03 : Aqiqah Keagan

1069 Words
Pagi-pagi sekali para penghuni rumah sudah bangun dan bersiap pada pekerjaan yang akan menanti mereka hari ini. Daffa masih tertidur diatas ranjang bersama dengan Radinka yang tiba-tiba menyelinap masuk semalam. Untung kegiatan mereka sudah selesai, jika tidak maka bisa dipastikan akan ada bayi besar yang mengamuk seharian ini. Reya menguncir rambutnya dengan kunciran kecil yang ada di pergelangan tangannya. Wajahnya ia poles dengan bedak tabur bayi milik anak-anaknya. Ia berkaca, meneliti penampilan nya dari atas sampai ke bawah. Celana bahan berwarna hijau army dan juga blouse putih berlengan panjang. Bukan bermaksud apa-apa, ia hanya tidak ingin bayi besarnya marah karna ia memakai pakaian terbuka hari ini. Sebab rumah mereka terlihat ramai oleh para keluarga yang datang untuk membantu acara aqiqah Keagan sore nanti. "Ayah bangun!" Reya menepuk pipi Daffa pelan. Bermaksud membangunkan suaminya yang tidur dengan d**a telanjang sambil memeluk erat Radinka. Daffa mengerjapkan matanya, ia masih mengantuk. Semalam setelah Reya memberinya sesuatu ia tidak langsung tidur. Karna laki-laki itu meladeni Radinka yang bertanya mengenai banyak hal. Huh, anak kecil memang selalu seperti itu, ya? "Masih ngantuk, sayang." "Udah pagi lho ini. Yang lain juga udah pada bangun tuh, sarapan dulu ayo!" Reya masih membujuk Daffa. Bukannya bangun, laki-laki itu malah melepas pelukannya di tubuh Radinka dan balik memeluk Reya yang sudah rapih dan wangi. "Wangi banget love," Daffa menciumi leher dan tubuh Reya. Reya segera menjauhkan kepala Daffa dan menangkup pipinya. "Bau ih kamu! Gosok gigi, cuci muka, terus sarapan yuk!" "Harus banget sekarang?" "Iya dong! Aku udah bikinin nasi goreng ayam dengan extra telur mata sapi special, beneran mau nanti-nanti hm?" Mata Daffa berbinar, ia menatap Reya sambil menciumi jari-jari nya yang harum. "Oke aku sarapan sekarang! Kamu jangan turun dulu, ya. Tunggu aku mau ke kamar mandi terus pake baju dulu, I love you!" Setelah memberi Reya satu kecupan yang masing-masing di kening dan bibirnya, Daffa segera melesat pergi ke kamar mandi dan melakukan ritual paginya. "I love you too," balas Reya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. *** "Duh yang suami-istri lengket bangettt deh!" Ledek bunda Nara. Daffa cemberut menatap bundanya sambil tetap mengunyah nasi goreng dalam mulutnya. "Bunda iri aja deh Bun. Kalo mau ajak ayah aja gih sana!" Kata Daffa pelan. Ia menelan nasi goreng itu sebelum akhirnya membuka mulutnya dan Reya dengan sigap kembali memasukan nasi itu ke dalam mulut Daffa. Daffa uring-uringan lagi pagi ini. Ia tidak mau sarapan, ia hanya ingin sarapan dengan disuapi Reya. Jadilah laki-laki itu diledek oleh bundanya sendiri. "Dih!" Nara menoyor kepala anaknya, lalu tertawa. "Bunda mah anti iri-iri. Emangnya kamu! Anak sendiri di cemburuin," Mama Nur yang datang dari dapur sembari membawa segelas jus buah alpukat yang dibuatnya untuk Viko pun tertawa. Ia menghampiri Nara, lantas mencolek bahu wanita itu. "Cemburu gimana dia, dek?" "Ya itu cemburu, katanya ibunya lebih sering sama anaknya di banding sama ayahnya. Padahal kan wajar, ya. Duh dasar emang anakku manja banget!" Nara dan Nur kompak tertawa. Tertawa meledek lebih tepatnya. Daffa semakin cemberut. Reya pun jadi tertawa. "Udah-udah bunda, Mama. Kasian bayi besarku udah kesel nih!" "Bunda! Kok gitu sih bilangnya?!" Daffa menatap Reya dengan pandangan sebal. "Eeeh kan kamu emang bener bayi besar aku kan?!" Kening Daffa mengerut. "Enggak!" "Iya sayang! Kalo kamu bukan bayi besar aku, mana mungkin kamu ikut-ikutan nemplok kayak Keagan di d**a aku setiap malem?" Dan pernyataan Reya kembali membuat Daffa menjadi bulan-bulanan Nur dan Nara. Huh. *** Diruang tamu yang luas ini, semua keluarga berkumpul. Daffa dan Reya kompak memakai baju berwarna putih. Ketiga anak perempuannya pun memakai pakaian dengan warna yang sama dengan kedua orang tuanya.          