit apapun alias sehat wal afiat. Si Bibi sampai putus asa karena penyakit yang ia derita sudah beberapa tahun belakangan ini makin menjadi. Dan itu sangat mengganggu aktivitasnya sebagai tukang sayur sekaligus ibu rumah tangga. Sedari tadi ia hanya menangis tersedu sedu dan sesekali tertawa kecil. Terus tingkah lakunya seperti itu silih berganti. Aku yang melihat kelakuan Bi Inem sebenarnya tak heran karena ada sosok kunti yang bersemayam dalam tubuh itu. Meski kunti itu tau aku bisa melihatnya tapi ia tak berani mendekatiku. Mungkin karena di sisiku ada sosok yang mendampingi sedari tadi. Entah sejak kapan aku bisa melihat sosok sosok aneh yang masuk ke dalam tubuh para warga ku. Perasaan kemarin biasa biasa saja. Tapi kali ini mata dan hati berkata lain dengan apa yang ku lihat di depan mataku. “Kenapa aku bisa melihat mereka?” “Kamu berbeda dengan orang lain tuan Putri.” Semakin lama memang sosok yang ada di dalam acara itu di lihatkan dengan sangat jelas. Mulai dari sosok Kuntilanak berpakaian putih dengan wajah yang hancur. Siluman ular yang selalu mendesis dan pintar menyerupai. Ada lagi sosok gendruwo yang sangat lihai memanfaatkan wanita. Belum lagi si pocong yang pura pura lugu tapi menyesatkan juga. Aku kira sosok ini semua hanya ada dalam film film horror yang selama ini ku saksikan. “Hihihihihi … hiks hiks hiks hiks…” Tanpa basa basi seorang pemuda langsung maju duduk persis di depan Bi Inem yang lagi kerasukan. Terlihat ia coba komunikasi dengan sosok yang ada di dalam tubuh si bibi. Dengan lantangnya dan rada angkuh ia coba mengancam sosok kunti tersebut. si Bibi makin menangis dan ketakutan. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku kunti tersebut. Drama yang epic menurutku buat penonton yang tidak tahu, sayang buat aku ini akal licik mereka. “Ampun ampun … aku mau pergi saja dari tubuh ini.” Jerit si kunti. “Kalau kamu tidak pergi maka tubuhmu akan saya buat hancur!” teriak sang pemuda tersebut. Sementara dari kejauhan ada sosok yang diam diam sedang mengawasi gerak gerik Riris. Sudah pasti ia tak menyadarinya kecuali sosok yang mendampingi Riris sudah mengetahui masa depan tuannya. Sosok itu adalah pemuda yang paling tampan di antara yang lainnya. Wajahnya lebih mirip Lupus yang di perankan Ryan Hidayat atau kalau zaman sekarang si Rey di cerita Nasib Sang PK. Entah apa yang dilihat pemuda itu dari seorang Riris. Bi Inem sedari tadi kesakitan, ia terus menjerit kesakitan sambil memegangi lehernya. Sang praktisi yang sudah ada di hadapannya terus membacakan rapalan doa doa yang tak mampu ku dengar karena ributnya orang orang di acara itu. Hanya beberapa ayat yang ku dengar tapi bacaannya ngawur, sambungan ayatnya tidak utuh satu surah melainkan di gabung beberapa ayat dari surah yang lain. Tanpa menyentuh sedikitpun bi Inem akhirnya tidak sadarkan diri. Ia terbaring lemah di tengah kerumunan acara tersebut. Aku jadi merasa iba melihat kejadian tersebut. Mengapa harus mereka yang jadi korban? Mengapa harus orang baik yang selalu di jahati? Apa yang mereka lakukan sehingga membuat orang lain tega berbuat jahat pada Bi Inem atau Pak Adul atau juga warga yang lainnya? Pertanyaan pertanyaan ini berkecamuk dalam diriku saat lihat si Bibi tak sadarkan diri. “Ini