Bab 6

1818 Words
 Mengetahui Setelah perkelahian itu terjadi Shaqilea membawa sang perempuan itu ke minimarket tempat ia bekerja.  Di teras terdapat beberapa meja yang di sediakan untuk orang yang ingin bersantai.    “Bentar,” ucap Shaqilea.    Shaqilea berjalan memasuki minimarket.   “Ahh Qilea, kamu sudah datang? Tadi ada barang-barang  yang  baru saja sampai, nanti kamu langsung beresin aja,  kamu taruh di tempat yang sesuai. Jangan sampai lupa! Kamu chekin harganya dan tidak boleh ada yang salah. Apalagi sampai tertukar. Paham?” jelas sang Bibi.   “Baik  Bi, Aku ganti baju dulu.”  Shaqilea berjalan menuju bilik minimarket untuk mengganti bajunya dengan baju biasa.  Shaqilea keluar dari bilik  dengan baju yang sudah ia ganti  “Qilea,  mereka teman kamu?" tanya sang Bibi. Menunjuk ke arah teras.   “Iya Bi,” jawab Shaqilea.   “Ya sudah Bibi tinggal dulu yaa,  ingat gak boleh tledor! Nanti kamu nyamperin merekanya  jangan terlalu lama!”  “Iya, nggak ko Bi.”  Sang Bibi melenggang pergi meninggalkan minimarket. Pagi hingga siang sang Bibilah yang menjaga minimarket dan untuk siang hingga malamnya barulah Shaqilea yang menjaga. Shaqilea mengambil 2 botol air minum dingin lalu berjalan keluar menemui temannya.  “Nih!  Minum dulu,” ujar Shaqilea kepada si perempuan itu. Cowok yang di sampingnya protes “Ko gue gak di ka...” Shaqilea langsung menyodorkan minuman yang ada di genggamannya.  Shaqilea mendudukan dirinya pada bangku kosong yang ada di sana.   “Tenang kali ini gue bayar ko,” ucap sang Cowok  “Emztt, makasih ya tadi udah nolongin aku,” ujar sang perempuan  “Eh btw kenalin nama aku Sophieana Liniart biasa di panggil Ana, kalau kamu?” tanyanya.  “Nama gue Shaqilea Alester,  terserah lo mau panggil apa aja!”   “Kalau gue panggil Al, Ay, Sayang, ataupun Cinta gak masalah dong ya?” celetuk cowok yang duduk di samping kirinya.  Shaqilea memutar bola matanya dengan jengah,  ia lebih memilih memandang jalanan dari pada harus melihat ekspresi aneh yang di berikan oleh Cowok itu.  “Oh ya, nama lo siapa sih,  dari tadi kita ngobrol tapi nggak tau namanya hehee,” tanya Ana.   “Gue Edsel Daylon, panggil aja Edsel,” jawabnya dengan ramah.  “Ooh, ok ok.”  “Aduh... Aku lupa lagi,  aku ada janji. Aku pulang duluan ya.  Eh makasih banget ya udah nolongin aku, kalau nggak ada kalian mungkin aku...” lanjutnya dengan wajah murung.  “Apaan sih udah nyantai aja.  Yang lalu biarlah berlalu dan untuk kedepannya kita harus lebih hati-hati lagi.  Apalagi masalah pergaulan, kita nggak boleh  asal berbaur aja,” jelas Edsel.  Shaqilea memandang Edsel dengan tatapannya yang menyipit.   “Tapi tenang aja gue mah orangnya baik,  gak akan macam-macam ko, suerr,” Edsel menaikan jari telunjuk dan tengah secara bersamaan dengan senyum ala khasnya.  “Iya deh.  Yaudah aku duluan ya bay,” Ana berdiri, dilanjut dengan melambaikan tangannya. Lalu meninggalkan minimarket itu. Shaqilea pun ikut beranjak dari tempatnya meninggalkan Edsel yang masih duduk santai dengan senyuman yang terus menambah lebar.  “Hobi banget si lo ninggalin gue,” sindir Edsel. ⛲⛲⛲⛲⛲   Di pojokan sebelah kanan paling belakang ada gundukan kardus yang belum sempat di bereskan oleh sang  Bibi.  Shaqilea mulai menata satu persatu barang yang harus ia tempatkan di rak sesuai dengan yang sudah di tata sebebelumnya. Terlebih dahulu juga ia harus chekin harganya, sudah sesuai atau tidak. Edsel berjalan mendekati Shaqilea.  “Mau gue bantuin nggak?” tawar Edsel.  “Lagi baik nih gue,” lanjutnya.  “Gue bantu apa nih,  bantu doa aja kali yaa. Hahahaha,”   “Sumpah berisik banget nih setan, ganggu banget,” batin Shaquilea.  “Ini mau di taruh dimana,” Edsel mengambil coklat dari dalam kardus.   “Oh di sini nih, kayanya.”   “Kalau ini,  disini.”   “Yang ini......  Ah itu dia disana.” Edsel terus saja berceloteh sendiri yang hanya di dengar oleh Shaqilea. Meskipun Shaqilea terus mengabaikannya, namun tetap Edsel tidak pernah untuk menyerah.  “Ini tuh snak apaan sih? Ko Gue baru lihat dah,” sambil membolak-balikan bungkusan kotak  berwarna hitam yang isinya ukuran 29cm [Relaxnight] Shaqilea tetap diam dan tenang seperti biasa.  “Sha,  ini apaan sih?” tanyanya Kali ini Shaqilea angkat bicara “Itu kesukaan perempuan. Kenapa, lo mau beli?”  “Boleh deh,  Nanti buat nyokap gue. Pasti beliau seneng banget gue beliin ini,  nyokap gue kan suka nyemil gitu,” dengan senyum smirknya  “Mau berapa? Nanti gue pisahin.”  “Lima cukup kali ya?”  “Yaudah sini biar gue taruh di meja kasir,” jawab Shaqilea.   “Cowok t***l, kena aja lo gue kerjain,” batin Shaqilea. Shaqilea mulai menata barang-barang itu dengan begitu cekatan, di  bantu oleh Edsel yang kadang sering salah penempatan sehingga membuat Shaqilea mengulang kembali pekerjaannya dari awal. Setelah menyelesaikan penataan barang, Shaqilea menuju tempat kasir.  Seperti biasa Edsel mengekorinya dari belakang. ⛲⛲⛲⛲ Dengan begitu telatenan Shaqilea melayani para pembeli satu persatu di dampingi oleh  Edsel yang terus menetapkan dari samping tanpa berkedip sekalipun. Edsel sering menawarkan diri untuk menggantikan Shaqilea menjadi kasir.  Tapi Shaqilea selalu menolaknya. Edsel bingung ingin mengerjakan apalagi selain menatap Shaqilea dengan penuh kekaguman.  “Mba,  itu pacarnya ya?” celoteh salah satu pembelinya.  “Eh,  bukan Bu. Ini bu totalnya seratus dua puluh tujuh ribu ya Bu,”  Ibu itu mengeluarkan uang  2 lembar seratus ribu.    “Uangnya dua ratus ribu ya Bu dan ini kembaliannya tujuh puluh tiga ribu, terima kasih telah belanja,” ucapnya dengan begitu sopan tidak lupa juga dengan struknya yang harus ia berikan.     Ibu itu menerima kembalian dengan struknya. Tidak lupa juga beliau membawa barang belanjaannya dan berlalu pergi.    “Sama mereka aja lo ramah giliran sama gue lo sewot terus,” gerutu Edsel.     Shaqilea tidak menghiraukan ucapan Edsel. Ia hanya fokus pada pembeli selanjutnya.     Berjam-jam lamanya Edsel tetap bertahan pada posisinya yang hanya memandang Shaqilea. Shaqilea yang di perlakuan seperti itupun merasa risih.  Jam menunjukan pukul 10 malam Shaqilea segera merapikan barang-barangnya untuk segera pulang.    “Lah, lo mau kemana?” tanya Edsel.    “Pulang!” ucap Shaqilea dengan ketus.    “Yukkk,” ajak Edsel.    “Itu barangnya jangan sampai ketinggalan!” ujar Shaqilea.     Mereka berjalan keluar minimarket tidak lupa Shaqilea mengunci minimarket itu dengan gembok. Edsel sudah berada di motornya menunggu Shaqilea. Ia tetap nekat untuk menghantarkan Shaqilea pulang.      Watak keduanya sama-sama keras. Shaqilea yang terus menolak ajakan Edsel begitupun dengan Edsel yang tetap kekeh pada pendiriannya untuk menghantarkan Shaqilea pulang.     Shaqilea melewati Edsel yang berada di motornya.  Edsel langsung menarik tangan Shaqilea dan langsung di tepis olehnya.    “Gue peringatin untuk terakhir kalinya jangan pernah sentuh gue,  jangan pernah gangguin gue dan jangan pernah hadir di kehidupan gue lagi! Gue udah muak di ikutin lo terus-terusan seharian ini,” gertak Shaqilea.   “Gue cuman pengen nganterin lo pulang aja,  apa itu salah?”   “SALAH KARENA GUE GAK BUTUH!” cercah Shaqilea.    Shaqilea berlalu meninggalkan Edsel. Bukan Edsel namanya kalau tidak bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Edsel meninggalkan motornya di depan minimarket dan berlari mengejar Shaqilea yang telah mendahuluinya.     “Sebesar apapun lo nolak gue, gue bakal terus berada di samping lo,” ucap Edsel. Ketika sudah berada di samping Shaqilea.     Shaqilea berjalan lebih cepat dari sebelumnya, di ikuti Edsel yang terus menyamai langkahnya.      Sebesar upaya apapun untuk Shaqilea menolak, percuma tidak akan pernah di dengarkan Edsel.    “Sha,  tiap hari lo selalu pulang malam sendiri gini?” celoteh Edsel.    “Lo gak takut? Eh gue lupa lo kan jago beladiri ya,  gue aja pasti kalah sama lo,”    “Lo bisa diem nggak sih!  Ribet banget jadi cowok.  Mending lo pulang aja sana! Orang tua lo pasti nyariin,” sentak Shaqilea.    “Cie perhatian,” goda Edsel.     Shaqilea kembali memilih diam dan  tidak menyahuti Edsel lagi. Kini selama perjalanan hanya ada  keheningan yang menyelimuti mereka, Edsel sudah tidak lagi berbicara. Shaqilea berhenti berjalan di ikuti Edsel yang saat itu berhenti juga.    “Rumah lo yang ini?” tanya  Edsel.  Ketika sudah berhenti di depan rumah yang sederhana dengan warna abu-abu.    “Mending lo pulang!” usirnya.    “Lo gak mempersilahkan gue masuk dulu gitu,”     Shaqilea berlalu hendak meninggalkan Edsel namun lagi-lagi sosok Edsel itu mencekal tangannya.    “Tunggu,” ujar Edsel.     Edsel berjalan mendekati Shaqilea. Menyapu jarak diantara mereka, Shaqilea tetap pada posisinya, ia seakan terhipnotis oleh sosok Edsel yang berada tepat di depannya dengan jarak yang sangat dekat. Edsel mengulurkan tangannya untuk menggapai rambut Shaqilea.    “Nih,” Edsel memberikan daun kerinh kepada Shaqilea.    “Kenapa lo bilang aja, gue bisa ambil sendiri!” jawab Shaqilea.     Dari arah samping kanan ada sesuatu yang melayang,  benda itu mengenai kening Edsel hingga mengeluarkan darah segar disana.    “PERGI KAMU PERGI!” suara itu dari kakanya Shaqilea.     Sang Kakak mengguncang tubuh Edsel dan memukulnya berulang-ulang.    “PERGI......!” teriak sang Kakak.    “Ka udah,  ayok kita masuk aja,” bujuk Shaqilea. #Bught #Plak     Orang yang di panggil Kakak itu terus memukul Edsel bertubi-tubi. Namun tidak ada perlawanan dari Edsel.    “Lebih baik lo pergi sekarang!” usir Shaqilea pada Edsel.     Shaqilea membawa sang Kakak masuk ke dalam rumahnya.  Namun Edsel tetap berdiam diri disana tidak beranjak sama sekali dari tempatnya. Ia terlalu syok dengan kedatangan orang yang tiba-tiba memukulnya.     Shaqilea dan sang Kakak sudah berada di dalam rumahnya,  Emosi sang Kakak sudah tidak terkendalikan, ia menghancurkan semua barang yang ada di sana. #Prank Guci itu jatuh dari atas nakas.    “Kak tenang kak, tenang,” bujuk Shaqilea.    “KAKAK HARUS BILANG BERAPA KALI LAGI SAMA KAMU, UNTUK TIDAK MENDEKATI COWOK MENAPUN!  SEMUA COWOK SAMA HANYA MEMANFAATKAN,” ucap sang Kakak dengan emosi yang memburu.    “SEMUA COWOK ITU b******n, HANYA INGIN MEMBUAT HANCUR SEMUA WANITA. IBU MENINGGAL GARA-GARA AYAH, DAN SI b*****t ITU, LO TAU APA YANG DIA LAKUKAN PADA KAKAK.  SEHARUSNYA LO SADAR ITU.”     Shaqilea tetap diam mendengarkan semua ungkapan sang Kakak,    “Hiks....  Hiks....  Hiks...” Sang Kakak terus menangis.     Shaqilea harus tetap terlihat tegar dan kuat ia tidak boleh lemah. Ia harus bisa melindungi Kakaknya. Ia tidak ingin kesalahan itu terulang lagi.     Ketika sang Kakak sudah sedikit tenang Shaqilea mendekat dan merengkuh Kakaknya. Dengan pelan Shaqilea menepuk punggung sang Kakak berharap dapat mengalirkan rasa kenyamanan untuk sang Kakak.     Lovatalea Alester yang bukan lain adalah Kakaknya Shaqilea Alester,  ia adalah sosok yang rapuh ia benci pada setiap sosok laki-laki.  Ia tak akan segan untuk memukul dan memaki. Setiap hari ketika ingatan itu  berputar ia akan menangis dan mengamuk.  Ia sangat benci pada perlakuan yang dialami pada waktu  itu. Dimana ia di perkosa secara bergilir oleh mantan dan teman-temannya.     Selang beberapa bulan setelah di perkosa. Lovatalea dapat  melupakan kejadian itu dan meminta pertanggung jawaban kepada sang mantan bahwa ia hamil. Namun yang ia dapatkan hanya perlakuan keji. Sang mantan membawa Lovatalea secara paksa ke sebuah tempat terpencil yang tidak di huni oleh banyak orang. Disana Lovatalea di aborsi secara paksa dengan tangan dan kaki yang di ikat. Dengan menahan sakit ia hanya bisa menangis.     Shaqilea menenangkan sang Kakak dan membawanya ke kamar. Setelah isak tangis itu mulai reda Shaqilea berjalan keluar untuk mengunci pintunya.  Sosok yang seharusnya pergi semenjak tadi, masih tetap berdiri disana tidak beranjak sama sekali dari tempatnya.    “ANGGAP LO GAK PERNAH DENGAR APAPUN!” sentak Shaqilea.    “Apa yang terjadi sebenarnya dalam keluarga lo?” tanya Edsel.    “BUKAN URUSAN LO!” balas Shaqilea.     Edsel berlari menghampiri Shaqilea dan menahan pintunya.    “Plisss, kasih tau gue. Gue janji bakal rahasiain semuanya,” mohon Edsel dengan lirih.     Shaqilea geram dengan sikap Edsel yang menurutnya tetap tidak mengerti dengan ucapan yang ia lontarkan. Shaqilea menarik kerah seragam Edsel dan memukul bagian wajahnya. #Bugh    “Gue ingetin sekali lagi.  JANGAN PERNAH GANGGU GUE LAGI! GUE UDAH MUAK SAMA LO!” Shaqilea masuk kedalam rumah dan mengunci pintunya, meninggalkan Edsel dengan luka pada sudut bibirnya.  Darah segar itu keluar begitu saja.    “Lo salah. Dengan sikap lo kaya gini itu yang akan membuat gue lebih gencar untuk ngedeketin lo!” teriak Edsel.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD