Sebelumnya Olivia ingin sekali hari Senin segera tiba, supaya dirinya bisa segera bertemu Crisstian, tapi begitu hari senin tiba, hari di mana dirinya akan masuk kantor, yang itu berarti dirinya akan bertemu Crisstian, Olivia malah merasa tidak ingin pergi ke kantor.
Olivia tahu kalau pekerjaannya hari ini sangat banyak, jadi Olivia mengurungkan niatnya untuk izin tidak masuk kantor.
Hari ini Olivia sengaja berangkat lebih siang dari biasanya dengan harapan kalau Crisstian sudah datang.
Olivia tahu, tidak seharusnya ia bersikap tidak profesional, tapi Olivia sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau ia akan bersikap seperti itu hanya di hari ini. Olivia janji, besok ia akan bersikap secara profesional.
"Apa dia sudah datang?" gumam Olivia sambil menatap ke arah ruang kerja Christian. "Semoga aja udah."
Olivia berharap kalau Christian sudah datang, karena dengan begitu, dirinya tidak perlu berinteraksi dengan Christian. Olivia benar-benar sedang malas bertemu Crisstian.
Olivia melangkahkan kakinya menuju meja kerjanya tapi secara spontan, langkah kedua kakinya terhenti begitu mendengar suara dari lift yang baru saja terbuka.
Secara reflexs, Olivia menolehkan kepalanya ke belakang, saat itulah Olivia melihat Crisstian.
Untuk sesaat, Crisstian diam mematung, begitu juga Olivia. Keduanya sama-sama terdiam dengan mata yang terus saling bertatapan.
Suara notifikasi yang berasal dari ponsel Olivia menyadarkan Crisstian dan Olivia.
Olivia segera memutar tubuhnya menghadap Crisstian. "Selamat pagi, Pak," sapanya dengan ramah tapi tidak seramah biasanya.
"Pagi." Crisstian membalas singkat sapaan Olivia.
Crisstian melangkah menuju ruangannya, begitu juga Olivia yang melangkah menuju meja kerjanya.
"Sial! Rasanya benar-benar canggung!" Umpat Olivia sesaat setelah mendudukkan dirinya di kursi.
Setelah memeriksa jadwal Crisstian, barulah Olivia pergi menemui sang atasan untuk memberi tahu, apa saja jadwal Crisstian hari ini.
***
Bisa karena terbiasa, itulah yang saat ini sedang Olivia rasakan. Awalnya Olivia selalu merasa sedih ketika dirinya tiba di mansion, tapi Felix belum datang, namun sekarang, seiring dengan berjalannya waktu, Olivia mulai terbiasa.
Olivia mulai terbiasa menjalani hari-harinya tanpa Felix.
Olivia merasa jika hari ini adalah satu hari paling buruk yang pernah ia lalui. Olivia butuh udara segar, jadi Olivia memutuskan untuk pergi mengunjungi club.
Sebelumnya, setiap 1 minggu sekali, Olivia pasti akan mengunjungi club. Sekedar untuk minum, dan menari di lantai dansa, tidak pernah melakukan hal yang lebih dari itu.
Biasanya Olivia akan pergi di temani oleh beberapa bodyguard, tapi tidak dengan hari ini. Olivia melarang semua bodyguard yang biasa menemaninya untuk ikut bersamanya.
Olivia ingin sendiri, benar-benar sendiri.
Olivia sudah sampai di club. Seperti biasa, club sangat ramai.
Kali ini, Olivia hanya minum, dan setelah puas, Olivia memutuskan untuk pulang.
Sayangnya, tanpa Olivia sadari, sejak Olivia memasuki club sampai akhirnya Olivia keluar dari club, ada pria yang terus memperhatikannya.
Pria tersebut bernama Andrew.
Andrew tersenyum lebar begitu tahu kalau Olivia datang sendiri, begitu juga ketika pulang. Awalnya Andrew berpikir kalau Olivia mendatangi club untuk bertemu seseorang, tapi setelah Andrew perhatikan, Olivia benar-benar hanya sendiri.
Olivia yang baru saja akan memasuki mobil terkejut ketika secara tiba-tiba ada memeluknya dari arah belakang.
Awalnya Olivia berpikir kalau orang yang memeluknya adalah Crisstian, tapi tak butuh waktu lama bagi Olivia untuk tahu kalau pria tersebut bukanlah Crisstian.
Pertama, Aroma parfumenya jelas berbeda, lalu yang kedua, begitu Olivia menundukkan wajahnya untuk melihat tangan yang melingkari perutnya, Olivia sadar kalau tangan tersebut bukan milik Crisstian.
Dengan cepat, Olivia mencoba untuk melepaskan diri dari pelukan Andrew, namun sayangnya, tenaga Olivia tidak sebanding dengan tenaga Andrew.
"Lepas, b******k!" Umpat Olivia penuh amarah.
Andrew memutar tubuh Olivia supaya menghadap langsung ke arahnya.
"Hai, Baby," sapa Andrew sambil tersenyum lebar.
"Lepasin gue, b******k!" Olivia kembali mengumpat, kali ini sambil menatap tajam Andrew.
Bukannya takut, Andrew malah terkekeh.
"Siapa nama kamu, hm?" Andrew membelai wajah Olivia, tapi dengan cepat, Olivia menepis tangan Andrew.
Raut wajah Andrew langsung berubah menjadi tak bersahabat.
Senyum lebar yang awalnya menghiasi wajah Andrew menghilang. Tatapan kedua matanya pun kini berubah menjadi tajam.
Olivia mulai ketakutan.
"Tolong!" Olivia akhirnya berteriak.
Teriakan Olivia mengejutkan Andrew sekaligus membuat Andrew panik. Andrew langsung membekap mulut Olivia dibarengi dengan tatapan matanya yang kini berubah menjadi semakin tajam.
"Jangan teriak-teriak, Sayang!" Peringat tegas Andrew sambil tersenyum sinis.
Andrew menahan pergerakan Olivia dengan cara mencekal kedua tangan Olivia menggunakan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk membungkam mulut Olivia.
Olivia menjadi semakin panik, dan terus memberontak, mencoba untuk lepas dari Andrew.
Namun sayangnya, tenaga Olivia tidak sebanding dengan tenaga Andrew.
Andrew jauh lebih kuat dari Olivia.
Andrew terlebih dahulu menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri, untuk memastikan jika semuanya aman.
"Aman," gumam Andrew sambil tersenyum lebar.
Suasana tempat parkir sangat sepi.
Olivia memarkirkan mobilnya di tempat paling ujung, dan sebelum menghampiri Olivia, Andrew sudah memasang tanda jika tempat parkir tersebut sudah penuh, jadi tidak akan ada yang datang.
Atensi Andrew kembali tertuju pada Olivia. "Mari kita bersenang-senang, Sayang," bisiknya sambil tersenyum lebar.
Tubuh Olivia semakin bergetar hebat. Kedua telapak tangannya, juga keningnya pun mulai mengeluarkan keringat.
Olivia takut, benar-benar takut.
"Tolong," ucap Olivia dengan suara teredam.
Andrew terkekeh. "Sayangnya enggak akan ada yang datang buat nolongin kamu, Sayang," bisiknya tepat di depan wajah Olivia.
Andrew memejamkan kedua matanya, dan mulai menghirup dalam-dalam aroma tubuh Olivia. Aroma yang berhasil membangkitkan gairahnya.
Andrew dan Olivia sama-sama berpikir kalau teriakan Olivia tadi tidak didengar oleh siapapun, padahal pada kenyataannya, teriakan Olivia barusan didengar oleh Crisstian.
Crisstian tidak sendiri, tapi datang bersama Carlos, dan juga kedua bodyguard yang lainnya.
"Apa kalian juga mendengar apa yang saya dengar?" Crisstian berbalik menghadap ke arah Carlos dan dua bodyguardnya.
"Saya juga mendengarnya, Tuan," jawab ketiganya secara kompak.
"Itu suara Olivia, Tuan," ucap Carlos sambil melangkah mendekati Crisstian yang kini mulai mengamati suasana di sekitarnya.
"Sebaiknya kita berpencar!"
"Baik, Tuan." Carlos lantas memberi aba-aba pada rekannya yang lain untuk berpencar.
Carlos memutuskan untuk terus menemani Crisstian. Carlos takut kalau sesuatu yang buruk akan terjadi.
Crisstian melototkan kedua matanya begitu melihat apa yang sedang terjadi.
Crisstian baru saja melihat Andrew mencoba untuk menciumi leher jenjang Olivia.
Amarah Crisstian mendidih.
Crisstian berlari mendekati Andrew dan Olivia, diikuti Carlos.
Crisstian menarik Andrew menjauh dari Olivia.
Olivia jatuh terduduk ketika akhirnya bisa lepas dari Andrew.
"Berani sekali lo menyentuh wanita gue." Crisstian menggeram, dan tak lama kemudian, melayangkan tinjuannya pada Andrew.
Andrew langsung tersungkur di tanah.
"Akh!" Olivia menjerit, terlalu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.
"Carlos, bawa Olivia ke mobil saya!" Perintah tegas Crisstian. Crisstian tidak mau Olivia melihat apa yang akan ia lakukan pada Andrew.
"Baik, Tuan." Carlos langsung membawa Olivia yang shock ke dalam mobil Crisstian.
Olivia yang masih shock sama sekali tidak menolak ketika Carlos membawanya pergi menjauh dari Crisstian.
Andrew mencoba untuk kabur, tapi aksinya berhasil digagalkan oleh dua bodyguard Crisstian.
"Berani-beraninya lo menyentuh wanita gue," geram Crisstian dengan amarah yang terlihat jelas di kedua matanya.
Crisstian menghajar Andrew dengan membabi buta.
"Am-ampun, Tuan," jawab lirih Andrew yang sudah babak belur.
Darah segar sudah menghiasi wajah Andrea.
Permintaan Andrew Crisstian kabulkan. Crisstian akhirnya berhenti menghajar Andrew yang sudah lemah tak berdaya.
"Bawa dia pergi dari sini!" Crisstian memberi perintah pada anak buahnya yang lain.
"Baik, Pak." Dengan kompak, kedua bodyguard Crisstian memberi jawaban.
Setelah menyeka darah di punggung tangannya, Crisstian pergi menuju mobilnya.
Sebelum memasuki mobil, Crisstian terlebih dahulu memberi tahu Carlos kalau dirinya hanya ingin berduaan dengan Olivia.
Carlos mengerti, dan membiarkan Crisstian pergi berdua dengan Olivia. Carlos tidak akan mengikuti Crisstian, karena ada masalah lain yang harus Carlos urus.
Saat Crisstian menghajar Andrew barusan pasti terekam oleh CCTV club, jadi tugas Carlos sekarang adalah, memastikan kalau rekaman kejadian tadi hilang untuk selama-lamanya. Carlos tidak mau jika rekaman kejadian tadi suatu saat nanti akan tersebar pada publik, dan menganggu Crisstian.
Carlos juga akan berbicara dengan Andrew, lebih tepatnya akan mengancam Andrew untuk tidak melaporkan Crisstian.
Crisstian membawa Olivia ke apartemennya.
Sepanjang perjalanan, Olivia terus menangis, sedangkan Crisstian memilih untuk fokus menyetir.
Crisstian memang terlihat tak peduli, tapi jauh dari dalam lubuk hatinya yang terdalam, Crisstian sangat mengkhawatirkan kondisi Olivia.
Kejadian tadi pasti membuat Olivia sangat shock.
Crisstian ingin sekali marah pada Olivia, karena Olivia hanya pergi sendiri ke club, tidak ditemani oleh pengawal-pengawalnya, namun Crisstian berhasil menahan diri. Crisstian tidak mau membuat Olivia semakin merasa sedih.
Saat ini, Crisstian dan Olivia sudah berada di dalam unit apartemen Crisstian.
Sejak tadi, Crisstian tidak berbicara sepatah kata pun, dan itu benar-benar sangat menyebalkan, menurut Olivia.
Olivia tiba-tiba berdiri dari duduknya.
Crisstian menolehkan kepalanya ke arah Olivia.
"Mau ke mana?" Crisstian akhirnya bersuara.
"Pulang," jawab singkat Olivia sambil terus melangkah mendekati pintu.
Crisstian berlari mengejar Olivia, dan Crisstian berhasil meraih pergelangan tangan Olivia, membuat langkah Olivia terhenti.
"Lepas," ucap Olivia penuh penekanan.
Crisstian menuruti permintaan Olivia, tapi setelah itu langsung memeluk Olivia menggunakan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk merangkum wajah Olivia. Crisstian menundukkan wajahnya, lalu melabuhkan bibirnya di kening Olivia.
Amarah yang sempat menguasai diri Olivia seketika menghilang begitu merasakan kecupan mesra yang Crisstian berikan di keningnya.
"Maaf," bisik Crisstian sambil menatap dalam Olivia yang kini menatapnya dengan kedua mata memerah.
Semakin lama, pandangan Olivia semakin tak jelas karena banyaknya air mata.
"Menangislah, Baby," bisik Crisstian lemah lembut.
Olivia akhirnya menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Crisstian.
"Maaf." Crisstian kembali mengecupi kepala Olivia.
Permintaan maaf Crisstian malah membuat tangis Olivia semakin menjadi.
Olivia tahu, yang salah bukan Crisstian, tapi dirinya sendiri, tapi entah mengapa, perasaan Olivia berubah lega setelah mendengar permintaan maaf dari Crisstian.
Crisstian tahu Olivia pasti lelah, jadi Crisstian menggendong Olivia, lalu membawa Olivia ke kamarnya.
Crisstian membaringkan Olivia di tempat tidur, di susul oleh dirinya yang juga ikut berbaring.
Olivia terus menangis, dan Crisstian dengan setia mendampingi sang kekasih.
Tak terasa, berjam-jam sudah berlalu sejak Crisstian dan Olivia bersama.
Olivia mengangkat wajahnya secara perlahan, memperhatikan Crisstian yang saat ini sedang tertidur.
"Berhentilah memikirkan pria lain ketika kita sedang bersama, Olivia."
Olivia terperanjat. Olivia berpikir kalau Crisstian sudah tertidur, jadi begitu mendengar suara serak Crisstian, Olivia terkejut.
Sekujur tubuh Olivia menegang kaku. Olivia tak menyangka jika Crisstian tahu apa yang saat ini sedang ia pikirkan.
Ya, Olivia memang sedang memikirkan Felix, lebih tepatnya sedang membandingkan Felix dengan Crisstian.
"Maaf," ucap lirih Olivia sambil membenamkan wajah di ceruk leher Crisstian.
Crisstian semakin mengeratkan pelukannya.
"Jangan memikirkan Felix ketika kita sedang bersama, Olivia," ucap lirih Christian untuk yang kedua kalinya. Kali ini Crisstian secara terang-terangan meminta Olivia untuk tidak memikirkan Felix.
Olivia membalas ucapan Crisstian dengan anggukan kepala.
"Tidurlah." Crisstian menundukkan wajahnya, mengecup dalam-dalam kening Olivia.
Lagi-lagi Olivia hanya mengangguk.
Tak sampai 5 menit kemudian, Olivia benar-benar tertidur.
Olivia sudah tertidur pulas, tidak dengan Crisstian yang masih terjaga dari tidurnya.
Secara perlahan, Crisstian melepaskan pelukannya, lalu membenarkan posisi tidur Olivia.
Crisstian berbalik menghadap Olivia. Tangan kanan Crisstian terulur, membelai wajah Olivia dengan penuh kasih sayang. "Apa kamu mencintai pria b******k itu, Olivia?" tanyanya berbisik.
Ada hal yang Crisstian takutkan. Crisstian takut kalau Olivia mencintai Felix. Jika sampai hal itu terjadi, Crisstian tidak tahu, apa yang nanti harus ia lakukan? Apa ia harus mundur? Dengan kata lain mengakhiri hubungannya dengan Olivia, atau justru terus berjuang demi bisa mendapatkan balasan cinta dari Olivia? Sekalipun harus menggunakan cara kotor.
"Olivia, kamu tidak mencintai pria b******k itu, kan?"
Olivia yang sudah tertidur pulas tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaan Crisstian.
Sebenarnya Crisstian ingin sekali bertanya secara langsung pada Olivia, apa Olivia mencintai Felix? Atau tidak? Tapi Crisstian takut, takut kalau jawaban Olivia nanti malah tidak sesuai dengan harapannya. Crisstian takut kalau jawaban Olivia malah akan melukai perasaannya.
Tiba-tiba Crisstian memikirkan Felix, lebih tepatnya memikirkan tentang perasaan Felix pada Olivia. "Sepertinya gue harus mencari tahu tentang hal itu."
Crisstian tidak mau dirinya terus menerus merasa penasaran. Crisstian langsung menghubungi Carlos, meminta Carlos untuk mencari tahu tentang Felix, tepatnya tentang asmara Felix.
Setelah mengirim pesan pada Felix, Crisstian juga tak lupa untuk mengirim pesan pada Sein, memberi tahu Sein kalau malam ini dirinya tidak akan pulang ke mansion.
"Sekarang lebih baik gue tidur." Crisstian kembali membaringkan tubuhnya, lalu memeluk Olivia.
Kedua mata Crisstian baru saja terpejam begitu mendengar suara ponsel Olivia yang berdering nyaring.
Crisstian meraih ponsel Olivia, bertepatan dengan berhentinya ponsel tersebut berdering.
"Felix," gumam Crisstian ketika melihat nama Felixlah yang tertera di layar ponselnya Olivia. Crisstian tidak mau Felix kembali menghubungi Olivia, oleh sebab itulah, Crisstian memutuskan untuk mematikan ponsel Olivia.