sudah jalan hidup mereka tuan putri dan ini juga ujian buat mereka sebenarnya.” Jawab sosok di sampingku. “Apakah nantinya mereka tetap beriman pada Pencipta-Nya atau justru sebaliknya?” “Ok aku paham sekarang.” Sekilas ku alihkan pandanganku pada sosok ketua dari para praktisi tersebut. apes, ternyata ia juga sedang melihat ke arahku. Dengan tatapan yang begitu tajam seakan tahu dengan apa yang ku lihat. Aku lalu menundukkan pandanganku, sambil ku coba mengalihkannya. Tak berapa lama sang Bibi mulai sadarkan diri. Namun masih terlihat ling lung, ia belum begitu sadar apa yang barusan terjadi pada dirinya. Beberapa kerabat yang mendampinginya coba menjelaskan apa yang tadi terjadi tetap saja ia belum menyadarinya. Bi Inem lalu memegang lehernya sambil coba membatukkan sesuatu dari tenggorokannya. Ia tidak merasakan berat dan sakit seperti yang biasa ia alami selama ini. Di cobanya lagi untuk batuk, tetap semua normal seperti orang yang sehat. Seketika Bi Inem berteriak lantang. Dengan wajah yang sumringah ia sangat bersyukur dan langsung melakukan sujud syukur di hadapan pemuda yang telah mengobatinya. Tak lupa sebelum meninggalkan acara tersebut ia selipkan di tangan pemuda itu sebuah amplop yang terlihat begitu tebal. Tali asih itu memang sudah di siapkannya dari rumah untuk ongkos pengobatan yang akan ia terima. Jadi tersisa beberapa pasien lagi yang masih dalam keadaan belum sadarkan diri. Dan kali ini seorang pemuda yang sangat tampan yang maju ke depan menghadapi 3 pasien sekaligus. Seketika penonton yang seumuranku terutama dari kaum hawa langsung pada heboh dan menjerit histeris. Rupanya mereka semua memang sangat menantikan aksi pemuda ini dari sekian banyak praktisi yang hadir malam itu. Aku baru tau jika pemuda ini yang di maksud teman temanku saat beberapa hari lalu. “Perkenalkan bapak bapak dan ibu ibu sekalian, nama saya adalah Aksa.” Seketika bertambah heboh lagi keadaan sekitar acara tersebut. yang awalnya tadi terlihat biasa langsung coba mendekat ke pemuda tersebut. Beruntung panitia langsung sigap melihat reaksi para penonton yang mulai tak terkendali. Aku yang melihat pemuda itu hanya memandangnya sinis. Tapi tidak dengan dia, malah sepertinya ia mencoba melempar senyumnya untukku. Aneh, kenapa justru ia tersenyum padaku. Ada sesuatu yang menarik dari satu pemuda ini jika di bandingkan dengan pemuda lain atau temannya sesama praktisi tadi. Aura yang keluar dari tubuh dan mengelilinginya memiliki warna lain dari pada yang lain. Jika teman temannya yang lain memiliki aura berwarna hitam ke merah merahan, maka Aksa ini berwarna biru lembayung. Pantas saja setiap yang memandangnya sudah pasti ada daya tariknya tersendiri. “Kenapa sosok pemuda itu terlihat beda dengan pemuda pemuda yang sebelumnya?” Hening … tak ada jawaban sama sekali. Beberapa saat aku menunggu jawaban dari sosok di sampingku tetap ia diam. Kembali ku tanyakan hal yang sama tetap ia enggan menjawab. Hmmm aneh, sepertinya ada sesuatu dengan pemuda ini, sampai sosok di sebelahku saja tak ingin menjelaskan padaku. Apa begitu istimewanya ya dengan pemuda ini selain ketampanannya? Aku yang mendapat tatapan manis dari pemuda itu sedikit salah tingkah. Untung saja tidak ada yang menyadari tingkah anehku. Semua penonton lagi asik dengan aksi yang di lakukan pemuda tersebut. Tapi tidak denganku, malah aku anggap hal yang biasa karena sudah mengetahui trik mereka. Pasien yang tidak sadarkan diri tiba tiba ada yang ingin menyerang Aksa. Namun ketika hampir mengenainya, seketika sosok itu terpental dengan sendirinya. Penonton semakin berdecak kagum dibuatnya. Baru kali ini mereka menyaksikan pertunjukkan seperti itu. Apalagi melihat pemuda yang usianya masih muda namun memiliki kemampuan yang mumpuni. Semua memang sudah di setting dari awal, pintar juga mereka, dalam batinku. Ketiga pasien yang tersisa akhirnya bisa sadar setelah Aksa merapalkan sesuatu dengan tangannya. Seketika semuanya langsung tersadar. Lagi lagi aku melihatnya sosok itu masih ada di dalam tubuh para pasien. Hanya sementara saja mereka menjauh atau tidak menampakkan dirinya. Namun sejatinya mereka tetap ada dalam tubuh para pasien. Selesai pengobatan itu, menu kotakan yang ku tunggu akhirnya datang juga. Sudah hampir 3 jam aku menahan lapar hanya untuk sebuah pertunjukkan tersebut. semua penonton dan pengisi acara sudah mendapatkan jatah kotakan masing masing. Termasuk diriku yang sudah tak sabar sedari tadi. Baru saja aku ingin melahap hidangan nasi kotak tersebut, seketika aku mendapat teguran dari sosok di sampingku. “Sebelum makan, berdoa dulu tuan Putri.” Oya hampir aku lupa makan sebelum berdoa. Dengan kepala tertunduk dan mata memandang sepotong ayam bumbu yang di lengkapi dengan mie, acar, potongan kecil tempe, sayur dan buah. Membuat pikiran ini tidak bisa konsentrasi penuh dengan doa tadi. Baru selesai membaca doa dengan di akhiri kata amin, seketika pandangan di depanku berubah drastis. Menu yang lezat tadi langsung berubah. Ia tidak sebagus awal tadi. Potongan ayam tadi membusuk dengan sajian ulat belatung di atasnya. Acarnya jadi berlumuran darah. Semuanya mengeluarkan bau yang amat tak sedap. Aneh kenapa tiba tiba bisa berubah begini? Perutku yang awal tadi merasa lapar, seketika langsung kenyang menyaksikan kejadian di depan mataku. Aku coba mengedarkan pandanganku ke sekeliling. Hampir semua penonton terlihat begitu lahap menyantap sajian nasi kotak tersebut. begitu juga dengan para praktisi, mereka juga memakan nasi kotak itu dengan nikmat. Entah apa yang ada di pikiran mereka kok nasi busuk begitu bisa di makan dengan nikmatnya. “Makanya di wajibkan atasmu, doa sebelum makan. Karena tidak semua yang tampak baik itu bagus, begitu juga sebaliknya.” Tiba tiba dari arah sampingku ada suara yang menawarkan sesuatu padaku. “Ini buat kamu. Ayo di makan!” ternyata pemuda tampan idola tersebut yang menyodorkan nasi kotak lainnya. Aku bengong sejenak karena mendapat tawaran dari Aksa. “Lha kok bengong aja, ayo ambil, nanti di petok ayam lho nasinya.” Canda pemuda ini. “Oya, makasih.” Langsung ku bacakan doa nasi kotak tersebut. habis baca tidak terjadi sesuatu seperti awal tadi. Semua terlihat normal menunya, tapi sayang tidak ada ayam bumbu seperti menu awal tadi. Yang ada hanya sebutir telur rebus yang di masak bumbu bali dengan sayur oseng dan sedikit mie. Tanpa menunggu lagi aku langsung melahap menu tersebut. Bukan hal yang mudah menahan lapar sedari habis magrib tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD