Berawal dari Mimpi
Kisah derita Riris belum berakhir. Aku dinyatakan sembuh setelah beberapa kali ruqiah. Namun ternyata itu tidak sepenuhnya benar-benar sembuh. Ujian masih terus datang silih berganti. Kali ini sangat berat, tentu saja setiap manusia memiliki ujian, hanya kadarnya saja yang berbeda-beda yang di alami tiap makhluk hidup di dunia ini. Sosok yang selama ini mengganggu hidupku kembali berdatangan. Bukan hanya satu atau dua, melainkan lebih dan itu tidak hanya terjadi pada diriku tapi juga orang orang yang ku sayangi.
Jika saja tidak ada Rey dan keluarganya, mungkin dari rahim Riris akan lahir putra iblis dan keturunan-keturunan setan lainnya. Menjadi induk bagi calon turunan iblis adalah kebodohan besar buat diriku yang begitu labil karena putus asa tak memiliki keturunan setelah sekian lama. Beruntung aku masih memiliki leluhur dari keturunan terdahulu yang mencoba menyadarkan dan menuntun aku ke jalan yang benar dan bertemu dengan keluarga sahabatku, Rey.
Setelah lepas dari dukun beranak sialan itu, kehidupanku bukan bertambah nyaman. Ujian kembali hadir saat diriku ingin menghilangkan gangguan non medis. Berdalih dengan pengobatan yang islami disertai dengan bacaan yang di ambil dari ayat Quran membuat diri ini patuh menuruti semua keinginan orang tersebut. Menggunakan pakaian gamis dan bolang di kepala membuat semua yang melihat merasa sejuk berada di dekat mereka, termasuk diriku.
Meminum air yang telah dibaca membuatku yakin akan kesembuhan yang sudah di depan mata. Perasaan tenang dan adem yang seketika menyelimuti membuat diri ini yakin akan kesembuhan yang sekian lama di inginkan. Namun kenyataan tidak seindah angan anganku. Kehadiran ‘mereka’ semakin banyak dan beraneka ragam bentuknya. Aku malah mampu melihat mereka dengan jelas. Terror itu semakin frontal dan tidak hanya menyerangku tapi juga orang orang terdekatku.
*******
Malam yang indah ketika kita bisa menikmati tidur dengan nyenyak dan tanpa gangguan apapun. Apalagi di tambah dengan mimpi yang indah tatkala bersama seseorang yang diluar expectasi kita sebagai manusia biasa. Entah kenapa selalu sosok tampan itu yang hadir dalam mimpiku. Padahal aku sendiri adalah gadis cupu yang tidak begitu cantik di bandingkan kakak kakakku yang lainnya.
Namaku Riris, kata orang cewek judes yang sangat keras kepala dan juga cuek abis. Secara fisik aku cukup cantik, karena ibuku adalah turunan dari suku Sunda dan ayahku dari suku Banjar Kalimantan. Apalagi andeng andeng yang ada di dagu bawah mulutku yang turut menghias wajahku. Tetapi jika dibandingkan dengan saudaraku yang lain, sudah pasti cantikku mah lewat levelnya.
Sebenarnya aku tidaklah begitu judes seperti anggapan orang selama ini. Mereka saja yang tidak begitu mengenal aku, padahal jika sudah dekat sudah pasti akan menyayangiku seperti saudara saudaraku yang lain.
Di sekolah aku memang anak yang tak pernah ada kata takut, meski dengan kaum Adam yang nakal sekalipun. Meski judes aku juga sering menyapa teman teman sekolah. Jadi jangan heran kalau nama Riris tidak asing di sekolahku.
Untuk di kampung, nama ku juga cukup di segani dengan teman teman. Apalagi jika ada cowok yang berani menyakiti teman teman yang cewek, sudah pasti aku orang pertama yang maju paling depan menghadapinya.
Segala kelebihan yang ku miliki berbanding terbalik dengan kisah cintaku di sekolah maupun di kehidupan yang lain. Tak ada cowok yang berani mengungkapkan perasaannya padaku. Jangankan untuk menyatakan cinta, mendekati diriku saja mereka sudah keder duluan.
Di antara sekian cowok yang coba mendekat, hanya satu yang benar benar nekad sampai ke rumah dan menemui kedua orang tuaku. Padahal sudah sejak awal aku menolaknya, mulai dari cara halus sampai dengan cara kasar. Tetap cowok itu keukeuh ingin bersamaku, meski aku berbohong dengan mengatakan sudah punya pacar, tak juga mempan.
Hingga akhirnya kesabaranku mencapai di ujung tanduk kala menghadapi cowok itu yang tiada jera mendekatiku. Terucap kata kata kasar yang tak pantas ku ucapkan buat dia dan itu terjadi di depan khalayak umum. Aku benar benar marah besar dengan tingkah lakunya, meski tindakan itu sopan sekalipun di mata orang lain. Sabar dan berpikiran jernih sudah tak ada lagi saat itu. Aku sudah benar benar muak dengan segala kebaikan yang di berikan cowok itu.
Ringgo namanya, cowok hitam manis yang tambun, manja dan tajir yang selalu mengandalkan kekayaan orang tuanya. Setiap ke rumah selalu memakai pellet dari jepang. Gadis mana yang mampu menolak jika ia sudah menginginkannya. Mungkin hanya aku saja yang berani menolaknya, karena aku memang tak terbersit sedikitpun rasa untuk cowok tajir tersebut.
Setelah kemarahan itu Ringgo tak lagi mendekati diriku. Ia tak lagi berkunjung ke rumah seperti biasanya. Masih jelas terngiang di ingatanku kala ia di caci maki di depan umum. Wajah yang biasanya garang seketika berubah menjadi merah padam karena dipermalukan. Bagi Ringgo sebuah penolakan adalah aib buat dirinya. Namun ada sekilas keraguan jika melihat kepasrahan dia kala mendapat hinaan seperti itu. Biasanya ia terkenal akan kenekatannya jika ada yang gagal dalam hidupnya, karena merasa ada kekayaan yang mem-backup-nya.
Beberapa hari kemudian di sekolah tersiar kabar jika Ringgo sudah pindah ke sekolah di kota lain. Ada yang mengaitkan kabar tersebut dengan hubungan kami saat itu. Tetapi ada juga yang mengatakan jika itu memang keinginan orang tuanya yang harus pindah tugas. Moment ini sangat tepat dengan kejadian yang lalu, jadi jika aku menjadi tersangka karena kepindahan Ringgo adalah hal yang wajar. Aku tak mau pusing dengan hal tersebut.
Semenjak kejadian itu, banyak gadis gadis matre yang membenci dengan sikapku karena telah menolak cinta seorang Ringgo. Tapi tak ada satupun dari mereka yang berani menunjukkan sikapnya jika sudah berhadapan denganku. Mereka tak lebih dari kumpulan pecundang yang hanya berani beraksi di belakangku. Sementara kaum Adam semakin menasbihkan diriku sebagai gadis dingin yang tak bisa tersentuh oleh cinta.
Masa sekolah adalah masa belajar yang perlu keseriusan untuk menyerapnya. Tidak perlu di bumbui dengan kehidupan cinta monyet. Rasa itu sudah ku hilangkan sejak awal masuk SMA ini yang terkenal dengan kehidupan romansa drama Korea atau Bolywood sekalipun. Aku hanya bisa sebatas mengagumi jika memang ada yang pantas ku kagumi, meski itu kakak kelas atau yang lebih tua lagi, seperti guru muda di sekolahku. Tapi itu hanya sebatas mengagumi tidak lebih.
Menginjak masa akhir pendidikan di sekolah ini, kesibukan kami sebagai siswa tahap akhir sudah pasti kian padat. Namun tidak buatku yang selalu enjoy dalam menikmati masa itu. Sebulan sebelum ujian akhir tiba, kegiatan di sekolah mulai ku kurangi. Rutinitas bersama teman sekampung pun terkena imbasnya, tidak ada lagi acara ghibah atau jalan jalan ke mall seperti biasanya.
Malam jumat kliwon tepat pukul 10 malam, aku sudah bersiap diri untuk beristirahat di kamar. Mencuci muka dan menggosok gigi sambil bernyanyi kecil di kamar mandi. Menikmati momen yang mengasyikkan, meski ada masalahpun mampu mengurangi beban jika sudah berada di momen seperti itu.
Berada di kamar sendiri dengan sebuah gawai di tangan dan mendengar music lembut pengantar tidur. Orang rumah juga semua sudah terlelap. Lampu yang terang benderang satu persatu telah di matikan guna menghemat energy. Aku juga tidak begitu suka dengan suasana yang begitu terang di saat ingin beristirahat. Mata malah tak bisa pejam kecuali dalam kondisi lelah sekali.
Boneka helo kitty sudah menjadi kewajiban menemaniku jika sedang istirahat di kamar. Suasana malam yang begitu hening ditambah dengan suhu kamar yang mulai dingin membuat mataku tak mampu lagi membaca gawai yang sedari tadi ku pegang. Dalam sekejap kesadaranku telah hanyut bersama keheningan malam yang semakin dingin.
Seperti sedang menonton film romantis, cowok yang begitu tampan hadir menyapa diriku. Dengan senyuman yang dibarengi dengan penampakan gigi putih bersih yang berbaris rapi ia tunjukkan saat itu, membuat diri ini seperti berada di atas awan nan lembut yang di penuhi dengan bintang bintang nan indah. Ia terus menyebut namaku dengan penuh kelembutan dan turut menggenggam erat tanganku. Rasa bahagia nan berbunga bunga terasa menyelimuti sekujur tubuh ini.
Saat tersadar paginya memory akan kejadian dalam mimpi itu masih jelas terekam. Senyum senyum sendiri membuat diriku seperti orang gila. Aku belum pernah merasakan perasaan seperti ini sebelumnya. Siapa dia yang bisa menggetarkan hatiku? Siapa cowok itu? Aku tak pernah mengenalnya dan dia tak pernah ada dalam kehidupanku. Akankah mimpi itu hadir lagi keesokannya?