Daffa menggendong Keagan di lengannya. Ibu-ibu serta bapak-bapak dari keluarga nya atau pun para tetangga yang datang saling mengitari Daffa dan reya yang posisinya berada di tengah orang-orang yang mengelilinginya. Sambil membacakan sholawat-sholawat nabi Muhammad saw mereka mencukur rambut Keagan yang memang lebat. Setelah prosesi itu selesai dilakukan, reya segera membawa Keagan kembali ke kamar dan menyusui anaknya hingga terlelap. Perempuan itu mengusap kening Keagan sebelum akhirnya ikut bergabung bersama dengan orang-orang yang hadir dalam acaranya. "Udah pada pulang ya?" Kata Reya. Dilihatnya hanya keluarga nya saja yang masih tetap tinggal. Daffa mengangguk. "Udah barusan," "Nasinya udah dibagiin kan?" "Udah kok tadi," Reya mengangguk. Ia ke meja makan, dan memilih untuk menyuapi Qila dan Qira di meja makan. "Yang," Reya menoleh menatap Daffa yang sedang memperhatikannya. "Besok cari mbak satu lagi ya. Buat bantu kamu jagain anak-anak, kalo gini liatnya aku kasian sama kamu. Kecapean juga ngga bagus lho." "Hhm? Ngga perlu deh kayanya by. Aku masih bisa urus kamu dan anak-anak sendiri kok," "Ngga sayang. Aku ngga mau kamu capek." "Aku ngga capek kok, kan ada mbak Tiwi," Mbak Tiwi merupakan salah satu ART mereka dari Radinka kecil. Tugasnya hanya membersihkan rumah dan menyuci saja. Itupun hanya pakaian anak-anaknya. Karna pakaian Daffa Reya yang mencucinya. Laki-laki itu tidak mau pakaiannya disentuh orang lain selain istrinya. Daffa menggenggam tangan istrinya, membuat reya menghentikan kegiatannya menyuapi Qila dan Qira dengan bubur dari biskuit bayi yang di haluskan. "Nurut sama aku, ya? Aku cuma ngga mau kamu capek terus sakit. Iya aku tau udah ada mbak Tiwi, tapi kan dia cuma bantu kamu ngerjain pekerjaan rumah, sedangkan jaga anak-anak masih kamu sendirian. Kalo ada aku, iya masih aku bantu. Tapi kalo aku terbang?" Reya diam menyimak perkataan Daffa. "Kamu sendirian kan yang jaga anak-anak? Aku nggak mau kamu kecapean, bunda. Anak kita bukan satu atau dua, tapi empat. Masih ada aku aja kadang kamu suka lupa makan. Gimana lagi kalo aku nggak ada?" "Iyaa maaf ayah. Aku cuma mau mengurus kalian sendiri. Aku ngga mau anak-anak jauh dari aku karna punya pengasuh sendiri," Reya menunduk. Daffa segera menariknya ke dalam dekapan hangatnya. Ia menciumi rambut Reya yang wangi. "Aku ngerti. Dia juga ngga akan mengambil alih posisi kamu sebagai ibu nya anak-anak. Dia cuma ngebantu kamu ngejaga aja. Selebihnya masih kamu yang mengurus mereka," "Yaudah," lirih Reya. Tangannya mendekap punggung Daffa dengan kencang. Matanya sedikit berair. Demi Tuhan sebenarnya Reya tidak ingin memakai asisten rumah tangga lagi. Ia hanya ingin mengurus suami dan anak-anak nya dengan seorang diri. Tapi ini permintaan suaminya, mana bisa ia menolak? "Kamu mau?" Reya mengangguk. Daffa tersenyum lebar, ia menangkup kedua pipi istrinya dan mengusap air matanya menggunakan ibu jarinya. "Makasih ya udah mau nurut sama aku. Udah jangan nangis lagi," "Sama-sama ayah!" "Yaudah besok kita ke agensi yang kemarin, aku mau kamu yang pilih sendiri. I love you most, Reya." "I love you too, captain!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD