"Eungh...." Olivia mengerang dengan kedua tangan yang secara otomatis terangkat, membuat selimut yang menutupi tubuhnya sedikit melorot.
Reflexs Olivia menoleh ke samping, mata indahnya langsung mengamati kamar begitu ia tak melihat Crisstian tertidur di sampingnya..
Olivia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. "Crisstian!"
Tidak ada balasan dari Crisstian, membuat Olivia panik. Olivia langsung berpikir kalau mungkin saja, Crisstian pergi meninggalkannya sendiri.
"Jangan bilang kalau dia ninggalin gue sendirian." Olivia bergegas keluar dari dalam kamar sesaat setelah memeriksa kamar mandi yang ternyata dalam keadaan kosong.
Tangga lebih dekat dengan posisinya saat ini, karena itulah, Olivia memutuskan untuk menuruni anak tangga.
Olivia sudah berada di lantai 1.
"Di mana dia? Apa dia di dapur?" Olivia baru saja akan melangkah menuju dapur, tapi langkahnya terhenti begitu telinganya mendengar suara lagu yang sedang di putar.
Olivia menoleh ke samping. "Suaranya dari sana," ucapnya sambil menatap ke arah pintu bercat hitam.
"Rahasia," gumam Olivia sesaat setelah membaca keterangan yang ada di pintu.
"Jangan-jangan Crisstian ada di sini." Secara perlahan, Olivia membuka pintu.
"s**t!" Tanpa sadar, Olivia mengumpat, lalu memutar tubuhnya sambil menutupi wajahnya.
Crisstian menghentikan sejenak kegiatannya, lalu menoleh ke arah pintu yang sudah terbuka.
Crisstian sedang push-up sambil bertelanjang d**a ketika Olivia membuka pintu.
"Brak!" Olivia menutup pintu, dan langsung berlari kembali ke kamar.
Crisstian terkejut, lalu terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Kenapa dia harus terkejut?" Respon Olivia membuat bingung Crisstian. Olivia sudah pernah melihatnya telanjang bulat, jadi kenapa harus terkejut ketika melihatnya hanya mengenakan boxer?
Crisstian meraih handuk untuk menyeka keringat yang membasahi tubuhnya, lalu menyusul Olivia.
Olivia terlonjak kaget begitu pintu kamar terbuka.
"Sial! Seharusnya tadi gue kunci pintunya!" Umpat Olivia dalam hati.
Crisstian mengunci pintu kamar.
Kedua mata Olivia melotot. "Eh, kenapa pintunya kamu kunci?"
Crisstian mengabaikan pertanyaan Olivia. Crisstian terus melangkah mendekati Olivia.
Olivia melangkah mundur menjauhi Crisstian.
Olivia tersandung dan hampir saja terjatuh, untungnya Crisstian bisa langsung meraih tubuh Olivia.
Crisstian mengangkat Olivia, mendudukkan Olivia di atas meja kerjanya.
"Ih, jangan dekat-dekat." Kedua tangan Olivia langsung mendorong bahu Crisstian.
"Kenapa? Apa aku bau?" Crisstian membaui tubuhnya sendiri.
Olivia menggeleng. Crisstian memang berkeringat, tapi sama sekali tidak bau.
"Terus?" Crisstian bertanya sambil bersedekap.
"Kamu keringetan, aku enggak mau keringat kamu nempel di tubuh aku."
Crisstian tertawa. Crisstian meraih kedua tangan Olivia, kemudian membawanya ke arah d**a bidangnya yang masih sedikit berkeringat.
Olivia meneguk kasar ludahnya. Kedua matanya terus menatap ke arah perut berotot Crisstian.
Pantas saja tubuh Crisstian sangat kekar, dan Crisstian memiliki roti sobek yang sempurna, ternyata karena memang Crisstian rajin berolahraga.
"Berapa kali dalam 1 minggu kamu berolahraga?" Olivia mulai berani untuk membelai d**a bidang Crisstian.
"Setiap hari." Crisstian memejamkan kedua matanya, tanpa sadar, menggigit kuat bibirnya ketika kedua jemari Olivia bermain-main di d**a bidangnya dengan gerakan sensual.
Reaksi Crisstian tak lepas dari pengamatan Olivia. Reaksi yang Crisstian berikan membuat Olivia semakin merasa tertantang.
Detak jantung Olivia semakin lama semakin cepat.
Deru nafas Crisstian mulai tak beraturan, begitu juga Olivia.
"Bagaimana kalau kita olahraga bersama?" bisik Crisstian sambil tersenyum.
"Olahraga bersama?"
"Iya." Crisstian kembali berbisik, lalu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Olivia.
Olivia mendesah ketika bibir Crisstian mendarat di lehernya.
Secara intens, Crisstian mengecupi leher jenjang Olivia.
"Sial! Aromnya sangat nikmat!" Umpat Crisstian dalam hati.
Olivia mendongak, memberi Crisstian akses untuk terus mengecupi leher jenjangnya.
Crisstian mengecupi leher Olivia secara intens.
"Criss, ja-jangan buat kissmark." Olivia mencoba mendorong kepala Crisstian supaya menjauh dari lehernya, tapi Crisstian menahan tengkuk Olivia, membuat usaha Olivia gagal.
Semakin lama, ciuman Crisstian semakin turun menuju d**a Olivia yang sedikih terexpose.
Olivia tidak memakai bra, jadi Crisstian bisa melihat betapa tegangnya kedua p****g p******a Olivia.
"Aahh...." Desahan seksi Olivia akhirnya lolos ketika mulut Crisstian berhasil menyentuh salah satu payudaranya.
Tanpa sadar, Olivia meremas kuat bahu Crisstian.
Dengan gerakan tergesa-gesa, Crisstian membuka hot pans yang Olivia gunakan sambil terus menyentuh kedua payudaranya.
"s**t! Kamu sudah sangat basah, Baby," geram Crisstian dengan suara serak.
Crisstian melepaskan boxernya.
Olivia meneguk kasar ludahnya ketika melihat betapa besarnya kejantanan Crisstian. "Apa itu muat?"
Pertanyaan Olivia berhasil mengundang gelak tawa Crisstian. "Tentu saja muat, Baby. Kamu sudah pernah merasakannya."
Wajah Olivia berubah menjadi merah merona.
"Kamu akan menyukainya, Olivia."
"Pantas saja saat itu terasa sangat sakit, ternyata karena ukurannya memang sangat besar," ucap Olivia dalam hati.
"Lebarkan kaki kamu, Baby."
Olivia melebarkan kakinya. Olivia menggigit kuat bibir bawahnya, mendongak sambil memejamkan kedua matanya ketika Crisstian mulai menggodanya dengan cara menyentuh klitorisnya.
Akal sehat Olivia semakin menipis. Olivia sudah tidak bisa lagi berpikir jernih, yang saat ini Olivia pikirkan adalah, rasa nikmat ketika dirinya dan Crisstian bersatu.
"Siap?"
Olivia mengangguk.
Crisstian dan Olivia sama-sama mendesah begitu berhasil menyatu.
"Pegangan yang erat." Crisstian mengalungkan kedua tangan Olivia ke lehernya, lalu menggendong Olivia.
Olivia langsung membelitkan kedua kakinya di pinggang Crisstian.
Crisstian menyandarkan punggung Olivia ke dinding.
"Mendesahlah yang keras, Baby. Tidak akan ada orang yang bisa mendengar desahan kamu selain aku." Crisstian mulai menggoyangkan pinggulnya, dan Olivia tidak menahan desahannya.
"Criss," desah Olivia.
"Iya, Baby, ada apa?" Desahan seksi Olivia membuat nafsu Crisstian semakin melambung tinggi.
Olivia tidak menjawab pertanyaan Crisstian. Olivia sibuk mendesah karena gerakan Crisstian yang semakin lama semakin cepat.
Crisstian membaringkan Olivia di atas tempat tidur.
"Menungging, Olivia."
Dengan cepat, Olivia menungging. Olivia meremas kuat sprai ketika sudah bisa membayangkan apa yang selanjutnya akan terjadi.
Dari sekian banyaknya gaya bercinta yang sudah ia dan Crisstian lakukan, Olivia paling suka doggy style.
Crisstian memukul pinggul Olivia, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali sampai akhirnya kulit Olivia yang putih mulus jadi memerah.
Pukulan Crisstian tidak keras, tapi tetap saja, pukulannya berhasil meninggalkan bekas.
Crisstian menaiki tempat tidur, memposisikan dirinya di belakang Olivia.
Crisstian kembali menggoda Olivia.
Crisstian menggesek-gesekan kejantanannya pada v****a Olivia, sedangkan kedua tangannya sibuk meremas-remas kedua p******a Olivia, dan sesekali memilin p****g payudaranya yang sudah sangat tegang.
Semua sentuhan Crisstian di tubuhnya membuat Olivia terus mengeluarkan desahan sesksinya.
"Criss, please." Olivia merengek, kesal karena Crisstian terus mempermainkannya.
Crisstian terkekeh. "Bersiaplah, Olivia. Kali ini akan berbeda dari sebelumnya."
Ucapan Crisstian membuat Olivia sedikit takut, tapi di saat yang sama, Olivia juga merasa penasaran, kira-kira apa yang selanjutnya akan terjadi?
Keringat sudah membasahi seluruh tubuh telanjang Crisstian dan Olivia. Dinginnya AC tidak mampu meredam gairah membara keduanya.
Crisstian meraih pergelangan kedua tangan Olivia, meringis ketika melihat keduanya sangat memerah.
"Maaf." Dengan tulus, Crisstian meminta maaf. Secara bergantian, Crisstian mengecupi pergelangan tangan Olivia.
Olivia yang sudah lelah hanya mengangguk.
Selama ini, ketika dirinya dan Crisstian melakukan hubungan intim, Crisstian selalu memperlakukannya dengan lemah lembut, jadi ketika tadi Crisstian memperlakukannya dengan sedikit kasar, Olivia terkejut, dan sedikit takut. Tapi setelah semuanya terjadi, Olivia menyukainya.
"Mau pulang sekarang atau nanti?" Crisstian semakin mengeratkan pelukannya, membuat Olivia sedikit kesulitan dalam bernafas.
"Criss, engap."
Crisstian melonggarkan perlukan. "Kamu belum menjawab pertanyaan saya, Olivia. Mau pulang sekarang atau nanti?"
"Nanti aja." Olivia tidak mungkin pulang sekarang. Tenaganya benar-benar terkuras karena Crisstian.
"Ok, kalau begitu tidurlah." Crisstian tahu Olivia lelah, karena dirinya juga merasa sangat lelah.
Sayangnya, Olivia menggeleng.
"Aku mau mandi dulu." Olivia tidak akan bisa tidur saat seluruh tubuhnya penuh dengan keringat.
"Ok, ayo kita mandi." Crisstian menuruni tempat tidur, dan tanpa aba-aba langsung menggendong Olivia menuju kamar mandi.
Ponsel Crisstian berdering sesaat setelah sang pemilik memasuki kamar mandi, dan pintu kamar mandi tertutup.
Suara derasnya air yang mengalir dari shower membuat Crisstian dan Olivia sama-sama tidak bisa mendengar suara dari ponsel Crisstian.
***
Lift terbuka, dan di saat yang bersamaan, Carlos baru saja datang. Carlos memarkirkan mobilnya di depan lift.
Carlos menghampiri Crisstian dan Olivia yang baru saja keluar dari lift.
"Tuan, ini kunci mobilnya." Carlos menyerahkan kunci mobil milik Olivia pada Crisstian.
"Terima kasih, Carlos."
"Sama-sama, Tuan." Carlos pergi meninggalkan Crisstian dan Olivia.
Crisstian berbalik menghadap Olivia. "Saya tahu kalau kamu pasti akan menolak saya antar pulang, karena itulah saya meminta Carlos untuk membawa mobil kamu ke sini."
Penjelasan Crisstian mengejutkan Olivia. Olivia tak menyangka kalau Crisstian akan berpikir sampai sejauh itu.
"Terima kasih," ucap tulus Olivia sambil menerima kunci mobilnya.
"Sama-sama, dan tolong hati-hati." Crisstian ingin sekali mengantar Olivia pulang, tapi Crisstian tahu kalau Olivia pasti akan menolak.
"Ok," balas Olivia sambil tersenyum tipis.
Crisstian dan Olivia akhirnya berpisah.
Olivia dan Felix tiba di mansion secara bersamaan.
"Apa dia baru pulang?" Olivia terus menatap Felix yang baru saja ke luar dari mobil melalui kaca spion.
Mobil milik Felix terparkir tepat di belakang mobil milik Olivia, jadi Olivia bisa sedikit leluasa memperhatikan Felix.
Olivia bergegas keluar dari mobil.
Felix dan Olivia melangkah memasuki mansion secara beriringan.
"Kamu dari mana?" Tanya Felix memecah keheningan.
Tanpa sadar, Felix memperhatikan penampilan Olivia.
Biasanya Felix tidak peduli padanya, jadi pertanyaan Felix barusan mengejutkan Olivia.
"Semalam aku pergi ke club, dan karena aku mabuk, aku memilih untuk tidur di hotel." Dengan santai, Olivia menjawab pertanyaan Felix.
Sebelumnya, Crisstian sudah memberi tahu Olivia, apa yang harus Olivia katakan kalau seandainya Felix bertanya ke mana semalam Olivia pergi?
"Kamu pergi sendiri?"
"Iya." Olivia menjawab singkat pertanyaan Felix.
Setelah itu, tidak ada lagi pembicaraan yang terjadi. Felix pergi ke kamar, sedangkan Olivia memutuskan untuk pergi ke dapur.
Di saat yang bersamaan, Crisstian juga baru saja tiba di mansion.
Sebelum memasuki mansion, Crisstian sudah berdoa, semoga saja sang Mommy sedang istirahat di kamar, sayangnya doa Crisstian tidak terkabul.
Saat ini Sein sedang duduk santai di sofa dengan posisi menghadap langsung ke arah Crisstian yang baru saja memasuki ruang keluarga.
"Kenapa baru pulang?" Sein bertanya dengan nada tegas, tatapan matanya pun sangat tajam.
Crisstian meringis. "Hai, Mom," sapanya sambil tersenyum lebar.
Crisstian tahu kalau Sein marah padanya, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya.
"Crisstian, jawab pertanyaan Mommy, kenapa baru pulang?" Sein bertanya dengan nada tinggi.
"Apa tadi malam Carlos tidak memberi tahu Mommy kalau semalam Crisstian menginap di apartemen?" Crisstian menghampiri Sein.
Awalnya Crisstian ingin duduk di sofa yang ada di hadapan Sein, tapi Sein malah meminta Crisstian untuk duduk di sampingnya.
Dengan perasaan luar biasa was-was, Crisstian duduk di samping Sein.
"Carlos memberi tahu Mommy kalau kamu menginap di apartemen."
"Lalu kenapa Mommy marah?"
"Kenapa tidak kamu sendiri yang menghubungi Mommy?"
"Crisstian mabuk berat, Mom." Crisstian terpaksa berbohong. "Maaf karena Crisstian berbohong, Mom," lanjutnya dalam hati.
Sein menjewer telinga Crisstian.
"Akh! Sakit Mom!" Crisstian mencoba untuk melepaskan telinganya dari jeweran Sein, tapi Sein malah semakin kuat menjewernya.
Setelah puas, Sein akhirnya melepaskan telinga Crisstian.
"Kamu udah mandi?" Sein menilai penampilan Crisstian yang terlihat sekali sangat rapi.
"Udah, Mom," jawab lirih Crisstian.
"Udah makan?"
Kali ini Crisstian menjawab pertanyaan Sein hanya dengan anggukan kepala.
"Kalau begitu sebaiknya kamu pergi istirahat sebelum Mommy kembali menjewer telinga kamu!"
Crisstian langsung berlari pergi meninggalkan Sein. Crisstian takut kalau Sein benar-benar akan kembali menjewer telinganya.
Sein berdecih dan memilih untuk kembali membaca majalah.
Tak lama kemudian, Anton datang.
"Daddy mendengar suara mobil Crisstian. Apa dia sudah pulang?"
"Iya, dia baru aja pulang." Sein menjawab pertanyaan Anton dengan fokus yang masih tertuju pada majalah di kedua tangannya.
"Mana anaknya?"
"Pergi ke kamar."
Anton duduk di samping Sein.
Sein meletakkan majalahnya di meja, kemudian mendekati Anton. "Dad."
"Hm."
"Sepertinya ada yang Crisstian sembunyikan dari kita."
"Maksud Mommy?" Anton menatap bingung Sein.
"Akhir-akhir ini Mommy merasa kalau Crisstian sedikit aneh," jawab Sein penuh kekhawatiran.
"Dia sedang jatuh cinta, Mom." Dengan santainya, Anton menjawab pertanyaan Sein.
Selama beberapa hari belakangan ini, bukan hanya Sein yang selalu memperhatikan Crisstian, tapi Anton juga.
Raur wajah Sein berubah. Awalnya Sein terlihat panik sekaligus khawatir, tapi setelah mendengar jawaban Anton, Sein malah terlihat bahagia.
"Daddy yakin?" Binar bahagia kini menghiasi kedua mata Sein.
"Yakin, Mom." Anton juga pernah muda seperti Crisstian, dan Anton yakin kalau tebakannya memang benar. "Daddy akan segera mencari tahu, siapa wanita yang saat ini sedang dekat dengan Crisstian." Anton meraih gelas kopi yang ada di meja, kemudian meneguknya.
"Sebaiknya kita jangan terlalu ikut campur dalam urusan pribadi Crisstian, Dad. Biarkan saja!" Secara tidak langsung, Sein baru saja melarang Anton mencari tahu tentang wanita yang saat ini Crisstian sukai.
"Apa Mommy yakin dengan keputusan Mommy?"
Dengan tegas, Sein mengangguk. "Iya, Dad, Mommy yakin."
Sein penasaran, kira-kira wanita mana yang sudah berhasil menaklukan hati sang putra, tapi Sein akan memendam rasa penasarannya, dan akan menunggu Crisstian sendiri yang mengenalkan wanita pujaan hatinya.
"Ok, kalau itu memang keputusan Mommy." Anton tidak akan mencari tahu tentang kisah percintaan Crisstian.