Pagi yang cerah dengan suasana hati yang cerah. Qian bangun dengan keadaan yang lebih segar. Ia benar-benar istirahat selama tiga hari tanpa melakukan aktivitas apapun. Dan alhasil, lututnya kini sudah mulai membaik meski masih meninggalkan bekas dan sakit saat menekuk lutut.
Qian bangun dari tempat tidur kemudian berjalan pelan menuju jendela kamar. Disibaknya tirai yang menghalangi sinar matahari menembus kamarnya dan melihat pemandangan laut dari kejauhan. Tak terasa waktunya di tempat ini hanya tinggal dua hari lagi. Namun sayangnya ia sama sekali tak menikmati waktu liburannya. Kemarin dokter yang bertugas check up kondisi kakinya datang dan tentu atas perintah Raizel. Sekarang lututnya sudah lebih baik dan sepertinya sekarang lah saatnya.
Qian menunduk memperhatikan lututnya. "Hm … mungkin tidak apa-apa," gumamnya. Hari ini ia berencana jalan-jalan kembali menjelajahi pantai juga tempat wisata lain di dekat sana. Waktunya tinggal dua hari lagi dan ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Ia segera bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka kemudian mengganti pakaiannya dengan dress pantai di atas lutut. Dokter mengatakan jika lututnya tidak boleh terlalu sering terkena gesekan, alhasil ia hanya bisa memakai dress di atas lutut.
***
"Kau!" Qian memekik saat ia berpapasan dengan Raizel di depan sebuah restoran. Sebelum menjelajahi area, ia ingin mengisi perut dengan sarapan di restoran itu, namun sebuah kebetulan saat Raizel juga berada di sana.
Raizel tampak terkejut namun hanya beberapa saat. Wajahnya tampak memerah melihat Qian menatapnya. Tak lain karena ia kembali teringat punggung polos Qian juga pahanya. Satu tangannya terangkat dan menutupi sebagian wajahnya menggunakan punggung tangan. Ia harap Qian sudah melupakan kejadian itu, bahkan tidak menyadarinya. "Hn," jawab Raizel sekenanya dengan ia yang menatap arah lain.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Qian dimana suaranya kini terdengar lebih rendah dan bersahabat. Sebelumnya ia hanya kaget saja karena tak mengira akan bertemu Raizel di sana.
"Menurutmu?" jawab Raizel yang membuat Qian sedikit kesal. Menurutnya jawaban Raizel sangat menyebalkan. Namun ia kembali teringat akan kebaikan Raizel yang beberapa hari ini tak lepas tanggung jawab.
"Apa kau mau sarapan? Aku juga, bagaimana jika aku mentraktirmu? Anggap saja sebagai ucapan terimakasihku," ujar Qian seraya menarik kursi dan mempersilahkan Raizel duduk di kursi kosong sebelahnya.
"Bagaimana dengan kakimu?" tanya Raizel tanpa menjawab. Ia masih berdiri dengan mengarah padangan pada kedua lutut Qian. Namun sial, ia justru teringat akan scene punggung dan paha. Ia mendeaah berat dan memijit kecil kepala berharap pikiran itu segera enyah.
"Sudah lebih baik," jawab Qian seraya melihat buku menu. Namun tiba-tiba ia meletakkan kembali buku menu itu kemudian menatap Raizel. "Sebenarnya aku masih kesal padamu, karena kau, aku tak bisa menikmati liburanku. Tapi atas semua yang kau lakukan sebagai bentuk tanggung jawabmu, aku berterima kasih," ucapnya dengan ekspresi tak terbaca. Tidak asa senyuman, namun juga tidak menunjukkan kebencian.
Raizel mengamatinya sesaat kemudian kembali melihat ke arah lutut Qian. Mungkin ia harus melakukan sesuatu. Menarik kursi, akhirnya ia duduk berhadapan dengan Qian dengan dibatasi meja restoran. "Kau ingin jalan-jalan?" tanyanya.
"Um." Qian mengangguk kecil kemudian kembali pada buku menu. "Mungkin lusa aku sudah kembali, jadi setidaknya aku ingin wisataku tidak benar-benar hancur," jelasnya kemudian.
"Baiklah, aku akan menemanimu."
Sebelah alis Qian terlihat meninggi menatap Raizel. "Maksudmu?"
"Anggap saja sebagai ganti karena aku telah menghancurkan acara liburanmu."
Qian terlihat berpikir sejenak kemudian menggeleng. "Tidak, terima kasih. Atas semua yang kau lakukan, itu sudah cukup," ucapnya.
"Hm."
Setelahnya mereka segera memesan makanan dan sembari menunggu sesekali mereka mengobrol ringan.
"Apa kau sudah lama tinggal di sini?" tanya Qian guna membuka suara. Raizel sepertinya tipe orang yang tak banyak bicara. Bahkan ia merasa, Raizel bersedia hanya karena terpaksa atau karena rasa bersalahnya. Tapi itu tidak buruk, artinya Raizel pria yang cukup baik.
"Hn. Kebetulan kali ini ada urusan di tempat ini," jawab Raizel singkat.
"Tukang pijat yang kau kirim kemarin juga berasal dari negeri kita. Aku tak mengira akan bertemu banyak orang sana yang bekerja di sini," ujar Qian kembali.
Di mata Raizel, Qian wanita yang supel, meski awalnya terlihat garang, namun ternyata ia cukup enak diajak bicara. Padahal biasanya Raizel akan malas jika berbicara lama dengan seorang gadis. Karena setiap gadis yang berbicara dengannya pasti akan membahas hal tak penting dan membosnkan. Sementara Qian hanya berbicara sekenanya, tidak membahas suatu yang berlebihan.
"Aku di sini juga untuk bekerja," ucap Raizel dalam hati. Hampir saja ia berbicara banyak hal, namun ia segera menutup mulutnya. Padahal Qian adalah orang yang baru ia kenal, untuk apa ia harus terbuka? Ia menepuk dahinya dan mendesah berat.
Sementara Qian yang melihatnya tak berniat bertanya. Menurutnya, Raizel pria yang aneh. Ia akui Raizel tampan dan kesan pertamanya saat bertemu Raizel adalah bahwa ia pria yang dingin. Namun setelah apa yang dilakukannya selama beberapa hari ini cukup membuat Qian memiliki penilaian lain yaitu, Raizel pria dingin yang baik.
***
Semua orang tak berkedip melihat videotron di perempatan kota. Video yang menunjukkan tindak asusila mirip artis berinisial QA. Akibat kejadian itu, kemacetan pun terjadi hingga beberapa kilometer. Bahkan banyak dari para pengguna jalan mengabadikan kejadian tersebut.
Video berdurasi beberapa detik itupun membuat heboh jagad maya. Selang beberapa menit saja, hal itu menjadi trending dengan tagar QiandraAito. Tidak selesai sampai di sana, beberapa orang menemukan video serupa dengan durasi lebih lama sekitar beberapa menit.
Prang!
Di tempat lain di sebuah ruangan, terdengar suara keras dari kaca yang pecah. Meja kaca itu hancur akibat amukan seorang pria. Pecahannya pun berserakan di lantai. Nafas pria itu memburu dengan sorot mata menggelap setelah beberapa saat lalu ponselnya dibanjiri kabar duka. Bagaimana bukan kabar duka? Sebuah video panas berdurasi beberapa menit menjadi trending dalam hitungan detik. Dan wanita yang menjadi pemeran dalam video itu adalah anak emasnya, Qiandra Aito. Qian yang tengah menjadi Queen perfilman dan dipastikan menyabet penghargaan di sebuah nominasi ajang bergengsi sebuah stasiun tv swasta, harus diterpa isu miring.
"Tu-- tuan." Seorang wanita yang berdiri tak jauh darinya hanya bisa melihatnya dengan tubuh gemetar. Ia juga tak mengira jika akan muncul berita seperti ini. Kemarin tuduhan operasi plastik, dan sekarang lebih parah lagi. Padahal, baru hitungan berapa hari seolah hal ini sengaja dilakukan seorang oknum saat Qian tak berada di dalam negeri.
"Bukankah aku sudah menyuruhmu menyeretnya untuk pulang?!" teriak pria yang merupakan kepala agensi dimana tempat Qian bernaung. Mendapati anaknya terlibat skandal adalah satu hal yang tak bisa ia tolerir. Agensinya adalah agensi yang menerbitkan artis berprestasi tanpa sensasi dan bebas skandal. Dan apa yang Qian lakukan, benar-benar tak bisa dimaafkan dan mencoreng nama baik yang telah ia bangun.
Drt … drt … drt ….
Tak! Prang!
Ponselnya yang sedari tadi tak berhenti bergetar membuatnya kian marah. Dilemparnya ponsel seharga motor itu hingga hancur menjadi beberapa bagian.
"Ba-- baik, Bos!" Wanita yang tak lain menejer sekaligus asisten Qian segera pergi sebelum ia yang menjadi korban selanjutnya. Dengan kaki gemetar, ia berusaha menghubungi Qian setelah keluar ruangan namun percuma, nomor Qian tak dapat ia hubungi.
"Qian … apa kau gila?" gumamnya dengan suara yang tak kalah bergetar dari tubuhnya. Ini benar-benar gawat.