Tak Di Undang
Lebih baik tak saling menyapa, berjalan masing-masing dengan tujuan yang berbeda itu jauh lebih baik.
❄️❄️❄️❄❄

Faeyza berjalan memasuki kelasnya, sebagian penghuni sudah berada disana. Termasuk Shaqilea ia sedang bersantai, di sigasana kebanggaannya.
“Woyyyy Sha,” sapa Faeyza.
“Sialan banget lo Sha, main tinggalin gue gitu aja di kantin.”
“Emang biasanya juga gitu kan?” sahut Shaqilea.
“Tapi ini beda, lo ninggalin gue di saat ada Gavin di depan gue!” tegas Faeyza.
“Ya baguslah, lo bisa nikmatin tuh mukanya yang katanya ganteng itu,” jawab Shaqilea.
“Astaga Sha, tetep aja gue harus jaga image lah. Kalau Gavin tau gue sebenernya kaya apa? Bisa ilfil dah tuh si Gavin.”
“Punya rasa malu juga lo ya?”
“Asal lo tau aja ya Sha, jantung gue astaga ... Berpacu begitu cepat, untung ada si Cio kalau nggak, bisa kikuk gue di depan Gavin,” celoteh Faeyza.
“Eh ko untung si yaa, harusnyakan sial, Aissshh,” lanjut Faeyza.
Shaqilea sudah tidak lagi menyahuti ocehan Faeyza, sesekali ia cuman berguna atau hanya sekedar mengangguk saja.
Entah mengapa mengomeli Shaqilea begitu menyenangkan bagi Faeyza. Faeyza tipikal orang yang selalu aktif, banyak bicara juga, bisa di bilang friendly. Berbanding terbalik dengan Shaqilea yang lebih suka menyendiri.
Bukan berarti Shaqilea tidak punya teman selain Faeyza. Sebenarnya banyak orang juga yang ingin dekat dengannya. Hanya saja, Shaqilea terlalu cuek dan malas untuk bersosialisasi. Entah kenapa, beruntung saja Faeyza di jadikan teman oleh Shaqilea.
⛲⛲⛲⛲⛲
Semenjak kejadian di kantin, Gavin uring-uringan tidak jelas di dalam kelas. Ia benar-benar merasa bersalah pada Shaqilea. Entah keinginan dari mana ia sungguh penasaran dengan Shaqilea.
Gavin itu orangnya ramah, ia kapten tim basket SMA Cendrakiawan Kasih kelas 12 IPS 1. Banyak cewek juga terang-terangan mendekatinya tapi dengan tenang ia tolak secara halus.
“Woy,” sapa Cio menabok bahu Gavin.
“Apaan sih?” balas Gavin.
“Idihhhhh sewot ae lo bang.”
“Apaan njir?”
“Nggak sih,”
Cio berjalan ke tempat duduknya samping persis dengan Gavin “Btw, gue lihatin dari tadi lo ko bengong aja. Hati-hati lo kesambet.”
“Bodo,” jawab Gavin.
"Dihhhhh.”
“Lo gak latihan basket?” tanya Cio.
“Gak,” jawab Gavin ketus
“PMS lo ya?”
“Lo pikir gue cewek?” pekik Gavin.
“Habisnya lo sewot mulu.”
Gavin ingin sekali bertanya tentang Shaqilea pada Cio tapi egonya lebih besar dari rasa penasarannya itu.
⛲⛲⛲⛲⛲
Bel tanda pulang sekolah pun berbunyi semua para siswa berhamburan keluar kelas. Shaqilea kini tidak lagi menunggu kelasnya sepi untuk pulang.
Sepanjang perjalanan menuju tempat parkir Shaqilea beriiringan dengan Faeyza. Shaqilea tetap diam seperti biasa, anehnya Faeyza yang biasa banyak bicara kini ikut-ikutan Shaqilea. Diam dan fokus pada jalannya.
Suatu kebanggaan dalam diri Faeyza, "Aneh." batin Shaqilea.
Sampailah mereka ditempat parkir.
“Kayanya, jemputan lo belum datang deh Faey,” celetuk Shaqilea.
“I.. iya,” jawab Faeyza dengan gugup.
“Faey, lo nggak ada keturunan Azis gagap kan?” cibir Shaqilea.
“Hahaa apaan sih gak lah. Ngaco lo,”
Faeyza berusaha menutupi semuanya.
“Sebenarnya gue pengen banget nanya sesuatu sama lo Sha, tapi kayanya belum tepat deh. Tapi gue bakal nunggu sampai lo sendiri yang bakal cerita sama gue, Sha” batin Faeyza.
Mobil jemputan Faeyza kini sudah datang menghampiri mereka.
Faeyza pun berpamitan “Sha, sekalian gue antar aja yuk?” tawar Faeyza.
“Gak usah, gue bisa pulang sendiri.”
“Kenapa sih nggak pernah mau gue anter?”
“Udah lo sana. Kasian sopir lo nungguin.”
“Yaudah gue pergi duluan yaa, bay....”
Faeyza pergi meninggalkan Shaqilea terlebih dahulu. Shaqilea berjalan sambil menikmati udara yang begitu sejuk. Tidak panas, tidak juga mendung. Tapi cukup banyak angin.
Rambut yang ia ikat sembarangan kini berayun kebelakang. Shaqilea mengeratkan pegangganya pada selempangan tasnya yang ia gendong.
Menunggu busway di halte, yang sering ia lakukan ketika pulang maupun pergi sekolah. Ia tidak ingin merepotkan siapapun termasuk Faeyza yang sering menawarkan tumpangan padanya.
Duduk di sebuah kursi panjang dengan memainkan ponselnya, sesekali ia melihat ke arah jalan. Kali aja busway yang ia tunggu telah datang.
Tanpa di sadari ada suara motor berhenti tepat di depannya dan penggunanya berjalan menghampiri Shaqilea.
“Permisi, butuh tumpangan nggak?” tawar orang itu.
Shaqilea yang merasa tidak perlu pun hanya diam dan cuek saja.
Orang itu kini duduk di samping Shaquilea.
“Oyy, Gue bicara sama lo yaa. b***k apa gimana sih lo?” celoteh orang itu
Shaqilea mendongak, menaikan sebelah alisnya, “Cowok ini lagi,” batinya.
“Lo ngomong sama gue?” tanya Shaqilea balik.
“Menurut lo? Di tempat ini siapa lagi selain lo?”
“Oh.”
“Udah gitu doang?”
Shaqilea mengendikan bahunya. Menandakan ia tidak peduli.
“Hayoo gue anter lo pulang,” ajak sang cowok.
Sang cowok mencoba menarik tangannya Shaqilea. Tapi langsung di tepis oleh Shaqilea.
“Gue gak suka di paksa,” ketusnya.
“Tadi gue udah nungguin lo di parkiran terus balik lagi ke kelas, muter-muter nyari lo,” jelasnya.
“Nggak nanya!”
“Tadi pagi kan gue udah bilang sebagai gantinya lo harus pulang sama gue,”
“GUE GAK PEDULI!” tegas Shaqilea.
Keberuntungan memihak pada Shaqilea, tepat sekali busway yang ia tunggu saat itu datang . Akhirnya Shaqilea berdiri dan pergi meninggalkan sang cowok itu.
“Woyyyy, astaga dikacangin lagi,”
“Kacang mahal coeyy,” lanjut cowok itu.
Busway itu pergi meninggalkan halte. Tanpa berfikir panjang lagi sang cowok pun mengikuti busway itu dari belakang.
Dari dalam busway Shaqilea melihat cowok itu mengikutinya dari belakang
“Mau tuh cowo apasih?” batin Shaqilea.
Shaqilea paling tidak suka ada yang mengikutinya seperti ini, hidupnya benar-benar merasa terganggu. Ia mencoba mengabaikan sang cowok itu. Di ambillah headsetnya dari dalam tas, ia menyumpalkannya pada telinga lagu dari Yeri Redvelvet- Dear Diare mengalun menemani perjalanannya menuju tempat kerja.
Cowok itu terus mengikuti Shaqilea sampai busway itu benar-benar berhenti di halte dekat dengan tempat kerjanya.
Ketika Shaqilea keluar dari busway, cowok itu langsung menyapanya.
“Dikasih gratisan kagak mau, malah milih yang bayar. Oon emang,” ujar cowok itu.
Shaqilea langsung berjalan meninggalkan cowok itu. Tapi cowok itu tak pernah menyerah untuk mengikutinya. Kini mereka berjalan berdampingan di pinggiran jalan dengan motor yang masih cowok itu bawa.
“Gue tau ko, lo gak akan pulang kan?”
“Lo bakalan kerja jagain minimarker kan?”
“Berisik!” sengak Shaqilea.
“Gue bakalan ngikutin lo, gue bakalan terus terusan gangguin lo, gue bakal selalu ada di kehidupan lo."
Mendengar ucapan itu sontak Shaqilea langsung berhenti dan cowok itu pun mengerem mendadak.
“Berani lo ngelakuin itu. Gue gak akan segan-segan buat bikin lo kapok!”
“Hahahaaa.. Masa? Gue tebak deh pasti sebelumnya lo belum pernah di dekatin cowokan, apalagi ganteng kaya gue. Iyakan?” ledek cowok itu dengan memainkan alis.
Shaqilea berdecak kesal dengan kelakuan cowok itu.
Di sela-sela ketawanya sang cowok, Shaqilea mendengarkan suara perempuan yang meminta tolong. Shaqilea bergegas mencari suara itu.
Entah benar atau tidak feelingnya mengarahkan ke suatu gang yang berada di sebelah kiri jalan. Shaqilea langsung menuju gang tersebut dengan berlari.
“Woy ngapain lari, kebelet boker lo?” teriak sang cowok.
“Perasaan tempat kerjanya masih lurus deh, ko dia belok yaa. Apa mungkin pake jalan pintas?” batin si cowok.
Sang cowok pun terus mengikuti Shaqilea dari belakang.
“Aishh, gila gangnya sempit banget. Di depan juga kayanya sepi. Atau jangan-jangan ini kode dari dia yaa?” cibir cowok itu.
“Pinter banget tuh cewek cari tempat. Gue mikir dia polos lo. Berarti gue harus hati-hati sama yang polos-polos nih,” lanjutnya.
⛲⛲⛲⛲⛲
Dari gedung kosong itu terdengar suara teriakan seorang cewek.
Tolong..... Tolong... Tolong.. teriak seorang cewek.
Cewek itu berusaha untuk memberontak dan melawan cowok yang berseragam sama dengan miliknya.
“Aku mohon tolong jangan lakuin,” ucap cewek itu sambil terisak.
“Bukannya ini yang lo mau kan? Lo dari kemarin mancing-mancing terus. Sayang dong kalau gak gue nikmatin tubuh lo,” goda cowok itu.
“Plisss jangan, aku mohon,” pinta sang cewek.
“Jangan munafik deh lo! Gue tau lo udah gak prawan lagi, lo udah mainkan sama mantan-mantan lo yang tayi itukan?”
“Kamu salah aku gak pernah ngelakuin itu, aku gak sebrengsek yang kamu pikir,” sahut cewek itu.
Cowok itu mendekati sang cewek. Secara otomatis cewek itu berjalan mundur hingga jatuh kebelakang.
Ini suatu keberuntungan bagi sang cowok. Tanpa menunggu lama lagi, sang cowok itu menaiki tubuh sang cewek dan menyobek kerah seragamnya secara bruntal.
Tangan sang cewek mencoba melawan tapi kalah kuat dengan cowok itu.
“Ku mohon, ku mohon jangan lakuin,” mohon cewek itu.
Bught
Seorang cewek datang menendang tubuh cowok itu dari samping, sehingga membuatnya tersungkur.
Cowok itu bangkit “s**t, siapa lo?”
Cewek itu langsung menyerang sang cowok. Pukulan bertubi-tubi itupun terus di arahkan kepada sang cowok. Begitu pun dengan sebaliknya.
Cewek itu menang telak beberapa kali namun terpukul juga pada bagian wajahnya sehingga menimbulkan darah pada sudut bibir kirinya.
Baku hantam terus berlanjut hingga ada seorang cowok datang membantu cewek itu.
Dua lawan satu akhirnya sang cowok itupun lari terbirit.
“Awas lo! Gue bakal ingat muka lo,” gertak sang cowok sambil menunjuk sang cewek.o gak papa? Bibir lo
“Bibir lo berdarah?" tanya cowok yang membantunya.
“Sini gue obatin,” cowok itu mendekat dan mencoba meraih wajahnya namun langsung ia tepis.
Sosok cewek yang berkelahi itu adalah Shaqilea dan cowok yang membantunya yaitu cowok yang sejak tadi mengikutinya.
Shaqilea tidak menghiraukan ucapan cowok itu. Ia menuju cewek dengan seragam yang berbeda dengan miliknya.
Seragam itu sudah kotor dan sobek di bagian kerahnya, dan beberapa kancing atasnya rusak yang membuat miliknya kelihatan sedikit. Cewek itu menunduk dengan memeluk lututnya sambil terus terisak. Ia begitu merasa malu pada Shaqilea.
“Gue pinjem jaket lo,” ujar Shaqilea pada cowok yang membantunya.
“Buat?” tanya cowok itu.
Shaqilea menunjuk cewek itu dengan dagunya menandakan buat si dia. Sang cowokpun langsung memalingkan muka ketika tidak sengaja melihat sesuatu.
“Miris banget nih cewe,” batin cowok itu.
Akhirnya sang cowok melepaskan jaketnya dan menyerahkan pada Shaqilea. Shaqilea pun mendekati cewek itu dan menutup badannya dengan jaket milik sang cowok.
Shaqilea membantu cewek itu berdiri dan memapahnya meninggalkan gedung kosong itu. Seperti biasa sang cowok mengikutinya dari belakang.
Shaqilea tidak tau ingin membawanya kemana jadi ia memutuskan untuk ikut sementara bersamanya ke minimarket tempat ia bekerja. Hanya untuk membuat diri sang cewek itu sedikit tenang.
“Makasih ya udah nolongin aku,” ujar cewek itu.
“Iya sama-sama,” suara itu dari belakang yang di jawab oleh si cowok
Shaqilea hanya menganggukan kepalanya saja. Buat dia itu sudah cukup untuk ia berikan sebagai jawaban.
“Gue nggak tau kalau gak ada kalian di sana. Gue pikir cowok itu baik. Gue sayang dan cinta banget sama dia, gue rela ngelakuin apa aja buat dia. Tapi.....” ucap cewek itu dengan lesu.
“Udahlah, lupain buat apasih mertahin cowok yang udah kurang ajar kaya dia? Masih banyak ko cowok yang ganteng, keren, baik sopan kaya gue ini,” jawab cowok yang di belakangnya, dengan memainkan alisnya dengan pede.
“Gak usah di bahas,” protes Shaqilea
“Eh maaf,” cewek itu merasa bersalah dan tubuhnya tiba-tiba bergetar seperti menahan tangis.
“Semoga dari kejadian ini lo bisa sadar, cinta hanya membuat lo sengsara. Cinta itu hanya membuat lo t***l karena nggak akan pernah menggunakan logika,” tegur Shaqilea.
“Gak semua cinta seperti itu tergantung kita menyikapinya. Cinta itu murni hanya orang b**o yang mengutamakan nafsu dalam suatu hubungan. Jika cinta ia harus menjaga bukan merusak,” balas sang cowok
Shaqilea berdecih, memangnya cowok ini siapa? Berani mengomentari dirinya. Cowok itu tau apasih tentang cinta? Dia hanya hama yang tiba-tiba datang dan mengganggu hidupnya.
Shaqilea berdecak “Kalau ingin memperkenalkan cinta, maaf anda salah alamat,” batin Shaqilea.